Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pilih Aman, Bukan Kecepatan

JAKARTA, (RIAUPOS.CO) – ‘’VAKSIN yang tidak diinginkan siapa pun tidak akan terlalu berguna.’’ Kalimat itu dilontarkan CEO AstraZeneca Pascal Soriot saat memberikan paparan kepada beberapa investor vaksin AZD1222. Itulah vaksin Covid-19 yang dikembangkan bersama Oxford University. Soriot berusaha menekankan bahwa kepercayaan publik pada vaksin yang mereka produksi sangat penting.

Salah satu cara menjaganya adalah mengutamakan kese­lamatan pengguna di atas segalanya. Soriot memang harus meyakinkan para investornya agar tidak kabur. Sebab, uji coba tahap terakhir vaksin tersebut terpaksa dihentikan sementara setelah seorang perempuan asal Inggris yang menjadi relawan mengalami peradangan pada sumsum tulang belakangnya atau myelitis transversa. Yakni, penyakit yang disebabkan virus.

Apakah virus tersebut berasal dari luar ataukah dari vaksin, itulah yang masih diselidiki. Yang jelas, perempuan tersebut disuntik dengan vaksin AZD1222 yang asli, bukan plasebo. Uji coba tidak akan diteruskan sampai semuanya jelas.

Jika nanti terbukti bahwa penyakit relawan itu berkaitan dengan AZD1222, semua vaksin yang diproduksi harus dimusnahkan. Ibarat lomba, AZD1222 sudah hampir sampai di garis finis. Karena itulah, produksi sudah mulai dilakukan karena mereka yakin vaksin tersebut aman.

Di tengah pandemi yang terus memburuk saat ini, tekanan agar vaksin Covid-19 segera selesai memang kian besar. Beberapa bahkan ditunggangi motif politis. Salah satunya di AS. Presiden AS Donald Trump sempat menyatakan bahwa vaksin bkal tersedia sekitar November ketika pemilu berlangsung. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memaparkan hal serupa.

Baca Juga:  Korban Tewas Gempa Sulbar Jadi 42 Orang, Banyak RS Rusak Berat

Trump, rupanya, berupaya mendongkrak popularitas dan dukungan dengan pernyataannya tersebut. Namun, perusahaan-perusahaan farmasi tidak beranggapan demikian. Sembilan perusahaan farmasi yang mengembangkan vaksin Covid-19 membuat pernyataan bersama. Mereka akan menjaga standar etik dan sains. Perusahaan yang tergabung adalah Pfizer, Merck, Johnson & Johnson, BioNTech, GlaxoSmithKline, AstraZeneca, Moderna, Sanofi, serta Novavax.

Setidaknya 70 vaksin Covid-19 yang dikembangkan saat ini berasal dari sembilan perusahaan tersebut. ’’Kami berjanji untuk selalu memastikan keamanan dan kesehatan orang yang divaksin sebagai prioritas utama,’’ bunyi pernyataan bersama sembilan perusahaan tersebut sebagaimana dikutip BBC.

Dirjen Federasi Perusahaan Farmasi Internasional Thomas Cueni menegaskan, sulit membayangkan vaksin yang ada saat ini akan disetujui untuk beredar dan didistribusikan dalam skala besar sebelum akhir tahun. ’’Jelas sekali bahwa perusahaan tidak ingin mengutamakan kecepatan di atas kualitas,’’ tegasnya.

Hal senada pernah diungkapkan Juru Bicara WHO Margaret Harris pekan lalu. Yaitu, belum ada satu pun vaksin yang menunjukkan tingkat kemanjurannya setidaknya 50 persen. Padahal, itulah salah satu syarat dari WHO agar vaksin tersebut mendapatkan lampu hijau untuk diproduksi dan digunakan secara masal. Harris mengungkapkan bahwa vaksinasi masal mungkin baru bisa dilakukan pada pertengahan tahun depan.

Baca Juga:  Dibahas Maraton, Awal September Dijadwalkan Ketuk Palu

Distribusi Jadi Tantangan Tersendiri

VAKSIN Covid-19 sudah hampir jadi. Produksi masal juga bukan masalah lagi. Namun, semua itu masih separug jalan. Proses distribusi ke berbagai penjuru dunia bakal sama rumitnya dengan ditemukannya formula yang bisa mencegah penularan virus SARS-CoV-2 tersebut.

’’Pengiriman vaksin Covid-19 ke seluruh dunia akan menjadi tantangan terbesar yang pernah ada di sektor transportasi,’’ bunyi pernyataan Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) sebagaimana dikutip BBC.
IATA memperkirakan kebutuhan transportasi setara 8 ribu Boeing 747s. Itu perkiraan jika satu orang mendapatkan 1 dosis vaksin. Kendaraan berkapasitas besar memang diperlukan demi keamanan. Sebab, tingkat kerumitan mengirim vaksin jauh lebih kompleks daripada membawa penumpang biasa. Salah satunya adalah jenis pesawat.

Tidak semua pesawat bisa membawa vaksin. Sebab, beberapa jenis vaksin harus diletakkan di suhu antara 2–8 derajat Celsius. Beberapa lainnya bahkan harus dibekukan. Karena itu, meski vaksin belum selesai, IATA sudah berkoordinasi dengan maskapai, bandara, berbagai lembaga kesehatan, dan perusahaan farmasi untuk rencana pengiriman tersebut.

’’Pengiriman vaksin Covid-19 dengan aman bakal menjadi misi abad ini bagi industri pesawat kargo global. Itu tidak akan terjadi tanpa perencanaan yang matang,’’ tegas Chief Executive IATA Alexandre de Juniac.(sha/c14/bay/das)

Laporan : JPG (Jakarta)

JAKARTA, (RIAUPOS.CO) – ‘’VAKSIN yang tidak diinginkan siapa pun tidak akan terlalu berguna.’’ Kalimat itu dilontarkan CEO AstraZeneca Pascal Soriot saat memberikan paparan kepada beberapa investor vaksin AZD1222. Itulah vaksin Covid-19 yang dikembangkan bersama Oxford University. Soriot berusaha menekankan bahwa kepercayaan publik pada vaksin yang mereka produksi sangat penting.

Salah satu cara menjaganya adalah mengutamakan kese­lamatan pengguna di atas segalanya. Soriot memang harus meyakinkan para investornya agar tidak kabur. Sebab, uji coba tahap terakhir vaksin tersebut terpaksa dihentikan sementara setelah seorang perempuan asal Inggris yang menjadi relawan mengalami peradangan pada sumsum tulang belakangnya atau myelitis transversa. Yakni, penyakit yang disebabkan virus.

- Advertisement -

Apakah virus tersebut berasal dari luar ataukah dari vaksin, itulah yang masih diselidiki. Yang jelas, perempuan tersebut disuntik dengan vaksin AZD1222 yang asli, bukan plasebo. Uji coba tidak akan diteruskan sampai semuanya jelas.

Jika nanti terbukti bahwa penyakit relawan itu berkaitan dengan AZD1222, semua vaksin yang diproduksi harus dimusnahkan. Ibarat lomba, AZD1222 sudah hampir sampai di garis finis. Karena itulah, produksi sudah mulai dilakukan karena mereka yakin vaksin tersebut aman.

- Advertisement -

Di tengah pandemi yang terus memburuk saat ini, tekanan agar vaksin Covid-19 segera selesai memang kian besar. Beberapa bahkan ditunggangi motif politis. Salah satunya di AS. Presiden AS Donald Trump sempat menyatakan bahwa vaksin bkal tersedia sekitar November ketika pemilu berlangsung. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memaparkan hal serupa.

Baca Juga:  Korban Tewas Gempa Sulbar Jadi 42 Orang, Banyak RS Rusak Berat

Trump, rupanya, berupaya mendongkrak popularitas dan dukungan dengan pernyataannya tersebut. Namun, perusahaan-perusahaan farmasi tidak beranggapan demikian. Sembilan perusahaan farmasi yang mengembangkan vaksin Covid-19 membuat pernyataan bersama. Mereka akan menjaga standar etik dan sains. Perusahaan yang tergabung adalah Pfizer, Merck, Johnson & Johnson, BioNTech, GlaxoSmithKline, AstraZeneca, Moderna, Sanofi, serta Novavax.

Setidaknya 70 vaksin Covid-19 yang dikembangkan saat ini berasal dari sembilan perusahaan tersebut. ’’Kami berjanji untuk selalu memastikan keamanan dan kesehatan orang yang divaksin sebagai prioritas utama,’’ bunyi pernyataan bersama sembilan perusahaan tersebut sebagaimana dikutip BBC.

Dirjen Federasi Perusahaan Farmasi Internasional Thomas Cueni menegaskan, sulit membayangkan vaksin yang ada saat ini akan disetujui untuk beredar dan didistribusikan dalam skala besar sebelum akhir tahun. ’’Jelas sekali bahwa perusahaan tidak ingin mengutamakan kecepatan di atas kualitas,’’ tegasnya.

Hal senada pernah diungkapkan Juru Bicara WHO Margaret Harris pekan lalu. Yaitu, belum ada satu pun vaksin yang menunjukkan tingkat kemanjurannya setidaknya 50 persen. Padahal, itulah salah satu syarat dari WHO agar vaksin tersebut mendapatkan lampu hijau untuk diproduksi dan digunakan secara masal. Harris mengungkapkan bahwa vaksinasi masal mungkin baru bisa dilakukan pada pertengahan tahun depan.

Baca Juga:  Data Black Box FDR Penerbangan Sriwijaya Air Mulai Diunduh

Distribusi Jadi Tantangan Tersendiri

VAKSIN Covid-19 sudah hampir jadi. Produksi masal juga bukan masalah lagi. Namun, semua itu masih separug jalan. Proses distribusi ke berbagai penjuru dunia bakal sama rumitnya dengan ditemukannya formula yang bisa mencegah penularan virus SARS-CoV-2 tersebut.

’’Pengiriman vaksin Covid-19 ke seluruh dunia akan menjadi tantangan terbesar yang pernah ada di sektor transportasi,’’ bunyi pernyataan Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) sebagaimana dikutip BBC.
IATA memperkirakan kebutuhan transportasi setara 8 ribu Boeing 747s. Itu perkiraan jika satu orang mendapatkan 1 dosis vaksin. Kendaraan berkapasitas besar memang diperlukan demi keamanan. Sebab, tingkat kerumitan mengirim vaksin jauh lebih kompleks daripada membawa penumpang biasa. Salah satunya adalah jenis pesawat.

Tidak semua pesawat bisa membawa vaksin. Sebab, beberapa jenis vaksin harus diletakkan di suhu antara 2–8 derajat Celsius. Beberapa lainnya bahkan harus dibekukan. Karena itu, meski vaksin belum selesai, IATA sudah berkoordinasi dengan maskapai, bandara, berbagai lembaga kesehatan, dan perusahaan farmasi untuk rencana pengiriman tersebut.

’’Pengiriman vaksin Covid-19 dengan aman bakal menjadi misi abad ini bagi industri pesawat kargo global. Itu tidak akan terjadi tanpa perencanaan yang matang,’’ tegas Chief Executive IATA Alexandre de Juniac.(sha/c14/bay/das)

Laporan : JPG (Jakarta)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari