Sabtu, 23 November 2024
spot_img

2019, KPK Telah Usut 142 Kasus Korupsi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menangani sekitar 142 kasus korupsi di tingkat penyidikan sepanjang 2019, hingga sebelum UU nomor 19 tahun 2019 berlaku pada 17 Oktober lalu. Kasus terakhir yang ditetapkan tersangka yakni terkait proyek dan jabatan yang menjerat mantan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin, serta sejumlah pihak lain yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

"Terakhir sprindik yang kami lakukan sebelum 17 Oktober itu kasus OTT Medan. Jadi sekitar ada 142 penyidikan yang dilakukan sebelum 17 Oktober (berlakunya UU baru)," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (15/11).

Kendati demikian, sejak UU Nomor 19/2019 berlaku atau selama sebulan terakhir ini, KPK belum menangkap maupun menetapkan tersangka baru. Pada hari ini, KPK memang mengumumkan penetapan tersangka terhadap GM Hyundai Enginering Construction (HDEC), Herry Jung dan Direktur Utama PT King Property, Sutikno atas kasus dugaan suap kepada mantan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra.

Baca Juga:  Aktivitas Pilot Helikopter Water Bombing APP-Sinarmas selama Ramadan

Namun, sprindik terhadap keduanya diterbitkan KPK pada 14 Oktober 2019. Febri menegaskan, KPK bakal terus bekerja menindak dan mencegah korupsi. Sepanjang ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK tidak akan menunda penanganan sebuah kasus korupsi. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab KPK terhadap masyarakat yang sangat berharap Indonesia terbebas dari korupsi.

"Sebagai tanggung jawab kami pada publik maka KPK tetap harus berupaya sekuat mungkin melakukan penanganan korupsi dan juga pencegahan-pencegahan," terang Febri.

Hal ini setidaknya ditunjukkan KPK dengan menuntaskan kasus-kasus lama yang menjadi pekerjaan rumah. Terutama kasus yang tersangkanya telah ditahan karena ada batas waktu penahanan.

"Sekarang sebenarnya kegiatan-kegiatan tim penindakan juga masih berjalan, khususnya untuk kasus-kasus lama yang sudah diproses, maka pemeriksaan saksi harus dilakukan. Kalau orang sudah ditahan kan ada batas waktu, sehingga kami juga punya kewajiban untuk melakukan proses penyidikan secara serius," terang Febri.

Baca Juga:  Kasus Virus Corona di Cina Menurun

Belum adanya tersangka baru yang ditetapkan setelah UU baru berlaku memunculkan spekulasi KPK saat ini sedang gamang. Hal ini lantaran, KPK menilai terdapat kesimpangsiuran dan multitafsir dalam UU Nomor 19/2019.

Febri mengakui terdapat sejumlah tersangka dan terdakwa baik saat sidang praperadilan maupun sidang perkara pokok yang mulai menggunakan UU KPK baru untuk menguji proses hukum yang dilakukan Lembaga Antikorupsi.

Beberapa di antaranya mantan Menpora Imam Nahrawi dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, bos PT Balipacific Pragama yang juga adik dari mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.

"Nanti kita lihat, banyak memang kesimpangsiuran pemahaman dan indikasi ketidakpastian hukum dalam UU 19/2019 ini. Ada pertentangan salah satu pasal dengan pasal lain dan kalau itu diuji diproses persidangan tentu KPK nanti akan melihat juga bagaimana pertimbangan hakim terkait dengan hal itu," tegasnya.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menangani sekitar 142 kasus korupsi di tingkat penyidikan sepanjang 2019, hingga sebelum UU nomor 19 tahun 2019 berlaku pada 17 Oktober lalu. Kasus terakhir yang ditetapkan tersangka yakni terkait proyek dan jabatan yang menjerat mantan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin, serta sejumlah pihak lain yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

"Terakhir sprindik yang kami lakukan sebelum 17 Oktober itu kasus OTT Medan. Jadi sekitar ada 142 penyidikan yang dilakukan sebelum 17 Oktober (berlakunya UU baru)," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (15/11).

- Advertisement -

Kendati demikian, sejak UU Nomor 19/2019 berlaku atau selama sebulan terakhir ini, KPK belum menangkap maupun menetapkan tersangka baru. Pada hari ini, KPK memang mengumumkan penetapan tersangka terhadap GM Hyundai Enginering Construction (HDEC), Herry Jung dan Direktur Utama PT King Property, Sutikno atas kasus dugaan suap kepada mantan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra.

Baca Juga:  Aksi 21 April, Polda Metro Antisipasi Anarkis dan Rekayasa Lalu Lintas

Namun, sprindik terhadap keduanya diterbitkan KPK pada 14 Oktober 2019. Febri menegaskan, KPK bakal terus bekerja menindak dan mencegah korupsi. Sepanjang ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK tidak akan menunda penanganan sebuah kasus korupsi. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab KPK terhadap masyarakat yang sangat berharap Indonesia terbebas dari korupsi.

- Advertisement -

"Sebagai tanggung jawab kami pada publik maka KPK tetap harus berupaya sekuat mungkin melakukan penanganan korupsi dan juga pencegahan-pencegahan," terang Febri.

Hal ini setidaknya ditunjukkan KPK dengan menuntaskan kasus-kasus lama yang menjadi pekerjaan rumah. Terutama kasus yang tersangkanya telah ditahan karena ada batas waktu penahanan.

"Sekarang sebenarnya kegiatan-kegiatan tim penindakan juga masih berjalan, khususnya untuk kasus-kasus lama yang sudah diproses, maka pemeriksaan saksi harus dilakukan. Kalau orang sudah ditahan kan ada batas waktu, sehingga kami juga punya kewajiban untuk melakukan proses penyidikan secara serius," terang Febri.

Baca Juga:  Orang Tua Pilih Liburkan Anak

Belum adanya tersangka baru yang ditetapkan setelah UU baru berlaku memunculkan spekulasi KPK saat ini sedang gamang. Hal ini lantaran, KPK menilai terdapat kesimpangsiuran dan multitafsir dalam UU Nomor 19/2019.

Febri mengakui terdapat sejumlah tersangka dan terdakwa baik saat sidang praperadilan maupun sidang perkara pokok yang mulai menggunakan UU KPK baru untuk menguji proses hukum yang dilakukan Lembaga Antikorupsi.

Beberapa di antaranya mantan Menpora Imam Nahrawi dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, bos PT Balipacific Pragama yang juga adik dari mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.

"Nanti kita lihat, banyak memang kesimpangsiuran pemahaman dan indikasi ketidakpastian hukum dalam UU 19/2019 ini. Ada pertentangan salah satu pasal dengan pasal lain dan kalau itu diuji diproses persidangan tentu KPK nanti akan melihat juga bagaimana pertimbangan hakim terkait dengan hal itu," tegasnya.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari