Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pesan 2 Juta Avigan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — SELALU ada harapan di tengah rentetan kondisi buruk imbas pandemi Covid-19. Salah satunya, muncul obat bermerek Avigan. Obat tersebut oleh pemerintah Cina sudah dinyatakan efektif melawan Covid-19. Pemerintah Indonesia akan menggunakannya untuk memenuhi keperluan di Tanah Air. Avigan, tutur Presiden Joko Widodo (Jokowi), sudah diuji coba di beberapa negara. Hasilnya cukup efektif.

"Kita telah mendatangkan 5.000, akan kita coba, dan dalam proses pemesanan 2 juta (dosis)," terangnya di Istana Merdeka, Jumat sore (20/3).

Selain itu, pemerintah menyiapkan tiga juta produk Chloroquine. Obat-obat tersebut akan mendukung program rapid test yang dilaksanakan pemerintah. Distribusinya dilakukan dari rumah ke rumah melalui RS dan puskesmas setempat. Diutamakan bagi daerah yang warganya terinfeksi. BUMN farmasi juga diminta memproduksinya dalam jumlah besar.

Avigan adalah obat bikinan Fujifilm Toyama Chemical, anak perusahaan Fujifilm Holdings Corporation Jepang. Cina secara resmi merekomendasikan penggunaan obat tersebut untuk melawan wabah Covid-19. Sementara itu, Chloroquine selama ini dikenal sebagai obat antimalaria. Di sisi lain, Presiden juga menyampaikan bahwa rapid test sudah dimulai di Jakarta Selatan. Tes dilakukan secara desentralisasi, melibatkan semua laboratorium yang ditunjuk Kemenkes. Harapannya, bisa lebih cepat didapatkan indikasi awal seseorang terinfeksi virus SARS-CoV-2 atau tidak.

Sebagai pendukung rapid test, pemerintah menyiapkan banyak lokasi isolasi untuk mengantisipasi kemungkinan lonjakan penderita setelah pelaksanaan rapid test. Di Jakarta, ada wisma atlet dan sejumlah hotel milik BUMN. Bagaimana dengan daerah? Presiden sudah memerintah Mendagri untuk menyiapkan gedung-gedung yang mungkin bisa dipakai sebagai tempat karantina atau isolasi apabila RS yang disiapkan tidak mencukupi.

"Saya kira daerah memiliki tempat-tempat diklat yang banyak," tambah mantan Wali Kota Solo tersebut.

Di luar itu, tentu saja ada Pulau Galang yang juga disiapkan untuk lokasi karantina. Terutama bagi WNI yang terpaksa dievakuasi dari negara lain akibat virus korona baru. Rapid test untuk Covid-19 menggunakan metode tes imunoglobulin.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan, pada dasarnya ada beberapa metode untuk mendeteksi SARS-CoV-2. Yang paling sensitif adalah metode molekuler yang diistilahkan sebagai PCR (polymerase chain reaction).

Baca Juga:  Bom Mobil Meledak 76 Orang Meninggal

Metode lain adalah pemeriksaan imunoglobulin (imun). Pemeriksaan itu dilakukan sebagai upaya skrining awal dan bisa dilaksanakan masal. "Beberapa negara melakukan hal ini dan kita akan melaksanakannya," terang Yuri.

Yang perlu diketahui masyarakat, tes imunoglobulin akan membuat temuan kasus positif menjadi banyak. Hanya, tidak semua kasus itu harus diartikan diisolasi di RS. "Pada kasus positif tanpa gejala atau dengan gejala ringan, pasien akan diedukasi untuk melaksanakan self-isolation," lanjut Dirjen P2P Kemenkes itu.

Bila temuannya disertai gejala moderat atau sakit sedang, penderita tetap harus dikonfirmasi menggunakan PCR. Sebab, PCR memiliki sensitivitas jauh lebih tinggi daripada rapid test. "Rapid test ini untuk meyakinkan masyarakat apakah dia tertular atau tidak," tuturnya.

Setelah mendapat kepastian, tinggal melihat protokol selanjutnya. Apakah dia perlu isolasi di RS atau cukup di rumah. Tes imunoglobulin merupakan pemeriksaan antibodi atau bagian dari sistem kekebalan tubuh. Ada berbagai jenis antibodi yang dimiliki tubuh. Misalnya, imunoglobulin A (IgA) yang ditemui dalam tubuh sebagai penunjuk alergi. Tes imunitas itu biasanya dilakukan untuk mendiagnosis adanya infeksi pada organ dan gangguan kekebalan tubuh. Salah satu cara pemeriksaannya adalah menggunakan imunokromatografi.

Ketua Umum Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinis dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn) Prof dr Aryati SpPK(K) menyatakan, pelaksanaan rapid test perlu mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya terkait antibodi yang terbentuk pada hari ke-6 atau lebih.
"Antibodi terhadap SARS-CoV-2 belum terbukti dapat menentukan infeksi akut saat ini sehingga belum direkomendasikan untuk diagnostik," ungkapnya. Selain itu, validitas rapid test tersebut belum diketahui. Bahkan, belum dituliskan variasi waktu pengambilan spesimen. Berbagai kondisi tersebut dapat menyebabkan hasil false positive (positif palsu) dan false negative (negatif palsu).

"Hasil positif tidak bisa memastikan betul terinfeksi Covid-19 saat ini, sedangkan hasil negatif tidak bisa menyingkirkan adanya infeksi Covid-19 sehingga tetap berpotensi menularkan kepada orang lain," ucapnya.

Baca Juga:  Gubri Minta Rohul Bentuk Tim Ahli Cagar Budaya

Aryati menjelaskan, false positive dan false negative disebabkan banyak hal. Misalnya, hasil false positive disebabkan kemungkinan bertabrakan antibodi dari virus lain. Berbagai hal yang dapat mengakibatkan hasil false negative adalah belum terbentuknya antibodi saat pengambilan sampel atau sering disebut masa inkubasi serta adanya gangguan pembentukan antibodi pada pasien. "Apabila menemukan hasil rapid test positif, harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan PCR. Apabila ditemukan hasil negatif, harus dilakukan pengambilan sampel ulang 7 sampai 10 hari kemudian," tuturnya.

Di sisi lain, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam menyatakan, tingkat persebaran Covid-19 cukup tinggi. Meski, sebagian besar kasus yang terpapar menunjukkan gejala ringan. Di Indonesia angka kematian mencapai 8,09 persen, sedangkan rata-rata dunia hanya 4,08 persen. ’’Semakin tinggi usia, komplikasi semakin tinggi. Angka kematian besar ini dengan orang penyakit penyerta,’’ ungkapnya.

Untuk itu, kelompok rentan dianjurkan berada di dalam rumah. Sebab, ketika keluar rumah, mereka dikhawatirkan tertular. Terutama dari kasus yang tidak bergejala. "Kalau masyarakat tidak peduli, virus beredar di antara kita," tuturnya.

Sementara itu, berdasar data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, hingga 20 Maret 2020 pukul 13.00 WIB 369 pasien dinyatakan positif tertular. Sebanyak 32 orang meninggal. Yang sembuh baru 17 orang. Pada periode 19 hingga 20 Maret 2020, terdapat tambahan 60 kasus positif baru dan korban jiwa sebanyak 7 orang. DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan kasus terbanyak, yakni 215 orang, disusul Jawa Barat dengan 41 orang dan Banten 37 orang. Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto mengungkapkan, saat ini proses rapid test terus dipersiapkan. Perangkat pemeriksaan (kit) untuk diagnosis Covid-19 mulai berdatangan dan akan dikirim ke daerah.

"Sebanyak 2.000 kit sudah kami terima hari ini. Tinggal kirim. Besok (hari ini, red) 100 ribu lagi akan masuk," katanya, Jumat (20/3).(byu/lyn/mia/syn/wan/c7/ayi/ted)

Laporan: JPG
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — SELALU ada harapan di tengah rentetan kondisi buruk imbas pandemi Covid-19. Salah satunya, muncul obat bermerek Avigan. Obat tersebut oleh pemerintah Cina sudah dinyatakan efektif melawan Covid-19. Pemerintah Indonesia akan menggunakannya untuk memenuhi keperluan di Tanah Air. Avigan, tutur Presiden Joko Widodo (Jokowi), sudah diuji coba di beberapa negara. Hasilnya cukup efektif.

"Kita telah mendatangkan 5.000, akan kita coba, dan dalam proses pemesanan 2 juta (dosis)," terangnya di Istana Merdeka, Jumat sore (20/3).

- Advertisement -

Selain itu, pemerintah menyiapkan tiga juta produk Chloroquine. Obat-obat tersebut akan mendukung program rapid test yang dilaksanakan pemerintah. Distribusinya dilakukan dari rumah ke rumah melalui RS dan puskesmas setempat. Diutamakan bagi daerah yang warganya terinfeksi. BUMN farmasi juga diminta memproduksinya dalam jumlah besar.

Avigan adalah obat bikinan Fujifilm Toyama Chemical, anak perusahaan Fujifilm Holdings Corporation Jepang. Cina secara resmi merekomendasikan penggunaan obat tersebut untuk melawan wabah Covid-19. Sementara itu, Chloroquine selama ini dikenal sebagai obat antimalaria. Di sisi lain, Presiden juga menyampaikan bahwa rapid test sudah dimulai di Jakarta Selatan. Tes dilakukan secara desentralisasi, melibatkan semua laboratorium yang ditunjuk Kemenkes. Harapannya, bisa lebih cepat didapatkan indikasi awal seseorang terinfeksi virus SARS-CoV-2 atau tidak.

- Advertisement -

Sebagai pendukung rapid test, pemerintah menyiapkan banyak lokasi isolasi untuk mengantisipasi kemungkinan lonjakan penderita setelah pelaksanaan rapid test. Di Jakarta, ada wisma atlet dan sejumlah hotel milik BUMN. Bagaimana dengan daerah? Presiden sudah memerintah Mendagri untuk menyiapkan gedung-gedung yang mungkin bisa dipakai sebagai tempat karantina atau isolasi apabila RS yang disiapkan tidak mencukupi.

"Saya kira daerah memiliki tempat-tempat diklat yang banyak," tambah mantan Wali Kota Solo tersebut.

Di luar itu, tentu saja ada Pulau Galang yang juga disiapkan untuk lokasi karantina. Terutama bagi WNI yang terpaksa dievakuasi dari negara lain akibat virus korona baru. Rapid test untuk Covid-19 menggunakan metode tes imunoglobulin.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan, pada dasarnya ada beberapa metode untuk mendeteksi SARS-CoV-2. Yang paling sensitif adalah metode molekuler yang diistilahkan sebagai PCR (polymerase chain reaction).

Baca Juga:  Bom Mobil Meledak 76 Orang Meninggal

Metode lain adalah pemeriksaan imunoglobulin (imun). Pemeriksaan itu dilakukan sebagai upaya skrining awal dan bisa dilaksanakan masal. "Beberapa negara melakukan hal ini dan kita akan melaksanakannya," terang Yuri.

Yang perlu diketahui masyarakat, tes imunoglobulin akan membuat temuan kasus positif menjadi banyak. Hanya, tidak semua kasus itu harus diartikan diisolasi di RS. "Pada kasus positif tanpa gejala atau dengan gejala ringan, pasien akan diedukasi untuk melaksanakan self-isolation," lanjut Dirjen P2P Kemenkes itu.

Bila temuannya disertai gejala moderat atau sakit sedang, penderita tetap harus dikonfirmasi menggunakan PCR. Sebab, PCR memiliki sensitivitas jauh lebih tinggi daripada rapid test. "Rapid test ini untuk meyakinkan masyarakat apakah dia tertular atau tidak," tuturnya.

Setelah mendapat kepastian, tinggal melihat protokol selanjutnya. Apakah dia perlu isolasi di RS atau cukup di rumah. Tes imunoglobulin merupakan pemeriksaan antibodi atau bagian dari sistem kekebalan tubuh. Ada berbagai jenis antibodi yang dimiliki tubuh. Misalnya, imunoglobulin A (IgA) yang ditemui dalam tubuh sebagai penunjuk alergi. Tes imunitas itu biasanya dilakukan untuk mendiagnosis adanya infeksi pada organ dan gangguan kekebalan tubuh. Salah satu cara pemeriksaannya adalah menggunakan imunokromatografi.

Ketua Umum Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinis dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn) Prof dr Aryati SpPK(K) menyatakan, pelaksanaan rapid test perlu mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya terkait antibodi yang terbentuk pada hari ke-6 atau lebih.
"Antibodi terhadap SARS-CoV-2 belum terbukti dapat menentukan infeksi akut saat ini sehingga belum direkomendasikan untuk diagnostik," ungkapnya. Selain itu, validitas rapid test tersebut belum diketahui. Bahkan, belum dituliskan variasi waktu pengambilan spesimen. Berbagai kondisi tersebut dapat menyebabkan hasil false positive (positif palsu) dan false negative (negatif palsu).

"Hasil positif tidak bisa memastikan betul terinfeksi Covid-19 saat ini, sedangkan hasil negatif tidak bisa menyingkirkan adanya infeksi Covid-19 sehingga tetap berpotensi menularkan kepada orang lain," ucapnya.

Baca Juga:  Blok Rokan, LAMR Dumai Jangan Hanya Jadi Penonton

Aryati menjelaskan, false positive dan false negative disebabkan banyak hal. Misalnya, hasil false positive disebabkan kemungkinan bertabrakan antibodi dari virus lain. Berbagai hal yang dapat mengakibatkan hasil false negative adalah belum terbentuknya antibodi saat pengambilan sampel atau sering disebut masa inkubasi serta adanya gangguan pembentukan antibodi pada pasien. "Apabila menemukan hasil rapid test positif, harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan PCR. Apabila ditemukan hasil negatif, harus dilakukan pengambilan sampel ulang 7 sampai 10 hari kemudian," tuturnya.

Di sisi lain, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam menyatakan, tingkat persebaran Covid-19 cukup tinggi. Meski, sebagian besar kasus yang terpapar menunjukkan gejala ringan. Di Indonesia angka kematian mencapai 8,09 persen, sedangkan rata-rata dunia hanya 4,08 persen. ’’Semakin tinggi usia, komplikasi semakin tinggi. Angka kematian besar ini dengan orang penyakit penyerta,’’ ungkapnya.

Untuk itu, kelompok rentan dianjurkan berada di dalam rumah. Sebab, ketika keluar rumah, mereka dikhawatirkan tertular. Terutama dari kasus yang tidak bergejala. "Kalau masyarakat tidak peduli, virus beredar di antara kita," tuturnya.

Sementara itu, berdasar data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, hingga 20 Maret 2020 pukul 13.00 WIB 369 pasien dinyatakan positif tertular. Sebanyak 32 orang meninggal. Yang sembuh baru 17 orang. Pada periode 19 hingga 20 Maret 2020, terdapat tambahan 60 kasus positif baru dan korban jiwa sebanyak 7 orang. DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan kasus terbanyak, yakni 215 orang, disusul Jawa Barat dengan 41 orang dan Banten 37 orang. Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto mengungkapkan, saat ini proses rapid test terus dipersiapkan. Perangkat pemeriksaan (kit) untuk diagnosis Covid-19 mulai berdatangan dan akan dikirim ke daerah.

"Sebanyak 2.000 kit sudah kami terima hari ini. Tinggal kirim. Besok (hari ini, red) 100 ribu lagi akan masuk," katanya, Jumat (20/3).(byu/lyn/mia/syn/wan/c7/ayi/ted)

Laporan: JPG
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari