JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen Agus Pambagio menilai, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta sejak 10 April kemarin belum efektif menekan kerumunan orang demi mencegah virus corona yang menjadi penyebab COVID-19.
Menurut Agus, masih terdapat perkantoran dan industri yang buka sehingga memunculkan kerumunan.
Bahkan, kata dia, lalu lintas belum berubah di beberapa tempat yakni masih ramai hingga pagi tadi.
"Penumpang KRL pagi ini dari semua jurusan menurun dibanding kemarin, tetapi masih ramai dan masih berdempetan di dalam KRL Jabodetabek," ucap Agus, Kamis (16/4).
Dia menilai, tidak efektifnya PSBB ini didasari kebijakan di tingkat pemerintah pusat. Pasalnya, muncul dua aturan menteri yang membuat ambigu penerapan PSBB di DKI Jakarta.
Setelah muncul Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2020, kini bertambah rumit dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019.
"Berkat SE Menperin, banyak pabrik atau industri termasuk 200 industri nonesensial tetap beroperasi," lanjut Agus.
Menurut dia, semua pihak saling menyalahkan setelah aturan yang membuat ambigu. Publik pun bingung bersikap pada masa pandemi corona.
"Anehnya sumber kesalahan gagalnya sistem regulasi PSBB yang kena getahnya sektor transportasi, khususnya KRL Jabodetabek," ungkap dia.
Dia menuturkan, penumpang KRL Jabodetabek bakal sulit mengatur jarak, jika kepadatan penumpang masih ratusan ribu pada jam sibuk.
Hal ini akibat sektor lain tidak berhenti beroperasi selama masa pandemi.
Di sisi lain, ujar dia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun kesulitan memberikan sanksi bagi perusahaan yang tetap beroperasi selama pandemi. Hal itu setelah terbitnya SE Menperin.
"Jangan salahkan KRL Jabodetabek di sektor hilir jika sektor hulunya masih beroperasi. Jika pemerintah masih terus membuat aturan dan kebijakan pelaksanaan yang ambigu serta saling bertabrakan disertai dengan begitu banyak pasal pengecualian, PSBB tidak akan berhasil dan menekan jumlah Covid 19," tutur dia.
"Itu sebabnya sampai hari ini mayoritas pemerintah daerah belum mengajukan PSBB ke Kementerian Kesehatan. Tanpa sanksi penegakan hukum dan banyaknya pasal pengecualian, jangan harap Covid-19 hengkang dari bumi Indonesia. Apa sebaiknya penanganan Covid 19 ini tidak perlu diatur saja karena terlalu banyak kecuali dan kecuali di berbagai kebijakan kementerian," pungkas Agus. (mg10/jpnn)
Sumner: Jpnn.com
Editor: Erizal