JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia telah melakukan sejumlah langkah-langkah koreksi di sektor hutan dan penggunaan lahan selama beberapa tahun terakhir. Pemerintah juga telah memperkenalkan langkah-langkah baru untuk melindungi hutan, khususnya hutan primer dan lahan gambut, termasuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan, selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pemerintah membangun sistem yang menekankan pada aspek pencegahan karhutla. Dimulai dengan membangun sistem pemantauan titik panas, patroli terpadu, dan satuan tugas mulai dari tingkat pusat, daerah, hingga tapak.
“Melalui sistem deteksi dini berbasis web (sipongi.menlhk.go.id), yang baru saja mendapat penghargaan dari Wakil Presiden RI kemarin, kita dapat mendeteksi titik panas dari satelit yang merupakan gabungan data dari satelit LAPAN, NASA, dan Himawari, yang dapat diakses publik,” ujar Menteri Siti, saat menerima kunjungan kerja Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii, di Jakarta (16/10).
Disamping itu, pemerintah juga menerapkan penegakan hukum karhutla, melalui penyegelan terhadap perusahaan yang terlibat karhutla. Pada aspek pencegahan, salah satu strateginya yaitu dengan membantu masyarakat menyiapkan lahan tanpa bakar serta menjamin kesejahteraannya melalui pemberdayaan masyarakat.
Terkait hal ini, Dubes Masafumi Ishii menyampaikan apresiasi atas keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam penanganan karhutla, melalui upaya-upaya yang sistematis. “Saya merasa senang mengetahui karhutla di Indonesia dapat ditangani dengan baik. Kedepan, perlu ada upaya-upaya agar kejadian ini tidak terulang. Tentu hal tersebut tidak lepas dari persoalan kondisi sosial masyarakat. KLHK dan Jepang-Indonesia Cooperation Agency (JICA), dapat bekerjasama mewujudkan program gerakan masyarakat dalam pencegahan karhutla ini,” katanya.
Lebih lanjut, Menteri Siti juga menyampaikan Indonesia tengah mengembangkan manajemen pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan sampah sejak dari rumah, hingga proses mengolah sampah menjadi energi. Jepang sendiri memiliki teknologi yang disebut “Osaki System” dalam pemilahan dan pengolahan sampah.
“Jepang memerlukan waktu sekitar 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya dalam pemilahan dan pengolahan sampah. Salah satu strateginya yaitu dengan memasukkan pengelolaan sampah ke dalam sistem pendidikan. Pengalaman seperti ini yang dapat kami bagikan dengan Indonesia,” tutur Dubes Masafumi Ishii.
Keberhasilan Jepang dalam mengelola danau juga dapat menjadi inspirasi. Menteri Siti memuji Jepang yang mampu mengelola Danau Biwa dari danau yang kotor menjadi tujuan wisata yang indah, dan mengusulkan dilakukan kerjasama pengelolaan sister lakes dengan Danau Limboto di Gorontalo.
“Saya berharap program sister lake ini dapat terwujud. Berbagai best practices yang telah sukses dilakukan pemerintah Jepang, bisa kita terapkan pada danau Limboto. Dalam waktu dekat, kami mengundang Jepang untuk melakukan riset lapangan disana,” ujar Menteri Siti.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Siti juga menyampaikan duka cita mendalam atas bencana Topan Hagibis menerjang Jepang pada Sabtu lalu (12/10).
Turut hadir mendampingi Menteri LHK pada audiensi dengan Dubes Jepang yaitu Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI), Plt. Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDASHL), Direktur Jenderal Konservasi Alam dan Ekosistem (KSDAE), Tenaga Ahli Menteri LHK Bidang Luar Negeri, Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri (KLN), Plt. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL), Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), dan Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3.