Rabu, 18 September 2024

Dihentikannya 36 Perkara Korupsi, Eks Ketua KPK Abraham Menilai Tidak Wajar

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyesalkan langkah pimpinan KPK jilid V yang telah menghentikan 36 perkara korupsi pada tahap penyelidikan. Samad memandang, seharusnya sebelum menghentikan perkara, tim penyelidik maupun penyidik yang menangani perkara harus dilibatkan.

“Saya pikir ini sesuatu yang diluar kewajaran KPK selama ini. Seharusnya sebelum menghentikan kasus di tingkat penyelidikan harus dikaji dan dianalisis bersama teman-teman penyelidik dan penyidik, agar mendapat gambaran yamg obyektif dan jelas mengenai setiap kasus itu,” kata Samad dikonfirmasi, Jumat (21/2).

Samad kemudian membandingkan KPK yang dikomandoi Firli Bahuri dengan era kepemimpinannya saat itu. Menurutnya, pada era kepemimpinannya tidak bisa dengan mudah menghentikan perkara pada tahap penyelidikan maupun penyidikan.

Oleh karena itu, proses dalam setiap perkara korupsi harus ditangani secara obyektif. Hal ini untuk melihat secara rinci konstruksi perkara, maupun adanya dugaan korupsi dalam setiap perkara yang ditangani.

- Advertisement -

“Pimpinan tidak boleh dengan mudah menghentikan penyelidikan, ada mekanisme yang obyektif dan akuntabel yang harus dilakukan sebelum mengambil keputusan,” tegas Samad.

Baca Juga:  Jadi Tersangka, Edy Mulyadi Langsung Ditahan

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengklaim 36 perkara dalam tahap penyelidikan yang dihentikan merupakan salah satu bentuk untuk mewujudkan tujuan hukum. Jenderal bintang tiga ini tidak menginginkan adanya perkara yang tidak pasti dalam tahap penyelidikan.

- Advertisement -

“Tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Tidak boleh perkara digantung gantung untuk menakut-nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan,” kata Firli dalam pesan singkatnya, Jumat (21/2).

Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini beralasan, perkara dalam penyelidikan dihentikan lantaran tidak ditemuinya tindak pidana maupun alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.

“Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan. Justru kalau tidak dihentikan, maka bisa disalahgunakan untuk pemerasan dan kepentingan lainnya,” klaim Firli.

Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri memastikan, 36 perkara yang dihentikan pada tahap penyelidikan tidak ada perkara besar atau yang tengah menjadi perhatian publik. Seperti kasus RJ Lino, divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara hingga dugaan korupsi Bank Century masih terus berjalan.

Baca Juga:  Respon DPR, Perpanjangan SKT FPI Pasti Keluar, Penuhi Persyaratan

“Jadi supaya jelas dan clear. Bukan di NTB, bukan RJL,bukan Century, Sumber Waras, bukan. Kami pastikan itu supaya jelas dan clear. Tapi perkara lain,” ujar Ali di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/2) malam.

Kendati demikian, Ali enggan membeberkan secara rinci terkait 36 perkara korupsi yang penyelidikannya telah dihentikan. Ali hanya menyebut jenis dugaan korupsi yang penyelidikannya dihentikan cukup beragam, mulai dari dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, kementerian hingga anggota DPR maupun DPRD.

“Untuk tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/ DPRD,” pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Deslina

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyesalkan langkah pimpinan KPK jilid V yang telah menghentikan 36 perkara korupsi pada tahap penyelidikan. Samad memandang, seharusnya sebelum menghentikan perkara, tim penyelidik maupun penyidik yang menangani perkara harus dilibatkan.

“Saya pikir ini sesuatu yang diluar kewajaran KPK selama ini. Seharusnya sebelum menghentikan kasus di tingkat penyelidikan harus dikaji dan dianalisis bersama teman-teman penyelidik dan penyidik, agar mendapat gambaran yamg obyektif dan jelas mengenai setiap kasus itu,” kata Samad dikonfirmasi, Jumat (21/2).

Samad kemudian membandingkan KPK yang dikomandoi Firli Bahuri dengan era kepemimpinannya saat itu. Menurutnya, pada era kepemimpinannya tidak bisa dengan mudah menghentikan perkara pada tahap penyelidikan maupun penyidikan.

Oleh karena itu, proses dalam setiap perkara korupsi harus ditangani secara obyektif. Hal ini untuk melihat secara rinci konstruksi perkara, maupun adanya dugaan korupsi dalam setiap perkara yang ditangani.

“Pimpinan tidak boleh dengan mudah menghentikan penyelidikan, ada mekanisme yang obyektif dan akuntabel yang harus dilakukan sebelum mengambil keputusan,” tegas Samad.

Baca Juga:  Pelajar di Tambang Antusias Ikut Vaksinasi

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengklaim 36 perkara dalam tahap penyelidikan yang dihentikan merupakan salah satu bentuk untuk mewujudkan tujuan hukum. Jenderal bintang tiga ini tidak menginginkan adanya perkara yang tidak pasti dalam tahap penyelidikan.

“Tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Tidak boleh perkara digantung gantung untuk menakut-nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan,” kata Firli dalam pesan singkatnya, Jumat (21/2).

Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini beralasan, perkara dalam penyelidikan dihentikan lantaran tidak ditemuinya tindak pidana maupun alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.

“Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan. Justru kalau tidak dihentikan, maka bisa disalahgunakan untuk pemerasan dan kepentingan lainnya,” klaim Firli.

Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri memastikan, 36 perkara yang dihentikan pada tahap penyelidikan tidak ada perkara besar atau yang tengah menjadi perhatian publik. Seperti kasus RJ Lino, divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara hingga dugaan korupsi Bank Century masih terus berjalan.

Baca Juga:  Harry Klaim Tidak Ada Jalan Lain

“Jadi supaya jelas dan clear. Bukan di NTB, bukan RJL,bukan Century, Sumber Waras, bukan. Kami pastikan itu supaya jelas dan clear. Tapi perkara lain,” ujar Ali di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/2) malam.

Kendati demikian, Ali enggan membeberkan secara rinci terkait 36 perkara korupsi yang penyelidikannya telah dihentikan. Ali hanya menyebut jenis dugaan korupsi yang penyelidikannya dihentikan cukup beragam, mulai dari dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, kementerian hingga anggota DPR maupun DPRD.

“Untuk tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/ DPRD,” pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Deslina

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari