(RIAUPOS.CO) — Pemerintah sedang menggodok skema penggajian guru honorer. Berharap gaji guru honorer bisa setara upah minimun regional sesuai daerah tugas masing-masing.
Kebijakan tersebut akan diterapkan menyusul Kemendikbud menemukan adanya dugaan anomali anggaran fungsi pendidikan. Dana alokasi umum (DAU) pendidikan selalu naik tiap tahun.
Dari 2009 sebesar Rp153 triliun menjadi Rp429,5 triliun pada 2019. Selama ini dana tersebut digunakan untuk gaji dan tunjangan guru ASN.
Tapi, malah mayoritas pemerintah daerah (pemda) mengeluh tidak ada anggaran. Akibatnya, banyak sekolah-sekolah di daerah merekrut guru honorer sebagai pengganti para guru yang pensiun. Gajinya diambil dari dana BOS (bantuan operasional sekolah). Sehingga tujuan BOS yang seharusnya biaya operasional sekolah tidak optimal. Nah, hal itu yang disebut Mendikbud Muhadjir Effendy anomali anggaran.
Makanya, mulai anggaran tahun depan, Kemendikbud akan menggaji guru honorer melalui DAU. Tujuannya, untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer yang di bawah rata-rata. “Konteks pendidikan yang harus ditangani dulu adalah profesionalisme guru. Termasuk di dalamnya masalah kesejahteraan guru (honorer). Ada yang hanya digaji 150 ribu sebulan, karena diambilkan dari BOS,” beber menteri 63 tahun itu.
Meski begitu, usulan tersebut masih harus dibahas dengan Kementerian Keuangan. Setidaknya ada dua skema yang diusulkan. Pertama, gaji guru honorer dihitung berdasarkan UMR. Kedua, dihitung berdasarkan gaji guru PNS dengan masa kerja nol tahun.
Muhadjir mengaku miris dengan kesejahteraan guru. Dibanding profesi lain, guru memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar. “Semangat kami sih agar guru-guru honorer meningkat kesejahteraannya. Paling tidak dalam masa tunggu diangkat guru PNS atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Setidaknya nisa menikmati gaji yang sesuai standar kelayakan hidup,” katanya.
Apalagi, guru PNS banyak yang pensiun setiap tahun. Di sisi lain, tidak ada penambahan guru PNS baru. Ditambah, dana transfer ke daerah juga meningkat setiap tahun. “Nah, kelebihan dana ini kan sebaiknya dialokasikan untuk gaji guru honorer makanya kami buatkan aturan pendukungnya,” kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.(han/das)
Laporan JPG, Jakarta
(RIAUPOS.CO) — Pemerintah sedang menggodok skema penggajian guru honorer. Berharap gaji guru honorer bisa setara upah minimun regional sesuai daerah tugas masing-masing.
Kebijakan tersebut akan diterapkan menyusul Kemendikbud menemukan adanya dugaan anomali anggaran fungsi pendidikan. Dana alokasi umum (DAU) pendidikan selalu naik tiap tahun.
- Advertisement -
Dari 2009 sebesar Rp153 triliun menjadi Rp429,5 triliun pada 2019. Selama ini dana tersebut digunakan untuk gaji dan tunjangan guru ASN.
Tapi, malah mayoritas pemerintah daerah (pemda) mengeluh tidak ada anggaran. Akibatnya, banyak sekolah-sekolah di daerah merekrut guru honorer sebagai pengganti para guru yang pensiun. Gajinya diambil dari dana BOS (bantuan operasional sekolah). Sehingga tujuan BOS yang seharusnya biaya operasional sekolah tidak optimal. Nah, hal itu yang disebut Mendikbud Muhadjir Effendy anomali anggaran.
- Advertisement -
Makanya, mulai anggaran tahun depan, Kemendikbud akan menggaji guru honorer melalui DAU. Tujuannya, untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer yang di bawah rata-rata. “Konteks pendidikan yang harus ditangani dulu adalah profesionalisme guru. Termasuk di dalamnya masalah kesejahteraan guru (honorer). Ada yang hanya digaji 150 ribu sebulan, karena diambilkan dari BOS,” beber menteri 63 tahun itu.
Meski begitu, usulan tersebut masih harus dibahas dengan Kementerian Keuangan. Setidaknya ada dua skema yang diusulkan. Pertama, gaji guru honorer dihitung berdasarkan UMR. Kedua, dihitung berdasarkan gaji guru PNS dengan masa kerja nol tahun.
Muhadjir mengaku miris dengan kesejahteraan guru. Dibanding profesi lain, guru memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar. “Semangat kami sih agar guru-guru honorer meningkat kesejahteraannya. Paling tidak dalam masa tunggu diangkat guru PNS atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Setidaknya nisa menikmati gaji yang sesuai standar kelayakan hidup,” katanya.
Apalagi, guru PNS banyak yang pensiun setiap tahun. Di sisi lain, tidak ada penambahan guru PNS baru. Ditambah, dana transfer ke daerah juga meningkat setiap tahun. “Nah, kelebihan dana ini kan sebaiknya dialokasikan untuk gaji guru honorer makanya kami buatkan aturan pendukungnya,” kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.(han/das)
Laporan JPG, Jakarta