JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah mencabut pelarangan ekspor minyak goreng (migor) dan bahan baku turunannya, keputusan itu akan mulai berlaku pada 23 Mei 2022. Langkah ini diambil atas dasar ketersediaan minyak goreng yang telah memenuhi kebutuhan nasional.
Untuk diketahui, kebutuhan migor curah di dalam negeri sebesar 194.634 ton per bulan. Sedangkan pasokan minyak goreng sebelum dilakukan kebijakan pelarangan ekspor, pada bulan Maret hanya mencapai 64.626,52 ton atau 33,2 persen dari kebutuhan per bulannya.
Namun, setelah dilakukan kebijakan pelarangan ekspor pasokan migor curah pada bulan April 2022, stok meningkat menjadi 211.638,65 ton per bulan atau 108,74 persen dari kebutuhan nasional. Artinya, kini keperluan bulanan secara nasional dapat terpenuhi.
Mengenai hal itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa keputusan ini berisiko akan kembali meningkatkan harga di pasaran. Adapun, harga minyak goreng di pasaran berada di kisaran Rp17.200 sampai Rp17.600 per liter.
“Selama aturan minyak goreng boleh mengacu pada mekanisme pasar, maka harga yang saat ini rata-rata Rp24.500 per liter di pasar tradisional bisa meningkat lebih tinggi,” terangnya kepada JawaPos.com, Ahad (22/5/2022).
Kata dia, ada tiga solusi yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah segera setelah pencabutan larangan ekspor dilakukan. Pertama, tugaskan Bulog dengan memberi kewenangan untuk ambil alih, setidaknya 40 persen dari total distribusi minyak goreng.
“Selama ini mekanisme pasar gagal mengatur marjin yang dinikmati para distributor migor. Bulog nantinya membeli dari produsen minyak goreng dengan harga wajar, dan melakukan operasi pasar atau menjual sampai ke pasar tradisional,” ungkapnya.
Kedua, hapus kebijakan subsidi ke minyak goreng curah dan ganti dengan minyak goreng kemasan sederhana. Sebab, pengawasan minyak goreng kemasan jauh lebih mudah dibanding curah.
Terakhir adalah jika masalahnya adalah sisi pasokan bahan baku di dalam negeri, maka program biodisel 30 (B30) harus mengalah.
“Target biodisel harus segera direvisi, dan fokuskan dulu untuk penuhi kebutuhan minyak goreng,” ucapnya.
Ia mengingatkan, jika rekomendasi ini tidak berlangsung dengan baik, maka akan muncul kembali mafia minyak goreng yang terjadi sebelumnya.
“Masih ada kalau 3 rekomendasi tadi tidak dijalankan. Karena mafia minyak goreng tidak hanya persoalan izin ekspor CPO tapi juga mafia oplosan curah misalnya, atau distributor yg sengaja lakukan penimbunan,” tutup Bhima.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman