Rabu, 9 April 2025

Tankos Sawit Lebih Ramah Lingkungan jika Difragmentasi

(RIAUPOS.CO) – PENGELOLAAN tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk dijadikan pupuk organik dengan cara dibakar adalah cara yang merugikan lingkungan. Metode lawas ini dinilai berdampak serius dan mengakibatkan polusi.

Akademisi dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) berupaya mengubah paradigma, bahwa pengelolaan TKKS atau lazim disebut tankos sawit ini lebih ramah lingkungan apabila dikelola untuk dijadikan pupuk dengan cara difragmentasi.

“Cara ini lebih ramah lingkungan dan bahkan sangat bagus untuk lingkungan. Karena tidak proses ada pembakaran, dan kandungan unsur haranya juga lebih baik daripada dibakar,” kata Dosen Pembimbing, Prama Widayat, kepada Riau Pos, Sabtu (21/11).

Saat ini, dirinya bersama akademisi yang terdiri dari dosen dan para mahasiswa ini pun tengah mempersiapkan tempat di Desa Minas Timur, Kabupaten Siak untuk pengelolaan yang berkelanjutan. Di sana mereka membangun rumah kompos, dan menyiapkan mesin pencacah untuk mencacah tankos sawit tadi sebelum difragmentasi.

Baca Juga:  Besok, Google, Facebook, dan Twitter Terancam Diblokir

Prama menjelaskan, dalam pengelolaan fragmentasi itu tankos sawit yang sudah dicacah dengan cara dicampur dengan cairan EM-4 dan pupuk sapi yang kering harus dibiarkan selama 4 sampai 6 pekan.

Maka nanti hasilnya akan menjadi butiran tanah, kalau sudah menjadi seperti butiran tanah maka itu sudah sah menjadi pupuk kompos. ”Selama proses 4 sampai 6 pekan ini, lakukan pengecekan setiap pekandan lakukan pengadukan agar prosesnya lebih cepat,” jelasnya.

Menurutnya, selama ini tankos sawit dibakar untuk dijadikan pupuk organik ini tidak baik bagi lingkungan, maka itu pihaknya membuat program dengan mengubah proses pembakaran menjadi fragmentasi tadi. ”Unilak dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginisiasi ini. Program ini salah satu kompetisi tingkat nasional dari Kemendikbud,” ujarnya.

Awalnya, Prama dan para akademisi lainnya prihatin dengan melihat banyaknya tankos sawit di Desa Minas Timur tadi. Setelah itu pihaknya berdiskusi dengan penghulu dan jajaran perangkat serta tokoh pemuda, maka kita sepakat membuat pengolahan tankos dengan metode fragmentasi untuk dijadikan pupuk kompos. ”Mulailah kami pembangunan rumah kompos bersama mahasiswa dan dibantu pihak Desa Minas timur, setelah rumah kompos jadi maka dibuatlah mesin pencacah, sekarang mesin masih di tahap finishing untuk lebih sempurna,” tuturnya.

Baca Juga:  Jemaah Haji Perlu Menjaga Sandal dan Mengingat Nama Terminal

Selanjutnya, ini nanti akan diserahkan kepada pihak Desa Minas Timur, dan akan dikelola melalui sebuah badan usaha yang dipimpin oleh Rozi. Menurut dosen Fakultas Ekonomi Unilak ini, dari program tersebut akan membuka lapangan kerja.

“Insyaallah paling lama awal Desember ini akan beroperasi tempat pembuatan kompos TKKS ini. Karena pupuk kompos dari TKKS ini sangat baik untuk pupuk sawit dan juga bisa digunakan untuk tanaman lainnya. Untuk jangka panjang kami berharap bisa memenuhi kebutuhan pupuk kompos di provinsi Riau,” ujar Prama Widayat, optimis.(ali)

Laporan PANJI A SYUHADA, Pekanbaru

 

(RIAUPOS.CO) – PENGELOLAAN tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk dijadikan pupuk organik dengan cara dibakar adalah cara yang merugikan lingkungan. Metode lawas ini dinilai berdampak serius dan mengakibatkan polusi.

Akademisi dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) berupaya mengubah paradigma, bahwa pengelolaan TKKS atau lazim disebut tankos sawit ini lebih ramah lingkungan apabila dikelola untuk dijadikan pupuk dengan cara difragmentasi.

“Cara ini lebih ramah lingkungan dan bahkan sangat bagus untuk lingkungan. Karena tidak proses ada pembakaran, dan kandungan unsur haranya juga lebih baik daripada dibakar,” kata Dosen Pembimbing, Prama Widayat, kepada Riau Pos, Sabtu (21/11).

Saat ini, dirinya bersama akademisi yang terdiri dari dosen dan para mahasiswa ini pun tengah mempersiapkan tempat di Desa Minas Timur, Kabupaten Siak untuk pengelolaan yang berkelanjutan. Di sana mereka membangun rumah kompos, dan menyiapkan mesin pencacah untuk mencacah tankos sawit tadi sebelum difragmentasi.

Baca Juga:  Tak Masuk Kerja 10 Juni, PNS Harus Siap Terima Sanksi Ini

Prama menjelaskan, dalam pengelolaan fragmentasi itu tankos sawit yang sudah dicacah dengan cara dicampur dengan cairan EM-4 dan pupuk sapi yang kering harus dibiarkan selama 4 sampai 6 pekan.

Maka nanti hasilnya akan menjadi butiran tanah, kalau sudah menjadi seperti butiran tanah maka itu sudah sah menjadi pupuk kompos. ”Selama proses 4 sampai 6 pekan ini, lakukan pengecekan setiap pekandan lakukan pengadukan agar prosesnya lebih cepat,” jelasnya.

Menurutnya, selama ini tankos sawit dibakar untuk dijadikan pupuk organik ini tidak baik bagi lingkungan, maka itu pihaknya membuat program dengan mengubah proses pembakaran menjadi fragmentasi tadi. ”Unilak dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginisiasi ini. Program ini salah satu kompetisi tingkat nasional dari Kemendikbud,” ujarnya.

Awalnya, Prama dan para akademisi lainnya prihatin dengan melihat banyaknya tankos sawit di Desa Minas Timur tadi. Setelah itu pihaknya berdiskusi dengan penghulu dan jajaran perangkat serta tokoh pemuda, maka kita sepakat membuat pengolahan tankos dengan metode fragmentasi untuk dijadikan pupuk kompos. ”Mulailah kami pembangunan rumah kompos bersama mahasiswa dan dibantu pihak Desa Minas timur, setelah rumah kompos jadi maka dibuatlah mesin pencacah, sekarang mesin masih di tahap finishing untuk lebih sempurna,” tuturnya.

Baca Juga:  Besok, Google, Facebook, dan Twitter Terancam Diblokir

Selanjutnya, ini nanti akan diserahkan kepada pihak Desa Minas Timur, dan akan dikelola melalui sebuah badan usaha yang dipimpin oleh Rozi. Menurut dosen Fakultas Ekonomi Unilak ini, dari program tersebut akan membuka lapangan kerja.

“Insyaallah paling lama awal Desember ini akan beroperasi tempat pembuatan kompos TKKS ini. Karena pupuk kompos dari TKKS ini sangat baik untuk pupuk sawit dan juga bisa digunakan untuk tanaman lainnya. Untuk jangka panjang kami berharap bisa memenuhi kebutuhan pupuk kompos di provinsi Riau,” ujar Prama Widayat, optimis.(ali)

Laporan PANJI A SYUHADA, Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Tankos Sawit Lebih Ramah Lingkungan jika Difragmentasi

(RIAUPOS.CO) – PENGELOLAAN tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk dijadikan pupuk organik dengan cara dibakar adalah cara yang merugikan lingkungan. Metode lawas ini dinilai berdampak serius dan mengakibatkan polusi.

Akademisi dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) berupaya mengubah paradigma, bahwa pengelolaan TKKS atau lazim disebut tankos sawit ini lebih ramah lingkungan apabila dikelola untuk dijadikan pupuk dengan cara difragmentasi.

“Cara ini lebih ramah lingkungan dan bahkan sangat bagus untuk lingkungan. Karena tidak proses ada pembakaran, dan kandungan unsur haranya juga lebih baik daripada dibakar,” kata Dosen Pembimbing, Prama Widayat, kepada Riau Pos, Sabtu (21/11).

Saat ini, dirinya bersama akademisi yang terdiri dari dosen dan para mahasiswa ini pun tengah mempersiapkan tempat di Desa Minas Timur, Kabupaten Siak untuk pengelolaan yang berkelanjutan. Di sana mereka membangun rumah kompos, dan menyiapkan mesin pencacah untuk mencacah tankos sawit tadi sebelum difragmentasi.

Baca Juga:  Giliran Partai Demokrat Buka Penjaringan Balon Bupati dan Wabup Siak

Prama menjelaskan, dalam pengelolaan fragmentasi itu tankos sawit yang sudah dicacah dengan cara dicampur dengan cairan EM-4 dan pupuk sapi yang kering harus dibiarkan selama 4 sampai 6 pekan.

Maka nanti hasilnya akan menjadi butiran tanah, kalau sudah menjadi seperti butiran tanah maka itu sudah sah menjadi pupuk kompos. ”Selama proses 4 sampai 6 pekan ini, lakukan pengecekan setiap pekandan lakukan pengadukan agar prosesnya lebih cepat,” jelasnya.

Menurutnya, selama ini tankos sawit dibakar untuk dijadikan pupuk organik ini tidak baik bagi lingkungan, maka itu pihaknya membuat program dengan mengubah proses pembakaran menjadi fragmentasi tadi. ”Unilak dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginisiasi ini. Program ini salah satu kompetisi tingkat nasional dari Kemendikbud,” ujarnya.

Awalnya, Prama dan para akademisi lainnya prihatin dengan melihat banyaknya tankos sawit di Desa Minas Timur tadi. Setelah itu pihaknya berdiskusi dengan penghulu dan jajaran perangkat serta tokoh pemuda, maka kita sepakat membuat pengolahan tankos dengan metode fragmentasi untuk dijadikan pupuk kompos. ”Mulailah kami pembangunan rumah kompos bersama mahasiswa dan dibantu pihak Desa Minas timur, setelah rumah kompos jadi maka dibuatlah mesin pencacah, sekarang mesin masih di tahap finishing untuk lebih sempurna,” tuturnya.

Baca Juga:  Jemaah Haji Perlu Menjaga Sandal dan Mengingat Nama Terminal

Selanjutnya, ini nanti akan diserahkan kepada pihak Desa Minas Timur, dan akan dikelola melalui sebuah badan usaha yang dipimpin oleh Rozi. Menurut dosen Fakultas Ekonomi Unilak ini, dari program tersebut akan membuka lapangan kerja.

“Insyaallah paling lama awal Desember ini akan beroperasi tempat pembuatan kompos TKKS ini. Karena pupuk kompos dari TKKS ini sangat baik untuk pupuk sawit dan juga bisa digunakan untuk tanaman lainnya. Untuk jangka panjang kami berharap bisa memenuhi kebutuhan pupuk kompos di provinsi Riau,” ujar Prama Widayat, optimis.(ali)

Laporan PANJI A SYUHADA, Pekanbaru

 

(RIAUPOS.CO) – PENGELOLAAN tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk dijadikan pupuk organik dengan cara dibakar adalah cara yang merugikan lingkungan. Metode lawas ini dinilai berdampak serius dan mengakibatkan polusi.

Akademisi dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) berupaya mengubah paradigma, bahwa pengelolaan TKKS atau lazim disebut tankos sawit ini lebih ramah lingkungan apabila dikelola untuk dijadikan pupuk dengan cara difragmentasi.

“Cara ini lebih ramah lingkungan dan bahkan sangat bagus untuk lingkungan. Karena tidak proses ada pembakaran, dan kandungan unsur haranya juga lebih baik daripada dibakar,” kata Dosen Pembimbing, Prama Widayat, kepada Riau Pos, Sabtu (21/11).

Saat ini, dirinya bersama akademisi yang terdiri dari dosen dan para mahasiswa ini pun tengah mempersiapkan tempat di Desa Minas Timur, Kabupaten Siak untuk pengelolaan yang berkelanjutan. Di sana mereka membangun rumah kompos, dan menyiapkan mesin pencacah untuk mencacah tankos sawit tadi sebelum difragmentasi.

Baca Juga:  Bupati Rohi Sampaikan Terima Kasih ke Segenap Anggota DPRD 

Prama menjelaskan, dalam pengelolaan fragmentasi itu tankos sawit yang sudah dicacah dengan cara dicampur dengan cairan EM-4 dan pupuk sapi yang kering harus dibiarkan selama 4 sampai 6 pekan.

Maka nanti hasilnya akan menjadi butiran tanah, kalau sudah menjadi seperti butiran tanah maka itu sudah sah menjadi pupuk kompos. ”Selama proses 4 sampai 6 pekan ini, lakukan pengecekan setiap pekandan lakukan pengadukan agar prosesnya lebih cepat,” jelasnya.

Menurutnya, selama ini tankos sawit dibakar untuk dijadikan pupuk organik ini tidak baik bagi lingkungan, maka itu pihaknya membuat program dengan mengubah proses pembakaran menjadi fragmentasi tadi. ”Unilak dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginisiasi ini. Program ini salah satu kompetisi tingkat nasional dari Kemendikbud,” ujarnya.

Awalnya, Prama dan para akademisi lainnya prihatin dengan melihat banyaknya tankos sawit di Desa Minas Timur tadi. Setelah itu pihaknya berdiskusi dengan penghulu dan jajaran perangkat serta tokoh pemuda, maka kita sepakat membuat pengolahan tankos dengan metode fragmentasi untuk dijadikan pupuk kompos. ”Mulailah kami pembangunan rumah kompos bersama mahasiswa dan dibantu pihak Desa Minas timur, setelah rumah kompos jadi maka dibuatlah mesin pencacah, sekarang mesin masih di tahap finishing untuk lebih sempurna,” tuturnya.

Baca Juga:  Jemaah Haji Perlu Menjaga Sandal dan Mengingat Nama Terminal

Selanjutnya, ini nanti akan diserahkan kepada pihak Desa Minas Timur, dan akan dikelola melalui sebuah badan usaha yang dipimpin oleh Rozi. Menurut dosen Fakultas Ekonomi Unilak ini, dari program tersebut akan membuka lapangan kerja.

“Insyaallah paling lama awal Desember ini akan beroperasi tempat pembuatan kompos TKKS ini. Karena pupuk kompos dari TKKS ini sangat baik untuk pupuk sawit dan juga bisa digunakan untuk tanaman lainnya. Untuk jangka panjang kami berharap bisa memenuhi kebutuhan pupuk kompos di provinsi Riau,” ujar Prama Widayat, optimis.(ali)

Laporan PANJI A SYUHADA, Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari