Mimbar warna hijau toska, terbuat dari kayu yang diukir seperti kelopak dan daun serta bunga, terlihat semakin apik karena warna hijau itu disisip warna putih. Di bagian atas mimbar ada angka 1178 ditulis dengan angka Arab. Jika saat ini 1443 Hijriyah, berarti usia mimbar itu 263 tahun.
Laporan MONANG LUBIS, Siak
Budayawan Siak, Said Muzani membenarkan jika usia membuat itu sedemikian. Menurutnya, sejak dahulu mimbar itulah yang menjadi tempat para khatib menyampaikan syiar Islam di Siak.
Sejak berdirinya Masjid Syahabuddin ini, mimbar ini tak pernah berganti. Mimbar itu tidak pernah rusak bahkan tidak ada satu kayupun diganti.
“Catnya saja yang diperbarui, itupun dengan warna yang sama. Mimbar dan seisi masjid ini sangat terjaga, sebab bagian dari sejarah,” ucap Said Muzani.
Masjid Syahabuddin ini menjadi sentral dalam pengembangan ilmu agama serta menjalankan ibadah bagi umat muslim di masa Kesultanan Siak.
Sultan salat di masjid ini, dalam 5 waktu jika tidak ada kunjungan atau kegiatan lainnya. Di masa itu belum ada jam khusus, orang mengetahui waktu dari azan di masjid ini.
Tamu dan para petinggi yang datang ke istana akan melaksanakan ibadah Salat di masjid ini. Masjid Syahabuddin ini berada di tepi Sungai Jantan. Di zamannya, satu satunya transportasi lewat jalur air.
Para pedagang yang datang dari sejumlah wilayah akan singgah ke masjid tersebut. Sebab masjid itu sejak lama juga sudah menjadi ikon dengan menaranya yang tinggi dan berada tidak jauh dari sungai.
Said Muzani ingat betul, saat Salat Jumat terdapat dua bilal untuk melaksanakan azan. Satu di bagian depan dan satunya di bagian samping ke arah Sungai Jantan.
Untuk pelaksanaan salat, Masjid Syahabuddin memiliki imam khusus yang dipilih secara selektif. Dipilih oleh para mufti atau ulama kerajaan.
“Bacaan ayatnya diuji. Tapi pada masa itu cuma bacaan Alfatihah-nya saja yang diuji,” jelas Said Muzani.
Ketika itu, menurut Said Muzani, imam tetap di Masjid Syahabuddin adalah Tuan Faqih Abdullah dari Solok, Sumatera Barat. Hanya dia saat itu yang lulus tes ufti kerajaan.
Sultan Siak dalam memajukan kerajaan Siak selalu membuka diri kepada siapapun. Orang-orang alim dan religius serta pintar dari luar dibawa sultan ke Siak untuk memajukan kerajaan Siak.
Sementara itu, dari Besilam Langkat, Sumatera Utara ada Abdullah Mukhtar Harahap sebagai penasihat yang juga ulama di Istana Asserayah Alhasyimiah Siak. Khatib Salat Jumat Imam Hamzah tinggal di Mempura.
“Setiap hari Imam Hamzah menggunakan sampan untuk menjadi khatib di masjid ini, dan imamnya Faqih Abdullah,” terang Said Muzani.
Said Muzani menceritakan tentang sosok Sultan Syarif Kasim II. Menurutnya, Sultan merupakan sosok pemimpin yang sangat alim.
“Apa yang diucapkan sultan biasanya terjadi dengan nyata,” jelas Said Muzani.
Ketika itu, jika sultan ke Bagan Siapi-api,orang-orang Tionghoa meminta kaki sultan dicelupkan ke air sungai, lalu ikan-ikan muncul ke permukaan.
Menurut Said Muzani, sebenarnya penyebabnya bukan karena kaki sultan, tapi lebih pada kekuatan doa sultan.
Bicara sultan, tentu bicara banyak hal termasuk siapa yang mencukur rambut sultan. Menurut Said Muzani, yang mencukur rambut Sultan Syarif Kasim II saja, didatangkan tukang pangkas dari Sumatera Barat. Dan merupakan orang orang yang saleh.***