JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Beijing di lockdown. Kebijakan itu diambil karena pemerintah belum berhasil menekan angka penularan Covid-19. Rabu (17/6) ada penambahan 31 kasus baru. Total sudah 137 orang yang dinyatakan tertular di ibu kota Cina tersebut. Status daruratnya juga naik dari level 3 ke level 2. Ada 4 tingkat status darurat di negara tersebut.
"Dua bulan segalanya dilonggarkan, hidup mulai berjalan normal dan tiba-tiba situasi kembali seperti di bulan Februari," ujar Nelson Quan, penduduk Distrik Yuquan, Beijing, seperti dikutip Al Jazeera.
Saat ini seluruh akses keluar dari Beijing ditutup kecuali untuk hal yang sangat penting. Penduduk yang ingin ke luar kota harus mendapatkan surat negatif Covid-19 lebih dulu. Selain itu, sekitar 70 persen penerbangan keluar dan masuk Beijing juga dibatalkan. Itu setara dengan lebih dari seribu penerbangan. Penerbangan internasional dialihkan ke kota lain. Sekolah-sekolah yang sebelumnya hampir normal kini kembali ditutup. Akses menuju setiap permukiman penduduk dijaga ketat.
Begitu paniknya, Sekretaris Partai Komunis Cai Qi bahkan sampai menyarankan agar otoritas yang berwenang menangkap siapa saja yang memang harus ditangkap. Itu dilakukan agar mereka yang positif tidak menyebarkan ke orang lain dan tidak ada yang melanggar aturan. Saran seperti itu baru pertama ada sejak virus SARS-CoV-2 muncul di Wuhan.
Cina takut gelombang kedua sedang menuju negara tersebut lewat Beijing. Banyak ilmuwan memperkirakan bahwa gelombang kedua bakal lebih buruk daripada yang pertama.
Sumber virus yang tersebar di Beijing itu masih menjadi tanda tanya. Namun, pakar epidemiologi Cina sempat menyatakan bahwa jenis virus yang tersebar itu banyak ditemukan di Eropa. Terlebih, jejak virus ditemukan di talenan khusus ikan salmon impor.
Norwegia yang mengekspor salmon ke Cina tak mau jadi tertuduh. Kemarin mereka membuat pernyataan bahwa negaranya bukanlah sumber dari virus corona di Beijing itu. "Kami sudah menyelidiki detailnya dan masalah tersebut sudah teratasi," ujar Menteri Perikanan Norwegia Odd Emil Ingebrigtsen seperti dikutip Agence France-Presse.
Sementara itu, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berang setelah mengetahui ada dua orang yang positif Covid-19 di negaranya. Padahal, Selandia Baru menjadi satu-satunya negara yang berhasil mengendalikan penularan hingga nol kasus. Mereka berhasil mempertahankan status tersebut selama 24 hari.
Kini penjagaan di perbatasan diperketat. Militer dikerahkan untuk menjaga perbatasan dan tempat isolasi. Dua orang dari Inggris yang positif itu sudah di-swab di perbatasan. Namun, hasilnya baru keluar setelah mereka menempuh perjalanan 650 kilometer dari Auckland ke Wellington.
"Ini sangat tidak masuk akal bahwa mereka tidak dites lebih awal. Kontrol perbatasan harus diperketat," tegas Ardern. Dibutuhkan kedisiplinan untuk menjaga perbatasan dari orang-orang yang melanggar aturan. Militer dianggap paling tepat.
Sementara itu, dokter-dokter di Amerika Serikat (AS) menyambut baik penelitian yang menyatakan bahwa obat steroid Dexamethasone mampu menekan angka kematian pasien Covid-19. Di saat yang bersamaan, mereka juga tidak terlalu yakin. Mereka ingin melihat data penelitian tersebut lebih dulu sebelum memberikan obat tersebut kepada pasien. Hal serupa diinginkan Singapura.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi