JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Pelaksana tugas (Plt) Menteri Hukum dan HAM Tjahjo Kumolo membeberkan alasan pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan. Menurutnya, pemindahan ibu kota penting untuk pemerataan dan pertumbuhan ekonomi yang juga dapat menghapuskan istilah Jawa sentris.
“Bapak Presiden Jokowi ingin menghapuskan istilah Jawa sentris dengan cara menggenjot kontribusi ekonomi dan percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia di seluruh wilayah negara kita,†kata Tjahjo dalam acara Rapat Kerja Nasional Notaris tentang Pemindahan Ibu Kota di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (14/10).
Pria yang menjabat Menteri Dalam Negeri ini pun menuturkan, survei penduduk antarsensus (SUPAS) pada 2015 menyebutkan, sebesar 56,56 persen masyarakat Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara di pulau lainnya, persentasenya kurang dari 10 persen, kecuali Pulau Sumatera.
Merujuk pada data tersebut, kata Tjahjo, terlihat beban Pulau Jawa yang kian berat, juga menjadi salah satu alasan pemindahan ibu kota.
“Jika dilihat kontribusi ekonomi dalam hal ini kontribusi ekonomi di pulau-pulau terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia atau domestik bruto sangat mendominasi Jawa sementara pulau lainnya jauh tertinggal,†ucap politikus PDIP tersebut.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada 2018 didominasi oleh kelompok provinsi di Jawa dan Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yakni sebesar 58,48 persen, diikuti oleh Sumatera sebesar 21,58 persen dan Kalimantan 8,20 persen.
“Berdasarkan data BPS Tahun 2018 bahwa kontribusi ekonomi terhadap PDB pulau Jawa itu hampir mencapai 60 persen, di wilayah lain kontribusi tinggi namun pertumbuhan ekonomi masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi secara nasional,†terangnya.
Tak hanya itu, krisis air bersih di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek menjadi salah satu faktor pertimbangan pemindahan ibu kota. Dia pun merujuk pada data KemenPUPR terkait krisis air bersih tersebut.
“Pemerintah juga mempertimbangkan aset ketersediaan air bersih, Pulau Jawa berdasarkan Kementerian PUPR Tahun 2016 mengalami krisis air yang cukup parah, mulai dari daerah yang termasuk indikator minim yang artinya mengalami tekanan ketersediaan air di berbagai wilayah khususnya yang ada di pulau Jawa,†urai Tjahjo.
Tak hanya itu, pertimbangan lainnya, yakni hasil modelling KLHS Bappenas 2019 menunjukkan, konversi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa. Proporsi konsumsi lahan terbangun di Pulau Jawa mendominasi, bahkan mencapai lima kali lipat dari Kalimantan.
“Berkaitan dengan konversi lahan di Jawa, ini sudah mendominasi. Kajian lingkungan hidup Bappenas 2019 menyebutkan konversi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa dengan proporsi lahan terbangun lima kali lipat dibanding Pulau Kalimantan, sehingga jika ibu kota tidak dipindahkan maka akan terjadi krisis lahan yang ada di wilayah Jawa kemudian hari,†beber Tjahjo.
Oleh karenanya, atas dasar itu pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Hingga saat ini, pemerintah masih melakukan proses pembahasan UU yang terkait dengan rencana perpindahan ibu kota negara.
“Termasuk merevisi UU yang terkait dengan penetapan DKI Jakarta sebagai ibu kota,†pungkas Tjahjo.
Editor : Deslina
Sumber: jawapos.com