JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab resmi mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan pihak kepolisian. Praperadilan Habib Rizieq itu telah terdaftar di PN Jakarta Selatan dengan nomor register 150/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel
"Alhamdulillah, hari ini Selasa 15 Desember 2020, Tim Advokasi HRS resmi mendaftarkan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan HRS," kata pengacara FPI Aziz Yanuar kepada Jawa Pos Group (JPG), Selasa (15/12).
Aziz mengungkapkan, praperadilan itu merupakan upaya hukum untuk menegakkan keadilan dan memberantas dugaan kriminalisasi ulama.
"Ini (prapradilan) juga untuk meruntuhkan dugaan diskriminasi hukum yang terus menerus diduga terjadi kepada masyarakat terutama jika berlainan pendapat dengan pemerintah," ujarnya.
Aziz meyakini prapradilan itu didukung oleh segenap institusi. Pihaknya juga berharap prapradilan yang diajukannya itu dikabulkan oleh PN Jakarta Selatan.
"Kami juga sangat berharap kepada Allah SWT agar upaya ini didukung oleh institusi peradilan sebagai gerbang terakhir harapan masyarakat yang rindu keadilan tegak tanpa pandang bulu," tegasnya.
Di sisi lain, FPI menolak rekonstruksi versi polisi. Sekretaris Umum FPI Munarman menjelaskan, bila mengikuti logika kepolisian, maka penanganan perkara ini tersangkanya sudah meninggal. Tidak bisa lagi dijalankan," jelasnya.
Dia berharap Komnas HAM menjadi leading sector dalam penanganan kasus tersebut. Hal itu dikarenakan ini merupakan tragedi pembantaian dan pembunuhan enam anggota laskar FPI. "Yang diduga merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat," ujarnya.
Di sisi lain, setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Senin (14/12) pukul 10.00, Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis dan Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) Maman Suryadi kemarin rampung menjalani pemeriksaan. Keduanya dicecar 63 pertanyaan terkait kegiatan maulid nabi dan akad nikah putri Habib Rizieq di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Setelah diperiksa, Sobri dan Maman tidak ditahan. Alasannya, ancaman hukuman keduanya di bawah 5 tahun. Pascapemeriksaan, Sobri meminta keadilan ditegakkan. Semua yang berkerumun harus diproses juga secara hukum.
"Hukum harus berlaku untuk semua. Bukan untuk kalangan tertentu saja. Sebab, ketidakadilan adalah sumber kelemahan negara," ucap Sobri.
Sementara itu, terkait penangguhan penahanan Habib Rizieq, kuasa hukum Habib Rizieq Sugito Atmo Prawiro mengungkapkan, pihak keluarga sebenarnya ingin mengajukan penangguhan penahanan. Beberapa tokoh disebut siap menjadi penjamin penangguhan penahanannya. Di antaranya, Anggota DPR RI Fadli Zon dan Waketum Partai Gerindra Habiburokman.
"Namun, kami belum melanjutkan upaya tersebut," ungkap Sugito.
Sugito menerangkan, sebelum mengajukan penangguhan penahanan, pihaknya harus berkoordinasi dengan Habib Rizieq. Sejauh ini, Habib Rizieq belum mau menempuh upaya tersebut.
"Kata beliau (Habib Rizieq, red), ah, nanti dulu lah. Namun, kami berterima kasih kepada para tokoh yang siap menjadi penjamin beliau," tegasnya.
Sugito menjelaskan, Habib Rizieq dalam kondisi sehat. Dia bahkan kooperatif saat diperiksa Polda Jawa Barat terkait kerumunan di Megamendung, Bogor.
Kabareskrim: Rekonstruksi Pengawal HRS Belum Final
Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo memastikan kasus penyerangan terhadap petugas yang mengakibatkan enam pengawal Habib Rizieq tewas belum final. Rekonstruksi kasus dugaan penyerangan terhadap petugas itu masih bisa berubah. Bahkan, bila sebaliknya, justru menjadi kasus petugas yang melakukan penyerangan. Hal itu bisa diakomodir saat ditemukan adanya temuan atau bukti baru.
Pernyataan tersebut muncul dari Kabareskrim, pasca Komnas HAM memastikan mendapatkan temuan baru. Serta, Komnas HAM menekankan bahwa lembaga itu lebih dulu turun ke lapangan untuk mendalami kasus yang juga diduga terdapat unsur pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tersebut.
Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo menjelaskan, rekonstruksi yang digelar Bareskrim merupakan bagian dari proses penyidikan. Karena itu, rekonstruksi tersebut bukanlah hasil final. "Nantinya, bila ada temuan baru bisa diakomodir," jelasnya.
Temuan baru itu bisa berupa penambahan keterangan informasi, saksi atau bukti lainnya. Semua itu tidak menutup kemungkinan untuk diakomodir dalam tahap rekonstruksi lanjutan. "Yang pasti, kami dalam rekonstruksi selalu bekerja secara profesional, transparan dan objektif," tegasnya.
Apalagi, Bareskrim mengundang pengawas eksternal. Seperti, Komnas HAM, Amnesty International, Kontras, Imparsial dan Kompolnas. Walau, yang datang dalam rekonstruksi itu hanya Kompolnas. "Polri tetap menghargai independensi dari pengawas eksternal lainnya," ujarnya.
Dia menuturkan, sesuai laporan kasus ini merupakan penyerangan terhadap petugas. Namun, mana kala ada pendapat yang lain, bahkan sebaliknya. Yang artinya, petugas yang melakukan penyerangan, maka Bareskrim akan menghargainya. "Kami akan terus meng-update perkembangan kasus ini," ujarnya.
Menurutnya, kasus tersebut semua diserahkan ke penyidik Bareskrim. Sehingga, bisa dilanjutnya dan hasil akhirnya diharapkan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. "Itu saja ya, terima kasih," tuturnya.
Sementara Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menegaskan Komnas HAM masih terus melakukan pendalaman dan belum ada kesimpulan terkait kasus tersebut. Yang pasti, dalam kasus ini terdapat dugaan pelanggaran HAM. "Itu kewenangan Komnas HAM," jelasnya.
Yang pasti, muara dari kasus yang ditangani Komnas HAM ini adalah membuat terang kasus tersebut. Tanpa perlu ada tim gabungan, Komnas HAM bisa berjalan sendiri. "Kami bisa merumuskan bagaimana peristiwa terjadi, dari jarak berapa ditembak dan sebagainya," tuturnya.
Karena itu, saat ditanya perlukah kerja sama dengan pemerintah. Dia menuturkan bahwa Komnas HAM bekerja secara independen. "Kami juga berharap bila masyarakat memiliki informasi, dokumen atau bukti bisa diserahkan ke Komnas HAM. Agar semakin terang," ujarnya.(idr/fiq/jpg)