JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Persaingan pasar global memperebutkan produk hortikultura semakin ketat. Masing-masing negara dengan berbagai cara berupaya meningkatkan keunggulan produknya.
Di tengah kompetisi tersebut, Indonesia dituntut mampu mengambil peran strategis sebagai penghasil hortikultura berdaya saing. Caranya dengan terus menata dan memantapkan sistem produksi. Tak hanya sisi hulu yang diperbaiki, sisi hilirnya juga harus terintegrasi.
"Penataan kawasan hortikultura meliputi buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat harus komprehensif. Misalnya kita sudah tetapkan target ekspor buah, maka seluruh mata rantai bisnis hortikultura dari on-farm hingga off-farm, satu sama lain harus sinergis dan menguatkan," ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, di Jakarta, kemarin.
Dirjen yang akrab dipanggil Anton ini tengah merancang formula khusus pengembangan aneka produk hortikultura. Rumusan ini diyakini sebagai jawaban atas keperluan peningkatan kualitas ekspor maupun dalam negeri.
"Kita harus desain penataan kawasan hortikultura menjadi sebuah Grand Design yang lebih komprehensif dan mampu menjawab tantangan pasar global yang semakin dinamis. Rentang tahun 2020-2024 akan menjadi periode yang menentukan apakah kita sanggup bersaing di pasar global atau tidak," ungkapnya.
Menurut Dirjen termuda di Kementerian Pertanian tersebut, pasar global menuntut produk hortikultura yang berkualitas dan aman konsumsi. Bahkan, preferensi konsumen tak lagi sekadar berorientasi produk, namun sudah mulai mempertimbangkan bagaimana proses produk tersebut dihasilkan.
"Mau tidak mau, sistem budidaya yang ramah lingkungan menjadi keharusan. Sistem produksi hortikultura harus berkorelasi positif terhadap perbaikan kualitas lingkungan, misalnya berkontribusi dalam mengurangi emisi CO2," ujar Anton.
Untuk itu, kata Anton, penyediaan benih unggul harus benar-benar diperhatikan. Sarana pra sarana pendukung seperti irigasi, jalan usaha tani, alat mesin pertanian, fasilitas pasca panen hingga pembiayaan dan pemasaran harus berpadu membentuk jejaring kerja yang harmonis. Termasuk di dalamnya harus ada penguatan kapasitas SDM petani dan kelembagaan.
Dihubungi terpisah, Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman, mengatakan pihaknya saat ini telah memulai membangun rintisan kawasan durian terpadu di Desa Simpur, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang.
"Awalnya kami tanam 10 hektare dalam satu hamparan sebagai awal percontohan. Tahun depan kita tambah lagi 200 hektare, sehingga totalnya mencapai 210 hektare dalam satu kawasan," ujar Liferdi.
Sejak awal, pihaknya menggandeng berbagai pihak terkait guna merintis kawasan durian tersebut. Kawasan tersebut dibangun pada lahan perhutanan sosial yang pengelolaannya dilakukan oleh kelompok tani hutan atau KTH.
Liferdi menerangkan bahwa benih duriannya dipilih dari benih unggul dan adaptif dengan agroklimat setempat. Pihaknya turut menyiapkan sarana irigasi. Sosialisasi budidaya ramah lingkungan gencar dilakukan sejak dini. Bahkan rencana penanganan pasca panen, industri olahan pendukung, peningkatan kapasitas SDM, pembiayaan hingga pemasarannya juga termasuk dalam rancangan.
"Ke depan, selain menjadi kawasan komersial, daerah tersebut juga diarahkan menjadi kawasan agrowisata guna meningkatkan kelembagaan petani. Dari kelompok tani biasa menjadi kelompok sadar wisata atau Pokdarwis yang peduli terhadap lingkungan sekaligus berorientasi bisnis.Tentunya yang terlibat akan semakin banyak dan cakupannya semakin luas. Penguatan kemitraan usaha berbasis agribisnis menjadi utama. Itu baru contoh kecil durian, komoditas lainnya tentu akan kami tata dan desain kembali," tegas Liferdi.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi