JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Peluang perpanjangan PPKM Darurat sangat penting dioptimalkan untuk memastikan fasilitas kesehatan tidak kolaps. Pasalnya, saat ini angka ketersediaan ranjang rumah sakit sudah lebih dari 90%. Bahkan, Ibu Kota sendiri saat ini tengah bersiap menghadapi kasus aktif harian Covid-19 yang dapat mencapai 100 ribu pasien.
Tingginya kasus Covid-19 menyebabkan rumah sakit kebanjiran pasien. Banyak pasien akhirnya tak mendapatkan layanan rumah sakit. PPKM Darurat yang sudah berjalan, dinilai tidak ideal karena masih memiliki kelemahan.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) per Ahad (27/6/2021), sebanyak 405 dokter gugur sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Sementara Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyebut kurang lebih 1.000 perawat positif terinfeksi virus corona sejak libur Lebaran Mei 2021. Membludaknya jumlah pasien Covid-19 pada Juni 2021 membuat sejumlah rumah sakit harus berhenti menerima pasien akibat kekurangan tempat tidur. Tenda-tenda darurat di halaman rumah sakit mulai didirikan demi menampung pasien Covid-19 yang tak kebagian ruangan.
Ketua Tim Penanganan Covid-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat menilai tak ada artinya jika PPKM Darurat diterapkan hanya di atas kertas tanpa implementasi yang benar di lapangan.
"Ya, PPKM lebih tegas lagi jangan cuma soal regulasi, aplikasi di lapangan harus nyata, tegas dan memberi sanksi tanpa pandang bulu," kata Jajat kepada wartawan, Selasa (20/7/2021).
Sementara Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengaku khawatir perpanjangan pemberlakuan PPKM Darurat tak bisa meredam kolapsnya fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang terjadi di Indonesia saat ini.
Meski Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berencana menambah sumber daya dan rumah sakit darurat, namun menurutnya, hal itu belum tentu bisa menjawab keadaan tenaga kesehatan yang mulai tumbang saat ini.
Berbeda dengan Griffith, Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono justeru meminta pemerintah memperpanjang PPKM Darurat. Alasanya menurut Pandu, kasus Corona di Indonesia masih belum menunjukkan penurunan yang signifikan.
Meski begitu, terkait perpanjangan PPKM Darurat sampai kapan, Pandu menyerahkannya ke pemerintah.
"Mau cepat (perpanjangan, red) bisa, mau lama juga bisa. Kalau mau cepat ya (kebijakan PPKM Darurat, red) harus benar-benar dikerjain," sebutnya.
Pandu menjelaskan seharusnya pemerintah melakukan sejumlah evaluasi. Tidak hanya soal kebijakan PPKM Darurat, melainkan juga terkait testing, tracing, hingga vaksinasi. Isu perpanjangan PPKM Darurat ini mendapatkan penolakan dari sejumlah pedagang hingga mahasiswa. Bagi Pandu, lebih baik pemerintah tetap fokus memperpanjang PPKM Darurat demi kesehatan dan keselamatan bersama.
"Ya nggak apa-apa, ya biarin saja berpengaruh (kepada pendapatan pedagang, red), kan kita lagi memerangi virus bukan menyenangkan mereka (pedagang, red). Dari dulu emang masyarakat diedukasi? Masyarakat diajak? Kan cuma dilarang-dilarang saja, masyarakat nggak diedukasi, ini masyarakat harus diajari, kenapa nggak boleh dine in, harus dipahami, sampai kapan PPKM Darurat?" sambungnya.
Pandu mendesak pemerintah untuk segera melakukan pengetatan. Ia menyebut, PPKM Darurat yang saat ini hanyalah respon atas apa yang sudah terjadi. Bukan bentuk antisipasi. Seharusnya respon tersebut dilakukan pada awal Juni.
"Tetapi kita selalu terlambat. Sekarang kondisinya darurat dan kalang kabut semuanya," tuturnya.
Pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali pada 3 hingga 20 Juli 2021, menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dokter Widyastuti, bukan strategi ideal. Namun, bukan berarti tidak efektif.
Kelemahannya adalah kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WfH) 100 persen untuk pekerja non-esensial. Kebijakan ini berpotensi multitafsir. Beberapa perkatoran tetap melakukan kegiatan seperti biasa. Kondisi ini menurutnya berpotensi mengurangi harapan menurunkan jumlah kasus. Potensis lonjakan kasus telah terprediksi sebelumnya.
"Jakarta tidak sedang biasa-biasa saja. Saat ini angka kasus aktif hariannya menjadi 91 ribu lebih yang membutuhkan pertolongan medis," ucapnya.
Kehadiran varian Delta membuat penularan virus corona begitu cepat. Varian asal India ini memiliki tingkat penularan lebih tinggi 97 persen dibandingkan virus aslinya. Situasi Indonesia serupa dengan India saat gelombang kedua menerjang pada April-Mei lalu. Penyebaran yang cepat membuat layanan kesehatan kolaps.
Lonjakan kasus di Negeri Bollywood sempat mencapai 400 ribu orang per hari. Banyak pasien tak tertangani. Petugas pengurus jenazah kewalahan menangani mayat korban Covid-19.
Per Selasa (20/7/2021) penambahan jumlah kasus positif di Indonesia mencetak rekor di angka 38.325 orang. Angka ini merupakan yang tertinggi kedua di dunia. Pemerintah di berbagai daerah berusaha menambah kapasitas ranjang rumah sakit. Namun, langkah itu tampaknya tak cukup untuk menangani penambahan pasien.
Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama juga sepakat PPKM Darurat diperpanjang. Namun, perpanjangan juga diiringi dengan pengetatan mobilitas.
"Sebaiknya diperpanjang tapi dengan catatan mampu menurunkan mobilitas baik di lingkungan perumahan atau di tempat kerja atau tempat umum sebesar 70 persen. Karena yang saat ini belum mampu menurunkan mobilitas sampai ke tingkat tersebut terutama di area pemukiman," kata Bayu.
"Jika bisa dievaluasi dan diperketat serta implementasinya diperbaiki terutama di level RT/RW dan area pemukiman maka paling tidak PPKM Darurat 2-3 minggu lagi," katanya mengakhiri.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Hary B Koriun