Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Rakyat Myanmar Kini Angkat Senjata Lawan Kudeta

Myanmar (RIAUPOS.CO) – Pemberitaan tentang kudeta junta militer Myanmar mulai mereda. Tapi, tidak dengan semangat rakyatnya. Mereka masih berjuang untuk bebas dari tirani penguasa.

"Sebelum kudeta, saya bahkan tidak tega membunuh binatang." Andrew, bukan nama sebenarnya, mengatakannya sambil mengingat masa lalunya. Kini, pemuda 27 tahun asal Kayah, Myanmar, itu berbeda. Sejak kudeta militer 1 Februari lalu, Andrew memilih untuk melawan.

Awalnya, dia hanya ikut aksi turun ke jalan. Namun, sekitar dua bulan lalu, Andrew memutuskan untuk berlatih senapan berburu. Dia memilih angkat senjata setelah melihat polisi dan militer Myanmar membunuh penduduk dengan tangan dingin. Lebih dari 860 penduduk tewas di tangan junta militer dan sekitar 6 ribu lainnya ditangkap.

Andrew bukan satu-satunya. Kini kian banyak yang memilih untuk melawan dengan cara yang sama. Mereka berlatih kepada para pemberontak yang berada di wilayah perbatasan dengan Thailand. Mayoritas memilih menyembunyikan identitasnya guna melindungi keluarganya. Chinland Defence Force (CDF) adalah salah satu yang membantu penduduk berlatih melawan militer Myanmar.

Sebagian lainnya, seperti Andrew, memilih bergabung dengan pasukan pertahanan sipil yang tersebar di beberapa kota sejak akhir Maret. Mereka adalah penduduk lokal yang memilih melawan bukan karena ingin merdeka seperti para pemberontak, tapi ingin bebas dari kekangan militer.

Salai Vakok, salah satu tentara perlawanan, sempat berharap agar ada pihak di luar negaranya yang membantu melawan junta militer. Sayangnya, harapannya betepuk sebelah tangan. Pria yang dulu merupakan pekerja di lembaga pengembangan masyarakat tersebut kini ikut melawan.

Baca Juga:  Pembangunan Infrastruktur di Pekaitan Terus Berkembang

Militer Myanmar memeriksa tiap desa dan menyerang siapa saja tidak peduli tempat dan jenis kelamin. Gereja-gereja yang menjadi tempat perlindungan perempuan dan anak-anak juga diserang. Mereka akhirnya memilih lari ke hutan.

Perlawanan memang tidak imbang. Militer Myanmar punya pengalaman lebih dari 70 tahun untuk menindak warga sipil. Mereka juga memiliki persenjatan senilai lebih dari USD 2 miliar atau setara dengan Rp 28,8 triliun.

Pasukan pemberontak memiliki kapasitas dan sumber daya yang sudah terlatih selama bertahun-tahun. Meski bukan lawan seimbang, setidaknya pertahanan mereka kuat. Tapi, itu berbeda dengan unit perlawanan yang ada di desa dan kota-kota. Mereka hanya memiliki senapan pemburu untuk sekali tembak dan senjata buatan seadanya. Beberapa hanya berlatih bertempur seadanya.

Desa Kin Ma di Pauk, Magway, menjadi bukti nyata betapa tidak seimbangnya kekuatan perlawanan penduduk dan kebengisan militer Myanmar. Desa berpenduduk 800 juta jiwa tersebut kini sebagian besar telah hangus dan rata dengan tanah. Dua lansia tewas terbakar karena tak mampu lari keluar rumah.

Itu bukan kebakaran biasa. Junta militer bentrok dengan penduduk. Desa tersebut akhirnya dibumihanguskan Selasa (15/6). Sistem pelacakan api satelit NASA mencatat, api terbesar terjadi sekitar pukul 21.52 waktu setempat. Keesokan harinya, hanya ada sekitar 30 rumah yang tersisa. Api telah melahap sekitar 200 rumah. Sejak kudeta, ada sekitar 230 ribu penduduk yang meninggalkan rumahnya dan berlindung di hutan.

Junta militer juga menyerang dengan senjata militer berat. Akhir Mei lalu sebuah artileri ditembakkan ke gereja Katolik yang dipakai sebagai selter 300 orang penduduk. Sebanyak 4 penduduk tewas.

Baca Juga:  Samsung Buat Paten Baru Lagi, Layar yang Bisa Diregangkan

Selain itu, junta militer menghalangi akses masuk bantuan kemanusiaan berupa obat, makanan, dan barang lain ke penduduk. Relawan yang membagikan bantuan ditembak mati. Termasuk, penduduk yang keluar dari hutan untuk mengambil bantuan beras dan barang-barang lainnya.

"Myanmar saat ini seperti rumah jagal. Orang dibunuh setiap hari seperti hewan,"ujar Gue Gue. Dia adalah dokter yang bergabung dengan perlawanan bawah tanah di Yangon.

Pria 29 tahun tersebut menegaskan, rakyat hanya punya dua pilihan, tunduk atau melawan. Bagi dia, perlawanan dengan hanya salam tiga jari seperti di awal aksi tidak akan membuahkan hasil. Karena itulah, mereka memilih angkat senjata. "Itu karena kami tidak bisa mendapatkan apa yang kami inginkan dengan cara damai," tegasnya.

Para pekerja media juga ikut melawan lewat tulisan-tulisannya. Nasib mereka pun sama. Tidak peduli jurnalis lokal ataupun internasional. Danny Fenster adalah salah satunya. Redaktur pelaksana di Frontier Myanmar itu ditahan saat akan pulang ke negara asalnya, AS, pada 24 Mei lalu. Dia mendekam di penjara Insein.

Kamis (17/6) Fenster diadili di pengadilan khusus Yangon. Dia didakwa karena menerbitkan atau mengedarkan pernyataan yang menimbulkan ketakutan, berita palsu, dan atau menghasut pegawai pemerintah. Ancaman hukumannya 3 tahun penjara. Pasal 505a KUHP di Myanmar tersebut kini dipakai untuk menjerat puluhan pekerja media.(sha/c13/bay)

 

Myanmar (RIAUPOS.CO) – Pemberitaan tentang kudeta junta militer Myanmar mulai mereda. Tapi, tidak dengan semangat rakyatnya. Mereka masih berjuang untuk bebas dari tirani penguasa.

"Sebelum kudeta, saya bahkan tidak tega membunuh binatang." Andrew, bukan nama sebenarnya, mengatakannya sambil mengingat masa lalunya. Kini, pemuda 27 tahun asal Kayah, Myanmar, itu berbeda. Sejak kudeta militer 1 Februari lalu, Andrew memilih untuk melawan.

- Advertisement -

Awalnya, dia hanya ikut aksi turun ke jalan. Namun, sekitar dua bulan lalu, Andrew memutuskan untuk berlatih senapan berburu. Dia memilih angkat senjata setelah melihat polisi dan militer Myanmar membunuh penduduk dengan tangan dingin. Lebih dari 860 penduduk tewas di tangan junta militer dan sekitar 6 ribu lainnya ditangkap.

Andrew bukan satu-satunya. Kini kian banyak yang memilih untuk melawan dengan cara yang sama. Mereka berlatih kepada para pemberontak yang berada di wilayah perbatasan dengan Thailand. Mayoritas memilih menyembunyikan identitasnya guna melindungi keluarganya. Chinland Defence Force (CDF) adalah salah satu yang membantu penduduk berlatih melawan militer Myanmar.

- Advertisement -

Sebagian lainnya, seperti Andrew, memilih bergabung dengan pasukan pertahanan sipil yang tersebar di beberapa kota sejak akhir Maret. Mereka adalah penduduk lokal yang memilih melawan bukan karena ingin merdeka seperti para pemberontak, tapi ingin bebas dari kekangan militer.

Salai Vakok, salah satu tentara perlawanan, sempat berharap agar ada pihak di luar negaranya yang membantu melawan junta militer. Sayangnya, harapannya betepuk sebelah tangan. Pria yang dulu merupakan pekerja di lembaga pengembangan masyarakat tersebut kini ikut melawan.

Baca Juga:  Bagikan Ribuan Flyer hingga Intensifkan Operasi Simpatik di Tol Permai

Militer Myanmar memeriksa tiap desa dan menyerang siapa saja tidak peduli tempat dan jenis kelamin. Gereja-gereja yang menjadi tempat perlindungan perempuan dan anak-anak juga diserang. Mereka akhirnya memilih lari ke hutan.

Perlawanan memang tidak imbang. Militer Myanmar punya pengalaman lebih dari 70 tahun untuk menindak warga sipil. Mereka juga memiliki persenjatan senilai lebih dari USD 2 miliar atau setara dengan Rp 28,8 triliun.

Pasukan pemberontak memiliki kapasitas dan sumber daya yang sudah terlatih selama bertahun-tahun. Meski bukan lawan seimbang, setidaknya pertahanan mereka kuat. Tapi, itu berbeda dengan unit perlawanan yang ada di desa dan kota-kota. Mereka hanya memiliki senapan pemburu untuk sekali tembak dan senjata buatan seadanya. Beberapa hanya berlatih bertempur seadanya.

Desa Kin Ma di Pauk, Magway, menjadi bukti nyata betapa tidak seimbangnya kekuatan perlawanan penduduk dan kebengisan militer Myanmar. Desa berpenduduk 800 juta jiwa tersebut kini sebagian besar telah hangus dan rata dengan tanah. Dua lansia tewas terbakar karena tak mampu lari keluar rumah.

Itu bukan kebakaran biasa. Junta militer bentrok dengan penduduk. Desa tersebut akhirnya dibumihanguskan Selasa (15/6). Sistem pelacakan api satelit NASA mencatat, api terbesar terjadi sekitar pukul 21.52 waktu setempat. Keesokan harinya, hanya ada sekitar 30 rumah yang tersisa. Api telah melahap sekitar 200 rumah. Sejak kudeta, ada sekitar 230 ribu penduduk yang meninggalkan rumahnya dan berlindung di hutan.

Junta militer juga menyerang dengan senjata militer berat. Akhir Mei lalu sebuah artileri ditembakkan ke gereja Katolik yang dipakai sebagai selter 300 orang penduduk. Sebanyak 4 penduduk tewas.

Baca Juga:  Fitur Samsung DeX Bikin Kerja Lebih Mudah dan Cepat, Begini Sistemnya

Selain itu, junta militer menghalangi akses masuk bantuan kemanusiaan berupa obat, makanan, dan barang lain ke penduduk. Relawan yang membagikan bantuan ditembak mati. Termasuk, penduduk yang keluar dari hutan untuk mengambil bantuan beras dan barang-barang lainnya.

"Myanmar saat ini seperti rumah jagal. Orang dibunuh setiap hari seperti hewan,"ujar Gue Gue. Dia adalah dokter yang bergabung dengan perlawanan bawah tanah di Yangon.

Pria 29 tahun tersebut menegaskan, rakyat hanya punya dua pilihan, tunduk atau melawan. Bagi dia, perlawanan dengan hanya salam tiga jari seperti di awal aksi tidak akan membuahkan hasil. Karena itulah, mereka memilih angkat senjata. "Itu karena kami tidak bisa mendapatkan apa yang kami inginkan dengan cara damai," tegasnya.

Para pekerja media juga ikut melawan lewat tulisan-tulisannya. Nasib mereka pun sama. Tidak peduli jurnalis lokal ataupun internasional. Danny Fenster adalah salah satunya. Redaktur pelaksana di Frontier Myanmar itu ditahan saat akan pulang ke negara asalnya, AS, pada 24 Mei lalu. Dia mendekam di penjara Insein.

Kamis (17/6) Fenster diadili di pengadilan khusus Yangon. Dia didakwa karena menerbitkan atau mengedarkan pernyataan yang menimbulkan ketakutan, berita palsu, dan atau menghasut pegawai pemerintah. Ancaman hukumannya 3 tahun penjara. Pasal 505a KUHP di Myanmar tersebut kini dipakai untuk menjerat puluhan pekerja media.(sha/c13/bay)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari