Kamis, 10 Juli 2025

Dukung Percepatan Riset Obat dan Makanan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Riset dan pengembangan obat dan makanan terus d­ilakukan. Harapannya, ketergantungan dengan luar negeri lambat laun dikurangi. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berupaya untuk mendukung hal ini.

Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Fitofarmaka serta Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Biologi milik BPOM sudah ditetapkan pada 13 September lalu melalui SK Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. "BPOM melakukan pendampingan kepada peneliti dan pelaku usaha," ungkap Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito.

Tujuan pendampingan tersebut untuk mengawal produk inovasi riset yang siap dihilirisasi dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin edar. Penny menyampaikan bahwa terdapat produk hasil riset yang sudah berhasil mendapatkan izin edar, yaitu Stem Cell produksi Pusat Pengembangan Penelitian Stem Cell Universitas Airlangga Surabaya bersama PT Phapros dan Albumin yang berasal dari ikan gabus yang dikembangkan oleh Universitas Hasanudin Makassar bersama PT Royal Medika.

Baca Juga:  Penumpang Heran Tidak Ada Informasi Pembatalan Penerbangan Sriwijaya

"Selain itu, terdapat produk biologi yang sedang dikembangkan yaitu enoxaparin bersumber domba, trastuzumab, dan sejumlah vaksin antara lain MR, Hepatitis B, Tifoid, Rotavirus, Polio," katanya.

Produk lainnya adalah obat tradisional. Antara lain ekstrak seledri, binahong, daun kelor, daun gambir, dan bajakah. Pada produk darah dilakukan pengembangan industri fraksionasi plasma.  Langkah awal untuk penyediaan bahan baku plasma adalah dengan melakukan pendampingan dan percepatan sertifikasi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI).

"Hingga saat ini telah tersertifikasi 13 UTD PMI dan empat sertifikat CPOB diantaranya akan diserahkan secara resmi pada kegiatan ini," bebernya.

Penny  menegaskan BPOM berkomitmen untuk terus menjalankan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2016 dengan mendorong percepatan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri obat, obat tradisional, dan pangan di Indonesia.

Baca Juga:  Keren...Helm Ini Dibekali Banyak Fitur Canggih dan Telepon Darurat

Sebagai otoritas obat dan makanan di Indonesia, BPOM melakukan pengawalan sepanjang produksi hingga post-market.  "Siklus ini merupakan unsur kritikal bagi efektivitas perlindungan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan masyarakat," tutur Penny.(lyn/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Riset dan pengembangan obat dan makanan terus d­ilakukan. Harapannya, ketergantungan dengan luar negeri lambat laun dikurangi. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berupaya untuk mendukung hal ini.

Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Fitofarmaka serta Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Biologi milik BPOM sudah ditetapkan pada 13 September lalu melalui SK Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. "BPOM melakukan pendampingan kepada peneliti dan pelaku usaha," ungkap Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito.

Tujuan pendampingan tersebut untuk mengawal produk inovasi riset yang siap dihilirisasi dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin edar. Penny menyampaikan bahwa terdapat produk hasil riset yang sudah berhasil mendapatkan izin edar, yaitu Stem Cell produksi Pusat Pengembangan Penelitian Stem Cell Universitas Airlangga Surabaya bersama PT Phapros dan Albumin yang berasal dari ikan gabus yang dikembangkan oleh Universitas Hasanudin Makassar bersama PT Royal Medika.

Baca Juga:  Guru-guru Besar Beri Saran kepada Presiden untuk Capim KPK

"Selain itu, terdapat produk biologi yang sedang dikembangkan yaitu enoxaparin bersumber domba, trastuzumab, dan sejumlah vaksin antara lain MR, Hepatitis B, Tifoid, Rotavirus, Polio," katanya.

Produk lainnya adalah obat tradisional. Antara lain ekstrak seledri, binahong, daun kelor, daun gambir, dan bajakah. Pada produk darah dilakukan pengembangan industri fraksionasi plasma.  Langkah awal untuk penyediaan bahan baku plasma adalah dengan melakukan pendampingan dan percepatan sertifikasi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI).

- Advertisement -

"Hingga saat ini telah tersertifikasi 13 UTD PMI dan empat sertifikat CPOB diantaranya akan diserahkan secara resmi pada kegiatan ini," bebernya.

Penny  menegaskan BPOM berkomitmen untuk terus menjalankan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2016 dengan mendorong percepatan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri obat, obat tradisional, dan pangan di Indonesia.

- Advertisement -
Baca Juga:  Kapolri: Penegakkan Hukum Tak Bisa Puaskan Semua Orang

Sebagai otoritas obat dan makanan di Indonesia, BPOM melakukan pengawalan sepanjang produksi hingga post-market.  "Siklus ini merupakan unsur kritikal bagi efektivitas perlindungan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan masyarakat," tutur Penny.(lyn/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Riset dan pengembangan obat dan makanan terus d­ilakukan. Harapannya, ketergantungan dengan luar negeri lambat laun dikurangi. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berupaya untuk mendukung hal ini.

Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Fitofarmaka serta Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Biologi milik BPOM sudah ditetapkan pada 13 September lalu melalui SK Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. "BPOM melakukan pendampingan kepada peneliti dan pelaku usaha," ungkap Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito.

Tujuan pendampingan tersebut untuk mengawal produk inovasi riset yang siap dihilirisasi dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin edar. Penny menyampaikan bahwa terdapat produk hasil riset yang sudah berhasil mendapatkan izin edar, yaitu Stem Cell produksi Pusat Pengembangan Penelitian Stem Cell Universitas Airlangga Surabaya bersama PT Phapros dan Albumin yang berasal dari ikan gabus yang dikembangkan oleh Universitas Hasanudin Makassar bersama PT Royal Medika.

Baca Juga:  PKL di Jalan Sudirman Diberi Bansos dan Makanan Siap Saji

"Selain itu, terdapat produk biologi yang sedang dikembangkan yaitu enoxaparin bersumber domba, trastuzumab, dan sejumlah vaksin antara lain MR, Hepatitis B, Tifoid, Rotavirus, Polio," katanya.

Produk lainnya adalah obat tradisional. Antara lain ekstrak seledri, binahong, daun kelor, daun gambir, dan bajakah. Pada produk darah dilakukan pengembangan industri fraksionasi plasma.  Langkah awal untuk penyediaan bahan baku plasma adalah dengan melakukan pendampingan dan percepatan sertifikasi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI).

"Hingga saat ini telah tersertifikasi 13 UTD PMI dan empat sertifikat CPOB diantaranya akan diserahkan secara resmi pada kegiatan ini," bebernya.

Penny  menegaskan BPOM berkomitmen untuk terus menjalankan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2016 dengan mendorong percepatan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri obat, obat tradisional, dan pangan di Indonesia.

Baca Juga:  Penumpang Heran Tidak Ada Informasi Pembatalan Penerbangan Sriwijaya

Sebagai otoritas obat dan makanan di Indonesia, BPOM melakukan pengawalan sepanjang produksi hingga post-market.  "Siklus ini merupakan unsur kritikal bagi efektivitas perlindungan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan masyarakat," tutur Penny.(lyn/jpg)

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari