JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya laut dan pesisir di berbagai daerah perlu memperbesar peran nelayan agar dapat selaras dengan komitmen global dalam Sustainable Ocean Economy (SOE) atau ekonomi laut berkelanjutan.
"Ke depan, pengelolaan laut harus dilakukan secara lebih adil dengan memberikan peluang kepada semua orang untuk mengambil manfaat yang sama, termasuk nelayan yang selama ini terabaikan," kata Ketua Umum Iskindo, Zulficar Mochtar, di Jakarta.
Zulficar mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang ikut menginisiasi dan mendukung komitmen SOE tersebut.
Sebagaimana diketahui, sebanyak pemimpin dunia dari beragam negara termasuk Indonesia terlibat dalam tercetusnya deklarasi SOE yang merupakan kesadaran baru dan langkah maju untuk semakin bijak mengelola laut.
Deklarasi SOE, lanjutnya, didasari fakta bahwa kebutuhan pemanfaatan laut yang makin besar dewasa ini menyebabkan eksploitasi yang berlebihan. Para pemimpin dunia tersebut menyadari bahwa pengelolaan laut saat ini dan masa depan perlu didasari oleh cara pandang yang sama, inklusif, berbasis pengetahuan, mengedepankan solidaritas, negara yang berbagi dan berkelanjutan.
"Peluang alternatif pendanaan sebesar 90 triliun dolar AS dalam SOE perlu dimanfaatkan Indonesia untuk melanjutkan pembangunan kelautan nasional agar dapat memperbaiki tata kelola, melakukan rehabilitasi ekosistem pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan," kata Zulficar.
Direktur Kelautan Bappenas, Sri Yanti, memberikan jaminan bahwa inisiatif global seperti SOE dan SDGs telah diakomodir dalam strategi pembangunan jangka menengah dan jangka panjang nasional.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Dr Hendra Yusran Siri mengatakan bahwa KKP sedang menyiapkan sejumlah regulasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Menurut Ketua Harian Iskindo, Moh Abdi Suhufan, aspek yang perlu ada dalam regulasi tersebut adalah perlunya mengintegrasikan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berbasis daratan.
Terkait dengan nelayan, sebelumnya Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim merekomendasikan agar dana pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di berbagai pelabuhan perikanan dapat disisihkan sebagian untuk skema THR bagi nelayan.
"Pemanfaatan TPI untuk penjualan hasil tangkapan nelayan bisa disisihkan sebagian hasilnya untuk simpanan hari raya (bagi nelayan, red)," kata Abdul Halim.
Namun, menurut dia, permasalahan yang ada pada saat ini di berbagai pelabuhan perikanan di daerah adalah masih banyak TPI yang tidak terkelola dengan sangat baik.
Apalagi, ia juga mengingatkan bahwa peran middle man atau perantara antara nelayan dengan perusahaan penampung perikanan dinilai masih terlalu dominan.
"Mestinya skema ala THR ini bisa disiapkan melalui kerja sama antara KKP dan pemda, khususnya tingkat kabupaten-kota, yang bersentuhan langsung terkait dengan urusan pemberdayaan nelayan," katanya.
Sumber: JPNN/Antara/JPG/Pojoksatu
Editor: Hary B Koriun