Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Isolasi Mandiri, Konsultasi Dokter

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia kemarin (18/7) memberikan evaluasi penanganan Covid-19 di Indonesia. Isolasi mandiri (isoman) menjadi perhatian karena banyaknya kasus meninggal di luar rumah sakit. Selain itu, vaksinasi Covid-19 juga menjadi sorotan lantaran masih tinggi kasus konfirmasi dan kematian.

Dewan Penasihat Tim Mitigasi IDI Prof dr Menaldi Rasmin SpP kemarin mengatakan, bahwa isolasi harus disarankan oleh dokter. Dia prihatin atas banyaknya pasien dengan kondisi yang buruk datang ke rumah sakit pascaisolasi mandiri. Ada juga yang datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi meninggal.

"Dengan demikian dokter tidak kerja ekstra untuk suatu hal yang tidak terukur," katanya.

Pasien Covid-19 menurutnya sebaiknya datang di poli Covid-19 pada pagi hari. Lalu dokter yang berada di poli tersebut yang melakukan penilaian apakah pasien perlu ke rumah sakit atau cukup isoman.

"Dengan demikian risiko dokter terpapar lebih sedikit," ujarnya.

Menurutnya, saat ini harus menjaga tenaga kesehatan. Mengurangi beban kerja dengan memilah pasien dan memastikan pasien tidak terjadi perburukan kondisi harus dilakukan. Di samping 3M dan 3T yang harus tertib dilaksanakan.

Baca Juga:  RHL TN Tesso Nilo Berdampak Ekonomi Bagi Ratusan Warga

Dalam kesempatan yang sama Ketua Tim Mitigasi IDI dr Adib Khumaidi SpOT mengatakan kondisi sekarang merupakan dampak dari tidak terkendalinya Covid-19. Sehingga menyebabkan keterpaparan tenaga kesehatan cukup tinggi. Dari 1 hingga 17 Juli ada 118 dokter yang meninggal.

"Artinya kapasitas pelayanan untuk Covid-19 juga turun," kata Adib menjelaskan dampak dari kenaikan kasus Covid-19 dengan pelayanan non Covid-19.

Dia menyampaikan, seharusnya ada pemetaan rumah sakit, tenaga kesehatan, dan layanan kesehatan. Selain itu, sejalan dengan pernyataan Menaldi, isolasi harus dilakukan dengan pantauan tenaga kesehatan.  "Masyarakat harus diberi pemahaman kapan bisa isolasi mandiri dan kapan ke rumah sakit," ungkapnya.

Selain itu dia menyatakan vaksinasi belum maksimal. Targetnya pemerintah melakukan vaksinasipada 208 juta orang. Namun yang dilakukan vaksin pertama baru 41 juta orang dan vaksin kedua sekitar 16 juta orang.

Menurut data yang dihimpun Tim Mitigasi IDI, kematian dokter dari Februari hingga Juni mencapai 86 dokter meninggal. Rentang waktu pengumpulan data dimulai Februari karena vaksinasi tenaga kesehatan dimulai awal tahun. Dari 86 orang yang meninggal, 24 persen sudah divaksin. Lalu yang belum divaksin ada 41 persen. Sisanya masih diselidiki apakah ada komorbid atau faktor lainnya.

Baca Juga:  Empat Tersangka ACT Terima Gaji sampai Rp450 Juta per Bulan

"Kalau kita lihat dengan peningkatan kematian di Juni dan Juli, memang banyak faktor yang bisa dianalisa," bebernya.

Salah satu faktornya adalah banyaknya kasus yang dihadapi. Angka kematian dan peningkatan kasus Covid-19 tidak serta merta dibebankan pada vaksinasi. Adib mengatakan bahwa peningkatan kasus dan kematian ini karena banyak hal. Adanya kerumunan, 3M yang mulai kendor, dan adanya varian baru juga menjadi penyebab meroketnya kasus Covid-19 di Indonesia.

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa kunci penghentian penyebaran adalah meningkatkan testing dan telusur kontak (contact tracing). Dalam peningkatan kasus yanglebih dari 50 ribu per hari dalam beberapa hari terakhir, Yoga menyebut bahwa positivity rate (PR) berada di atas 30 persen.

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia kemarin (18/7) memberikan evaluasi penanganan Covid-19 di Indonesia. Isolasi mandiri (isoman) menjadi perhatian karena banyaknya kasus meninggal di luar rumah sakit. Selain itu, vaksinasi Covid-19 juga menjadi sorotan lantaran masih tinggi kasus konfirmasi dan kematian.

Dewan Penasihat Tim Mitigasi IDI Prof dr Menaldi Rasmin SpP kemarin mengatakan, bahwa isolasi harus disarankan oleh dokter. Dia prihatin atas banyaknya pasien dengan kondisi yang buruk datang ke rumah sakit pascaisolasi mandiri. Ada juga yang datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi meninggal.

- Advertisement -

"Dengan demikian dokter tidak kerja ekstra untuk suatu hal yang tidak terukur," katanya.

Pasien Covid-19 menurutnya sebaiknya datang di poli Covid-19 pada pagi hari. Lalu dokter yang berada di poli tersebut yang melakukan penilaian apakah pasien perlu ke rumah sakit atau cukup isoman.

- Advertisement -

"Dengan demikian risiko dokter terpapar lebih sedikit," ujarnya.

Menurutnya, saat ini harus menjaga tenaga kesehatan. Mengurangi beban kerja dengan memilah pasien dan memastikan pasien tidak terjadi perburukan kondisi harus dilakukan. Di samping 3M dan 3T yang harus tertib dilaksanakan.

Baca Juga:  Cegah Karhutla, KLHK Terus Tingkatkan Kemampuan Tekhnik Manggala Agni

Dalam kesempatan yang sama Ketua Tim Mitigasi IDI dr Adib Khumaidi SpOT mengatakan kondisi sekarang merupakan dampak dari tidak terkendalinya Covid-19. Sehingga menyebabkan keterpaparan tenaga kesehatan cukup tinggi. Dari 1 hingga 17 Juli ada 118 dokter yang meninggal.

"Artinya kapasitas pelayanan untuk Covid-19 juga turun," kata Adib menjelaskan dampak dari kenaikan kasus Covid-19 dengan pelayanan non Covid-19.

Dia menyampaikan, seharusnya ada pemetaan rumah sakit, tenaga kesehatan, dan layanan kesehatan. Selain itu, sejalan dengan pernyataan Menaldi, isolasi harus dilakukan dengan pantauan tenaga kesehatan.  "Masyarakat harus diberi pemahaman kapan bisa isolasi mandiri dan kapan ke rumah sakit," ungkapnya.

Selain itu dia menyatakan vaksinasi belum maksimal. Targetnya pemerintah melakukan vaksinasipada 208 juta orang. Namun yang dilakukan vaksin pertama baru 41 juta orang dan vaksin kedua sekitar 16 juta orang.

Menurut data yang dihimpun Tim Mitigasi IDI, kematian dokter dari Februari hingga Juni mencapai 86 dokter meninggal. Rentang waktu pengumpulan data dimulai Februari karena vaksinasi tenaga kesehatan dimulai awal tahun. Dari 86 orang yang meninggal, 24 persen sudah divaksin. Lalu yang belum divaksin ada 41 persen. Sisanya masih diselidiki apakah ada komorbid atau faktor lainnya.

Baca Juga:  5 Kiat Menggunakan Tisu Pembersih Wajah dengan Benar

"Kalau kita lihat dengan peningkatan kematian di Juni dan Juli, memang banyak faktor yang bisa dianalisa," bebernya.

Salah satu faktornya adalah banyaknya kasus yang dihadapi. Angka kematian dan peningkatan kasus Covid-19 tidak serta merta dibebankan pada vaksinasi. Adib mengatakan bahwa peningkatan kasus dan kematian ini karena banyak hal. Adanya kerumunan, 3M yang mulai kendor, dan adanya varian baru juga menjadi penyebab meroketnya kasus Covid-19 di Indonesia.

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa kunci penghentian penyebaran adalah meningkatkan testing dan telusur kontak (contact tracing). Dalam peningkatan kasus yanglebih dari 50 ribu per hari dalam beberapa hari terakhir, Yoga menyebut bahwa positivity rate (PR) berada di atas 30 persen.

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari