JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Memberikan air susu ibu (ASI) kepada anak merupakan momen yang paling dinantikan. Apalagi kalau perdana jadi ibu. ASI memiliki manfaat yang melimpah bagi buah hati. Namun, bagaimana jika ibu dinyatakan terinfeksi Covid-19?
SEDIH, pasti! Baru saja melewati fase yang menegangkan ketika melahirkan dengan bertaruh nyawa. Setelah itu, ibu harus menghadapi kenyataan pahit. Ibu belum bisa berinteraksi terlalu dekat dengan buah hati karena positif SARS-CoV-2.
Hati orang tua mana yang tidak terpukul. Ketika keinginan untuk segera mencium kening anak melambung, tapi harus dibatasi dulu. Demi kesehatan si jabang bayi. ’’Sedih pasti jelas. Karena, bukan hanya saya, suami juga positif,” kenang Rani saat ngobrol dengan Jawa Pos.
Sebagai ibu perdana, dia tidak sabar untuk menggendong dan merasakan denyut nadi Asa, buah hatinya. Rani terkonfirmasi positif dua kali selama hamil hingga mendekati persalinan.
Pertama, saat kandungannya berusia 36 minggu. Kedua, saat dia akan menjalani persalinan, Covid-19 kembali menyapa di tubuhnya. Pasca bersalin, dia diisolasi. Rani tidak diizinkan dekat dengan sang anak.
Selama proses bersalin, perempuan kelahiran Jakarta itu tak didampingi suaminya. Jari jemarinya tidak saling mengerat dengan tangan suami. Dia berjuang sendiri. Detik-detik menegangkan terekam lewat virtual.
Lantunan doa tak pernah mengering di bibir anggota keluarganya. Tak terkecuali suaminya. Proses bersalin dilalui secara normal. Dia sempat diminta untuk persalinan Caesar oleh salah satu rumah sakit yang menangani pasien Covid-19. Sebab, statusnya masih terkonfirmasi positif dan ada beberapa alasan medis seperti air ketubannya sudah kurang hingga bayinya sungsang.
Kabut kesedihan semakin tebal tatkala dia tidak bisa IMD (inisiasi menyusui dini). Sebab, Asa langsung dipisahkan dengannya. ’’Itu yang tidak bisa didapatkan, padahal katanya sih penting banget untuk mendapatkan rangsangan menyusui ke depannya,” ucapnya.
Usia satu hari, Asa merasakan bagaimana alat uji usap menembus indranya. Hasilnya, negatif. Begitu pun Rani. Akhirnya, keduanya dipertemukan kembali. ASI-nya baru keluar pada hari kedua. Selama pemberian ASI, protokol kesehatan dijalaninya dengan ketat.
Dia diminta untuk tetap menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh buah hati, dan mencuci payudara. Apabila menggunakan alat perah, alat wajib disterilkan dulu. Dia diminta untuk tetap menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh buah hati, dan mencuci payudara. Apabila menggunakan alat perah, alat wajib disterilkan dulu.
ADA ’’sabuk pengaman’’ yang perlu dikencangkan ketika ibu berstatus positif Covid-19 yang akan menyusui. Sabuk itu berupa aturan-aturan yang wajib ditaati saat bersentuhan dengan buah hati, termasuk memberikan air susu ibu (ASI).
Dokter Martono Tri Utomo SpA (K) menuturkan, adanya transmisi vertikal Covid-19 dari ibu ke janin atau asi ibu yang terkonfirmasi Covid mengandung virus SARS-CoV-2 sampai saat ini belum terbukti. Hal itu juga diamini World Health Organization (WHO).
Martono menyatakan, bayi sehat yang lahir dari ibu terkonfirmasi masuk kriteria kontak erat risiko tinggi. Namun, pada pedoman Kemenkes terbaru, bayi tersebut dikelompokkan sebagai kasus suspect. Dengan demikian, lanjut dia, perlu dilakukan tata laksana yang berbeda. ’’Pemeriksaan uji usap (swab) PCR untuk mendeteksi virus dilakukan saat bayi berusia hari ke-1 dan ke-14,” jelasnya.
Dokter yang menyelesaikan pendidikan konsultan neonatologi di Kolegium PP IDAI pada 2011 itu menyatakan, bayi perlu dipisah dari ibu hingga ibu sembuh. Menurut dia, apabila kondisi ibu baik dan tidak mengalami sesak napas, ibu diperbolehkan memberikan ASI. Dengan catatan, ibu tetap menerapkan protokol kesehatan. Namun, Martono menyampaikan, apabila kondisinya tidak memungkinkan memberikan ASI, ibu dapat menggunakan asi perah atau asi donor.
Terpisah, dr M. Adya F. Dilmy SpOG BMedSc menyebutkan, kondisi ibu terkonfirmasi Covid bergantung dari derajat keparahannya setelah persalinan. Jika tanpa gejala atau gejala ringan, tata laksananya sama dengan ibu tanpa Covid. Untuk asupan permakanan, penambahan 400 kilo kalori dari diet biasa seperti menambah satu kali makan.
Dokter yang juga menjabat konsultan Covid maternal Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta itu menyatakan, makanan yang dikonsumsi diutamakan tanpa pengawet dan penuh nutrisi yang baik.
Lantas, bagaimana dengan kebutuhan seperti vitamin C? Satgas Covid-19 PB IDI tersebut menyatakan, konsumsi vitamin C dibolehkan. Pasca persalinan, vitamin C bisa diberikan sekitar 1.000–2.000 mg. Kemudian, perlu diimbangi juga dengan antioksidan-antioksidan lain.
Sama halnya dengan vitamin C, Adya memberikan lampu hijau untuk pemberian vitamin D. Dia menuturkan, vitamin D idealnya bisa dilakukan pemeriksaan 25 OHA terlebih dulu di laboratorium. Atau, bisa juga memberikan vitamin D dengan 1 x 5.000 international unit (IU) atau 3 x 1.000 IU. Menurut dia, terbukti jika ibu dengan kecukupan vitamin D, gejala Covid-nya lebih ringan dan penyembuhannya lebih cepat serta lebih baik.
Sementara itu, dokter Benediktus Arifin MPH SpOG (K) FICS menyatakan, berdasar buku Rekomendasi Penanganan Covid-19 pada Maternal yang diterbitkan Agustus 2020, ibu perlu memperhatikan pola hidup bersih. Jika di rumah, kemudian hasil PCR bayi negatif dan ibu masih positif, ibu tidak bisa merawat bayinya dan harus menjaga jarak 2 meter. Bayi dirawat anggota keluarga yang tidak menderita Covid.
Ingat, ibu yang menyusui tidak boleh stres. Cari self healing dengan cara senyaman mungkin. Ada beberapa tipsnya.
1. Bercerita atau berdongeng untuk anak. Sambil berjemur juga bisa lho.
2. Kalau gampang stres dan terpancing emosi terhadap kabar apa pun, mending puasa media sosial, ya. Ganti dengan movie time.
3. Bikin video atau sharing pengalaman bersalin lewat tulisan atau minivlog boleh juga lho.
4. Makan dan minum sebebasnya, tapi tetap perhatikan gizi seimbang. Atau, kalau jago masak dan lagi bisa masak, masak sendiri juga asyik.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman