JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Beberapa narapidana asimiliasi dan integrasi yang dibebaskan membuat masyarakat di beberapa daerah resah lantaran mereka kembali bikin ulah. Kendati demikian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan bahwa angka pengulangan tindak pidana dari para napi asimilasi dan integrasi masih relatif rendah.
Yasonna menyebut berbagai evaluasi tetap harus dilakukan untuk memulihkan rasa aman di dalam masyarakat. Terlebih, hingga Senin (20/4) tercatat jumlah warga binaan yang dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi mencapai 38.822 orang.
"Angka pengulangan (kejahatan, Red) ini sebenarnya masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah rate residivisme sebelum Covid-19," ujar Yasonna.
Politisi PDI Perjuangan itu tak menginginkan lagi adanya narapidan yang menjalani program asimilasi dan integrasi mengulangi perbuatannya. "Bila ada berita di media terkait pengulangan tindak pidana, saya minta setiap kanwil bertindak aktif memastikan kebenarannya di kepolisian. Hal ini harus dilakukan agar masyarakat tidak jadi ketakutan akibat berita miring yang tidak benar," tegas Yasonna.
Yasonna juga meminta jajaran Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian. Hal ini terkait kebijakan asimilasi dan integrasi warga binaan di tengah pandemi Covid-19.
"Saya harapkan seluruh Kakanwil dan Kadivpas berkoordinasi dengan para Kapolda di seluruh daerahnya, agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian, agar yang bersangkutan langsung menjalani pidananya," kata Yasonna.
Hal ini sebagai bentuk evaluasi atas sikap masyarakat yang mengeluhkan kebijakan asimilasi dan integrasi Covid-19. Keluhan ini, kata Yasonna, muncul akibat sejumlah kasus pengulangan tindak pidana oleh warga binaan yang dibebaskan melalui kebijakan tersebut.
Terkait insiden kejahatan oleh napi asimilasi, Polres Jakarta Utara belum lama ini menindak tegas AR (42) yang notabene merupakan napi yang mendapat cuti bersyarat atau hak asimilasi dari Kementerian Hukum dan HAM. AR terpaksa ditembak mati anggota Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara pada Sabtu (18/4) malam.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto menyampaikan, AR berstatus residivis yang belum lama ini bebas setelah mendapatkan program asimilasi narapidana di tengah pandemi Covid-19.
"Pelaku ini merupakan residivis dan dia baru keluar dari Lapas yang ada di Bandung yang sebelumnya (dipenjara, Red) di Salemba. Dia mengikuti program asimilasi," kata Budhi.
Budhi menyampaikan, anggota Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara terpaksa menembak AR karena mencoba melawan saat dilakukan penangkapan. AR bersama rekannya JN mencoba melakukan penodongan kepada seorang penumpang yang berada di angkot M15 ke arah Tanjung Priok.
AR sempat mengacungkan celurit yang ia bawa dan melukai salah seorang anggota polisi. Tak mau ambil risiko, polisi pun menembak AR hingga tewas di tempat. "Saat pelaku yang ditembak mati digeledah dompetnya, ditemukan surat cuti bersyarat/asimilasi tertanggal 21 Februari 2020," pungkas Budhi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi