BAGANSIAPIAPI (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Daerah Rokan Hilir (Rohil) berpeluang memperoleh pendapatan daerah secara maksimal sebagai daerah penghasil migas, dengan melibatkan peran dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat.
Hal itu dikemukakan Direktur Umum BUMD PD Sarana Pembangunan Rohil, Rahmad Hidayat, Ssi MM selaku pembicara pada Diskusi Virtual Halal Bi Halal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Nasional, melihat peluang dibalik Covid-19 yang berlangsung pekan lalu.
"Saya menyampaikan tentang Optimalisasi Pendapatan Daerah Penghasil Migas melalui BUMD ditinjau dari beberapa regulasi," kata Rahmad Hidayat, Rabu (17/6/2020) di Bagansiapiapi.
Mantan Presiden Himpunan Pelajar Mahasiswa Rohil (Hipemarohi) Pekanbaru ini mengungkapkan sumber pendapatan daerah penghasil migas melalui BUMD berdasarkan beberapa regulasi. Antara lain, pertama Participating Interest (PI) 10 persen pada WK Migas mengacu pada Permen ESDM Nomor 37 tahun 2016, kedua Pengelolaan Sumur Tua berdasarkan Permen ESDM Nomor 1 tahun 2008 dan ketiga Pengelolaan Sumur yang tidak dikelola KKKS, ini berlandaskan pada permen ESDM nomor 3 tahun 2008.
"Hak PI 10 persen pada WK Blok Migas bagi daerah penghasil migas merupakan bentuk keberpihakan pemerintah pusat terhadap daerah dengan tujuan agar pembangunan daerah merata sehingga perekonomian daerah menjadi menggeliat. PI dapat dimaknai sebagai bagi hasil migas dari bagian kontraktor KKKS melalui BUMD, sementara dana bagi hasil yang diterima daerah penghasil migas selama ini adalah dari bagian negara pada suatu wilayah kerja migas,” beber Rahmad Hidayat.
Ia menerangkan pada Pasal 5 ayat (2) Permen ESDM Nomor 37/2016, dalam hal seluruh pelamparan reservoir cadangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terletak pada 1 (satu) Kabupaten/Kota, pembagian persentase keikutsertaan saham provinsi atau Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing sebesar 50 persen.
Selanjutnya pasal 5 ayat (3) Permen ESDM Nomor 37/2016, dalam hal seluruh pelamparan reservoir cadangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terletak pada lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota, pembagian persentase keikutsertaan saham provinsi dan beberapa kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur dengan melibatkan Bupati/Walikota yang wilayah administrasinya terdapat lapangan yang disetujui rencana pengembangannya.
Meskipun ketentuan pasal 5 ayat 2 PP 54 tahun 2017 tentang BUMD menyebutkan Perusahaan perseroan Daerah merupakan BUMD yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51 persen sahamnya dimiliki oleh 1 (satu) Daerah.
Namun, di sisi lainnya ketentuan pasal 19 ayat 2 UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah menyebutkan Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 sebesar 15 persen, dibagi dengan rincian tiga persen dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, enam persen dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil, dan enam persen dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
"Sehingga bisa disimpulkan, dari ketentuan pasal 5 ayat 3 Permen ESDM No 37 Tahun 2016, mesti diterbitkan ketentuan tambahan ataupun juklak yang menegaskan bahwa porsi saham Provinsi tidak mutlak 50% pada PI 10% WK Blok Migas, sehingga pendapatan Kabupaten/Kota penghasil Migas melalui saham BUMD kabupaten/kota-nya akan bisa dioptimalkan," pungkasnya.
Laporan : Zulfadhli (Bagansiapiapi)
Editor: Eka G Putra