Jumat, 22 November 2024
spot_img

Manfaat Jahe dan Kunyit Sebagai Obat

- Advertisement -

RIAUPOS.CO – Tren kembali ke pengobatan bahan-bahan alam atau herbal saat ini sedang digemari. Masyarakat lebih suka membuat sendiri obat rumahan salah satunya untuk menjaga daya tahan tubuh. Apalagi di tengah musim hujan dan wabah virus korona jenis baru yang melanda dunia.

Maka jahe, kunyit, temulawak dan serai, menjadi herbal pilihan untuk obat rumahan. Masyarakat suka merebusnya sendiri dan meminumnya rutin. Cara itu dipercaya bisa menangkal virus dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, mengungkapkan, aneka herbal memang sudah diyakini sejak zaman dulu dan sudah diracik sejak lama sebagai jamu. Salah satunya untuk meningkatkan sistem imun. Namun dia menegaskan semuanya tetap harus ada bukti penelitian yang kuat.

“Dari zaman dulu ya. Tanaman herbal tingkatkan imun sistem. Tapi harus ada ukuran tertentu. Harus ada evidence based-nya. Kalau dibikin dengan baik. Dengan ukuran dan tepat diteliti pasti jamu akan sangat baik sekali. Saya setuju, memang hidup harus back to nature,” jelas Prof Iris.

Baca Juga:  Cuaca Buruk, Citilink Batalkan 40 Rute Penerbangan Hari Ini

Sebutannya, kata dia, saat ini adalah fitofarmaka bukan lagi jamu. Fitofarmaka meneliti bahan-bahan herbal dan diakui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

- Advertisement -
- Advertisement -

“Fitofarmaka dari tanaman herbal, terukur dan sudah dilakukan penelitiannya. Sebab kalau bicara herbal, kalau kelebihan takut terjadi efek samping. Kekurangan dosis malah tak berefek. Harus ada evidence based. Kami sangat mendukung sekali tanaman-tanaman itu. Sekarang juga sudah marak sekali memang,” katanya.

Hal senada diungkapkan Prof. dr. Bambang Supriyatno, SpA (K), Konsultan Respi Anak di RSCM. Dia menegaskan segala pengobatan dari bahan herbal harus ada bukti penelitiannya.

“Memang itu semua mulai dikembangkan oleh nenek moyang kita. Prinsipnya harus ada evidence based. Dulu kan juga sudah dikenal tuh seperti sambiloto. Itu semua obat-obatan dari alam,” kata Prof Bambang.

Baca Juga:  Di Tengah Pandemi, KSSB Tetap Peduli dan Berbagi

Terakhir, dr Erlina Burhan, M.Sc, SpP (K), Konsultan Paru Sub Infeksi RSUP Persahabatan juga ikut menanggapi soal obat herbal. Menurutnya kebiasaan masyarakat minum segala rebusan herbal juga harus mempertimbangkan efektivitasnya.

“Tanaman tradisional digunakan untuk meningkatkan imun sistem. Tapi harus ada evidence based. Sekarang kan semua direbus ya apa-apa, senang banget tuh masyarakat semuanya pasti rebus sendiri. Perlu diingat, herbal itu bisa juga kalau suhunya kelebihan, zat yang baik akan hilang, malah toksiknya yang muncul. Sebaiknya gunakan obat-obat tradisional yang diolah industri dan sudah ada evidence based dan terdaftar di BPOM,” tutup dr. Erlina.

Sumber: Jawapos.com
Editor :Deslina

RIAUPOS.CO – Tren kembali ke pengobatan bahan-bahan alam atau herbal saat ini sedang digemari. Masyarakat lebih suka membuat sendiri obat rumahan salah satunya untuk menjaga daya tahan tubuh. Apalagi di tengah musim hujan dan wabah virus korona jenis baru yang melanda dunia.

Maka jahe, kunyit, temulawak dan serai, menjadi herbal pilihan untuk obat rumahan. Masyarakat suka merebusnya sendiri dan meminumnya rutin. Cara itu dipercaya bisa menangkal virus dan meningkatkan daya tahan tubuh.

- Advertisement -

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, mengungkapkan, aneka herbal memang sudah diyakini sejak zaman dulu dan sudah diracik sejak lama sebagai jamu. Salah satunya untuk meningkatkan sistem imun. Namun dia menegaskan semuanya tetap harus ada bukti penelitian yang kuat.

“Dari zaman dulu ya. Tanaman herbal tingkatkan imun sistem. Tapi harus ada ukuran tertentu. Harus ada evidence based-nya. Kalau dibikin dengan baik. Dengan ukuran dan tepat diteliti pasti jamu akan sangat baik sekali. Saya setuju, memang hidup harus back to nature,” jelas Prof Iris.

- Advertisement -
Baca Juga:  Koperasi Pilar Penggerak Ekonomi Desa

Sebutannya, kata dia, saat ini adalah fitofarmaka bukan lagi jamu. Fitofarmaka meneliti bahan-bahan herbal dan diakui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

“Fitofarmaka dari tanaman herbal, terukur dan sudah dilakukan penelitiannya. Sebab kalau bicara herbal, kalau kelebihan takut terjadi efek samping. Kekurangan dosis malah tak berefek. Harus ada evidence based. Kami sangat mendukung sekali tanaman-tanaman itu. Sekarang juga sudah marak sekali memang,” katanya.

Hal senada diungkapkan Prof. dr. Bambang Supriyatno, SpA (K), Konsultan Respi Anak di RSCM. Dia menegaskan segala pengobatan dari bahan herbal harus ada bukti penelitiannya.

“Memang itu semua mulai dikembangkan oleh nenek moyang kita. Prinsipnya harus ada evidence based. Dulu kan juga sudah dikenal tuh seperti sambiloto. Itu semua obat-obatan dari alam,” kata Prof Bambang.

Baca Juga:  52 Rumah Sakit Polri Telah Disiapkan untuk Pasien COVID-19

Terakhir, dr Erlina Burhan, M.Sc, SpP (K), Konsultan Paru Sub Infeksi RSUP Persahabatan juga ikut menanggapi soal obat herbal. Menurutnya kebiasaan masyarakat minum segala rebusan herbal juga harus mempertimbangkan efektivitasnya.

“Tanaman tradisional digunakan untuk meningkatkan imun sistem. Tapi harus ada evidence based. Sekarang kan semua direbus ya apa-apa, senang banget tuh masyarakat semuanya pasti rebus sendiri. Perlu diingat, herbal itu bisa juga kalau suhunya kelebihan, zat yang baik akan hilang, malah toksiknya yang muncul. Sebaiknya gunakan obat-obat tradisional yang diolah industri dan sudah ada evidence based dan terdaftar di BPOM,” tutup dr. Erlina.

Sumber: Jawapos.com
Editor :Deslina

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari