JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap memberikan perlindungan kepada politisi Harun Masiku. Politkus PDI Perjuangan yang kini jadi tersangka atau masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Siapa pun bisa, asal memenuhi syarat materil maupun formil,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo usai diskusi bertema “Ada Apa Dengan Wahyu?” di Kawasan Tebet, Jakarta, Minggu (19/1/2020).
Hasto menerangkan, apabila status Harun adalah tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka yang bersangkutan juga dapat dijadikan Justice Collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama dengan penyidik atau penuntut umum dalam mengungkap kasus tertentu, red).
“Iya bisa juga (Justice Collaborator),” terang Hasto.
Adapun syarat formil yang dimaksud Hasto adalah soal kelengkapan identitas. Sementara syarat materilnya adalah ditetapkan sebagai saksi dan korban oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini KPK.
“Bisa juga dia melapor saja ke polisi. Itu bisa menjadi dasar kalau ada perkara pidana yang dia hadapi,” terangnya.
Lebih lanjut Hasto menjelaskan, setelah syarat formil dan materil telah rampung, maka LPSK selanjutnya akan melakukan pengecekan.
“LPSK akan melakukan investigasi apa betul yang bersangkutan memenuhi syarat, kesaksiannya signifikan, atau perkara yang dia mohonkan untuk terlindungi itu berjalan,” tandasnya.
Siapakaha Harun Masiku?
Harun Masiku dikenal sebagai petualang politik atau ‘kutu loncat’. Sebelum menjadi caleg PDIP, Harun yang pernah kuliah di University of Warwick United Kingdom itu tercatat aktif sebagai kader Partai Demokrat.
Bahkan, pada pilpers 2009, ia menjadi Tim Sukses capres Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Ia pun pernah maju sebagai caleg dari Demokrat. Tak hanya itu, ia juga dikabarkan pernah menjadi Tenaga Ahli Komisi III DPR pada 2011.
Harun yang memang memiliki latar belakang pendidikan hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan itu juga aktif sebagai Anggota Perhimpunan Advokat Indonesia dan pernah menjadi Ketua Persatuan Pelajar Indonesia United Kingdom West Midland.
Sekadar informasi, KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka suap pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Meski kalah jumlah suara di Pemilu 2019, Caleg PDIP Harun Masiku (HAR) ingin dilantik dengan cara menyuap Wahyu. Untuk muluskan niat jahat itu, Wahyu diduga meminta Rp 900 juta.
Kasus ini bermula ketika almarhum Nazarudin Kiemas di Dapil Sumsel I menang sebagai anggota DPR. Karena sudah meninggal, suara kedua terbanyak yakni Riezky Aprilia yang dilantik jadi anggota legislatif oleh KPU. Di sini Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka yaitu Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan dan juga mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu, Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP, dan Saeful sebagai swasta. Wahyu dan Agustiani ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan Harun dan Saeful sebagai tersangka pemberi suap.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Wahyu Setiawan diduga menerima duit Rp 600 juta terkait upaya memuluskan permintaan Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR PAW. Duit suap ini diminta Wahyu Setiawan dikelola Agustiani Tio Fridelina.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal