Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Update Terkini, 1.486 Tewas dan 4.823 Orang Terjangkit

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – China sempat mengklaim berhasil menurunkan angka kasus baru pasien virus corona yang kini bernama COVID-19. Namun kenyataannya, angka kasus baru bertambah lagi hari ini. Kasus baru mencapai 4.823 orang di Hubei. Sementara kasus meninggal dunia per Jumat (14/2), menjadi 1.486 jiwa, seperti laporan South China Morning Post.

Dengan adanya peningkatan kasus baru tersebut, prediksi bahwa virus corona akan berakhir April 2020 mulai diragukan. Memang, sejumlah peneliti memprediksi wabah virus corona akan berakhir April 2020. Hal itu seiring transisi musim semi dan musim panas.

Dilansir dari Channel News Asia, Jumat (14/2), lebih dari empat perlima dari kasus baru ada di Wuhan. Korban harian naik dengan rekor lebih tinggi sebanyak 240 jiwa dibanding hari sebelumnya. Sebelumnya para peneliti memang memperkirakan Februari menjadi puncak wabah ini. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berusaha menenangkan ketakutan dunia. WHO menilai angka-angka baru itu tidak mewakili perubahan signifikan dalam lintasan wabah.

Bisa Berakhir April?
Dalam laman Factcheck, Jumat (14/2), Presiden Donald Trump memprediksi Coronavirus akan selesai pada April 2020 saat suhu menghangat. Meski beberapa virus bersifat musiman, belum jelas apakah virus baru ini akan mengikuti pola yang sama.

Baca Juga:  Tinjau Isoter Terapung, Menko Airlangga Optimis Papua Barat Zona Hijau

Wabah penyakit pernapasan yang sekarang dikenal dengan COVID-19 dimulai di China pada Desember 2019. Para ilmuwan dan yang lainnya berspekulasi bahwa jika virus corona jenis baru itu mirip dengan influenza dan beberapa virus lainnya. Oleh karena itu, bisa menghilang begitu suhu naik dan kelembaban meningkat. Tetapi saat ini tidak diketahui apakah virus akan menurun pada April. Tentu tergantung pada faktor-faktor lain, termasuk tingkat penyebaran dan efektivitas upaya penahanan.

“Itu mungkin (selesai April), tetapi ini adalah angan-angan, dengan analogi seperti flu dan virus pernapasan musim dingin lainnya,” kata ahli epidemiologi Universitas Columbia Stephen Morse.

“Saya katakan tunggu sampai April, kita akan tahu kalau itu benar,” tambah Morse.

Sementara itu, dia merekomendasikan untuk terus mencoba mengendalikan virus, dan tidak terbuai oleh analogi yang penuh harapan. Sebab namanya prediksi bisa saja salah.

Baca Juga:  Wakil Ketua MPR RI Sayangkan Hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dari Mata Kuliah Wajib

Trump sebelumnya berkicau di Twitter-nya pada 7 Februari. Saat itu dia baru saja berbicara lewat telepon dengan Presiden China, Xi Jinping.

“Tidak ada yang mudah,” kata Trump. “Tetapi semoga akan berhasil, terutama karena cuaca mulai menghangat dan virus semoga menjadi lebih lemah, dan kemudian hilang,” kata Trump saat itu.

Sejumlah virus yang menyerang manusia, termasuk influenza dan beberapa coronavirus lainnya (ada beberapa) memang bersifat musiman, biasanya menyerang pada bulan-bulan yang lebih dingin, dengan kasus menurun ketika musim panas semakin dekat. Salah satu teori yang mungkin menjadi indikator adalah karena cuaca.

“Kita tahu bahwa beberapa virus pernapasan di udara atau di permukaan, kehilangan kemampuan mereka untuk menginfeksi sel di bawah kondisi yang lebih hangat dan lembab,” kata seorang profesor teknik sipil dan lingkungan di Virginia Tech, Linsey Marr.

“Begitu cuaca memanas, kondisinya tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup virus,” sebut Marr.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – China sempat mengklaim berhasil menurunkan angka kasus baru pasien virus corona yang kini bernama COVID-19. Namun kenyataannya, angka kasus baru bertambah lagi hari ini. Kasus baru mencapai 4.823 orang di Hubei. Sementara kasus meninggal dunia per Jumat (14/2), menjadi 1.486 jiwa, seperti laporan South China Morning Post.

Dengan adanya peningkatan kasus baru tersebut, prediksi bahwa virus corona akan berakhir April 2020 mulai diragukan. Memang, sejumlah peneliti memprediksi wabah virus corona akan berakhir April 2020. Hal itu seiring transisi musim semi dan musim panas.

- Advertisement -

Dilansir dari Channel News Asia, Jumat (14/2), lebih dari empat perlima dari kasus baru ada di Wuhan. Korban harian naik dengan rekor lebih tinggi sebanyak 240 jiwa dibanding hari sebelumnya. Sebelumnya para peneliti memang memperkirakan Februari menjadi puncak wabah ini. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berusaha menenangkan ketakutan dunia. WHO menilai angka-angka baru itu tidak mewakili perubahan signifikan dalam lintasan wabah.

Bisa Berakhir April?
Dalam laman Factcheck, Jumat (14/2), Presiden Donald Trump memprediksi Coronavirus akan selesai pada April 2020 saat suhu menghangat. Meski beberapa virus bersifat musiman, belum jelas apakah virus baru ini akan mengikuti pola yang sama.

- Advertisement -
Baca Juga:  Website SSCN Belum Kunjung Bisa Diakses

Wabah penyakit pernapasan yang sekarang dikenal dengan COVID-19 dimulai di China pada Desember 2019. Para ilmuwan dan yang lainnya berspekulasi bahwa jika virus corona jenis baru itu mirip dengan influenza dan beberapa virus lainnya. Oleh karena itu, bisa menghilang begitu suhu naik dan kelembaban meningkat. Tetapi saat ini tidak diketahui apakah virus akan menurun pada April. Tentu tergantung pada faktor-faktor lain, termasuk tingkat penyebaran dan efektivitas upaya penahanan.

“Itu mungkin (selesai April), tetapi ini adalah angan-angan, dengan analogi seperti flu dan virus pernapasan musim dingin lainnya,” kata ahli epidemiologi Universitas Columbia Stephen Morse.

“Saya katakan tunggu sampai April, kita akan tahu kalau itu benar,” tambah Morse.

Sementara itu, dia merekomendasikan untuk terus mencoba mengendalikan virus, dan tidak terbuai oleh analogi yang penuh harapan. Sebab namanya prediksi bisa saja salah.

Baca Juga:  Mertua Bams: Tak Ada Perselingkuhan Mikha-Hotma Sitompul

Trump sebelumnya berkicau di Twitter-nya pada 7 Februari. Saat itu dia baru saja berbicara lewat telepon dengan Presiden China, Xi Jinping.

“Tidak ada yang mudah,” kata Trump. “Tetapi semoga akan berhasil, terutama karena cuaca mulai menghangat dan virus semoga menjadi lebih lemah, dan kemudian hilang,” kata Trump saat itu.

Sejumlah virus yang menyerang manusia, termasuk influenza dan beberapa coronavirus lainnya (ada beberapa) memang bersifat musiman, biasanya menyerang pada bulan-bulan yang lebih dingin, dengan kasus menurun ketika musim panas semakin dekat. Salah satu teori yang mungkin menjadi indikator adalah karena cuaca.

“Kita tahu bahwa beberapa virus pernapasan di udara atau di permukaan, kehilangan kemampuan mereka untuk menginfeksi sel di bawah kondisi yang lebih hangat dan lembab,” kata seorang profesor teknik sipil dan lingkungan di Virginia Tech, Linsey Marr.

“Begitu cuaca memanas, kondisinya tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup virus,” sebut Marr.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari