Masyarakat Cipang Kanan meyakini bahwa adat bermula dari adab, yakni, tingkah laku manusia. Adat dibuat berangkat dari syara’ dan syara’ berawal dari Alquran. Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah atau tigo tungku sajarongan.
(RIAUPOS.CO) – ADAT berisi peraturan yang berlaku di tengah masyarakat. Peraturan ini tidak tertulis, hanya terucap dengan lisan, tapi diketahui oleh seluruh masyarakat, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa hingga orang tua. Siapapun orangnya, berapapun usianya, harus patuh dengan peraturan yag telah dibuat ini.
Peraturan dibuat untuk dipatuhi. Ada hal-hal terlarang yang tidak boleh dilakukan. Jika dilarang, di sinilah hukuman atau sanksi itu muncul dan bermula. Tidak ada masyarakat yang kebal aturan adat. Tidak ada masyarakat yang tidak menjalani hukuman jika telah melanggar adat. Menjalankan hukuman adat adalah wajib jika tidak ingin dikucilkan atau keluar dari kampung halaman. Dengan kata lain, seseorang yang melanggar adat akan dihutangkan dan wajib membayar hutang. Sebesar apakah hutang itu, sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan.
Datuk Sa’danur, Ninik Mamak dan tokoh adat masyarakat Cipang Kanan, Rokan Hulu, mengatakan, ada lima macam kewajiban yang dilaksanakan secara adat di Cipanng Kanan, yakni, adat nikah kawin, sunat rasul, tamat kaji (khatam Alquran), timbun tanah (kuburan), pangkas gombak atau potong rambut bayi.
Adat nikah kawin melalui banyak tahapan adat. Jenisnya juga bermacam-macam. Ada nikah kawin besar (pesta besar) dengan bentuk hantaran emas, nikah kawin menengah hantarannya swasa, dan nikah kawin kecil bentuk hantarannya perak. Semua ketentuan ini diatur dalam adat. Di saat semua orang belum tahu apa jenis hantaran yang dibawa dengan carano ke rumah pengantin perempuan, Ninik Mamak sudah mengetahuinya. Itu karena proses adat yang terjadi.
Langkah pertama, anak mengatakan kepada orang tua bahwa ia ingin menikah. Orang tua memberitahukan kepada mamak rumah atau Mamak Atak Botih. Lalu mamak rumah menyampaikan hanya kepada kemenakannya atau Mamak Bintaro. Mamak Bintaro menyampaikan kepada Mamak Adat atau Mamak Suku atau Datuk Pucuk. Mamak Suku kemudian mengundang Ninik Mamak, alim ulama, pemerintah dusun, tokoh pemuda, dan tokoh masyarakat serta orang sumando. Kemudian, Mamak Adat menyampaikan kepada salah satu Mamak Adat yang diundang bahwa cucu kemenakannya akan nikah kawin. Lalu Mamak Adat memberikan sirih dalam carano kepada salah satu Ninik Mamak. Ninik Mamak menyambut kata dari Mamak Suku perihal nikah kawin ini.
Masih banyak adat dalam nikah kawin ini. Selain proses yang wajib dilaksanakan seperti di atas, juga adat sambut pantun atau ibarek (ibarat) yang melibatkan tokoh ibarek atau yang disebut dengan Tukang Ibarek. Ada juga adat menjalang mentuo dan lain sebagainya.
Adat khatam kaji atau khatam Alquran pula dipakai waktu nikah kawin. Khatam kaji dulu baru prosesi nikah kawin. Khusus untuk adat timbun tanah atau pemakaman, kalau makamnya disemen atau dikasi batu, harus minta izin Ninik mamak terlebih dulu. Sedangkan adat potong gombak atau potong rambut bayi dilakukan saat turun mandi dilakukan. Rambut yang dipotong hanya tiga helai sebagai syarat dan mengundang tetangga serta Ninik Mamak,
Sanksi Adat
Dalam kehidupan masyarakat adat Cipang Kanan dan kawasan Cipang Raya umumnya, ada berbagai jenis sanksi yang diberikan. Inilah yang disebut dengan sanksi adat. Sanksi adat tidak pernah tertulis, tapi diketahui seluruh masyarakat sehingga jika ada masyarakat yang melakukan kesalahan, pelaku maupun masyarakat lain sudah tahu sanksi apa yang akan diberikan kepadanya. Besarnya sanksi tergantung besarnya kesalahan. Sanksi ini juga disebut dengan hutang. Sedangkan hutang hukumnya wajib dibayar. Jika tidak dibayar, yang bersangkutan menerima sanksi, mulai dan diacuhkan atau tidak dilibatkan dalam berbagai urusan kampung, hingga diusir dari kampung tersebut.