Bulan suci Ramadan tahun 1443 Hijriah telah datang menghampiri kita. Bulan rahmah, bulan yang maghfirah, bulan berkah, bulan sabar, bulan Quran, bulan sedekah, dan bulan pendidikan bagi orang-orang beriman dan bertakwa.
Bulan dilipatgandakan pahala dari setiap amalan yang dikerjakan di dalamnya.
Masih banyak lagi nama-nama indah untuknya yang belum disebutkan, sesuai dengan banyaknya kebaikan dan keutamaan di dalamnya.
Keistimewaan ini terlihat sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan bathil)". (QS Al-Baqarah (2): 185).
Dengan banyaknya keutamaan yang terkandung di dalam Ramadan ini, sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT kita menyambut bulan ini dengan penuh suka cita, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW yang memberikan kabar gembira kepada sahabatnya tentang kedatangan bulan Ramadan seraya bersabda: "Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi. (HR Ahmad dalam Al-Musnad (2/385))".
Lantas, bagaimana kita memanfaatkan waktu singkat dalam Ramadan ini untuk tetap mendapat amal sebesar-besarnya yang dapat menjadi bekal bagi kehidupan baik di dunia maupun akhirat nantinya? Jawabannya adalah dengan meningkatkan ilmu dan iman sehingga nantinya kita akan mendapatkan titel muttaqin.
Dengan momentum Ramadan ini, dapat dijumpai banyaknya majelis ilmu yang hadir tidak saja dalam lingkungan masjid, musala dan langgar di setiap penjuru kota dan kampung. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan informasi digital saat ini, semakin mempermudah akses terhadap ilmu-ilmu agama tersebut untuk dipelajari dan dipahami.
Mencari, mempelajari, dan menjadi orang berilmu dalam Islam sejatinya bukanlah suatu anjuran melainkan kewajiban yang harus dipenuhi. Islam memandang dan menempatkan posisi orang yang berilmu, memiliki kedudukan yang mulia tidak saja di akhirat melainkan pula di dunia.
Dan akan selalu berkorelasi dengan peningkatan iman sebagai output-nya. Hal ini secara tersirat maupun tersurat tampil dalam beberapa petunjuk yang diberikan mengenai keutamaan orang yang berilmu.
Keutamaan Ilmu
Pertama, Allah SWT membedakan dan mengangkat derajat orang yang berilmu. Allah SWT berfirman, katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS Az-Zumar (39): 9).
Dalam surah yang lain, Allah SWT berfirman: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Mujadalah (58): 11).
Kedua, keutamaan orang yang berilmu akan senantiasa dijadikan rujukan. Allah SWT berfirman: "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui". (QS An-Nahl (16): 43).
Seorang yang berilmu suka atau tidak pasti menjadi tempat orang bertanya dan merujuk kepadanya ketika mendapat sebuah permasalahan. Karena itu, mereka senantiasa menempatkan para ulama, guru dan ustaz pada kedudukan yang mulia. Ini adalah bukti nyata bahwa ilmu juga membuat orang mulia bukan hanya di akhirat semata, namun juga di dunia.
Ketiga, ilmu adalah satu-satunya warisan Nabi. Dari Abu Darda’, Rasulullah SAW bersabda: "Dan sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi itu tidak pernah mewariskan dinar dan tidak pula dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya, sungguh telah mengambil bagian yang besar". (HR Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majah).
Tidak ada keraguan bahwa manusia termulia adalah para nabi. Kemuliaan mereka diwariskan melalui ilmu agama. Para ulama yang mengambilnya pun berhak mendapatkan kemuliaan itu. Maka derajat mereka pun naik membumbung tinggi di akhirat nanti, sejajar dengan para nabi dan syuhada.
Keempat, ilmu membuat kita beramal dengan benar dan ditakuti syaitan. Dari Abu Darda’, Rasulullah SAW bersabda: "Dan sungguh perbedaan keutamaan orang yang berilmu dengan orang yang gemar beribadah, sebagaimana keutamaan bulan purnama dari seluruh bintang lainnya" (HR Tirmidzi, Ahmad).
Mengapa orang alim (berilmu) mempunyai keutamaan yang lebih mulia dibandingkan orang yang rajin ibadah? Logika sederhana kita akan menjawabnya.
Seorang berilmu salat sunah dua rakaat. Dia berwudu dengan benar, salat dengan benar dan khusuk, mengetahui syarat, rukun, dan hal-hal yang merusak ibadahnya. Sementara ada yang lainnya yang gemar salat hingga delapan, bahkan 12 rakaat setiap malamnya, tetapi tidak memahami bacaannya, tidak mengetahui adab, syarat, dan rukunnya. Tentunya dengan komparasi tersebut dapat disimpulkan mana yang lebih mulia amalannya. Kelima, ilmu yang bermanfaat menjadi pahala yang terus mengalir hingga kiamat. Dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda: "Semua amal manusia terputus (pahalanya) setelah kematiannya, kecuali tiga perkara: sedekahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya". (HR Muslim).
Kemuliaan orang yang berilmu terus berlanjut hingga hari kiamat, meski jasadnya telah menyatu dengan tanah. Hal ini berlaku untuk seluruh ilmu kebaikan yang bermanfaat tanpa terkecuali.
Keenam, Allah SWT, para malaikat, penghuni langit dan bumi bersalawat atau mendoakan para pengajar ilmu kebaikan. Dari Abu Umamah, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, bahkan semut di lubangnya, bahkan juga ikan, semuanya bershawalat atau mendoakan orang yang mengajarkan ilmu kebaikan". (HR Tirmidzi, ia mengatakan: Hadis Hasan).
Barangkali ini adalah kemuliaan di atas kemuliaan makhluk bernama manusia. Orang berilmu yang mendapatkan kemuliaan tak terhingga itu. Bayangkan saja, Sang Kholik dan makhluk-Nya semua bersalawat dan mendoakan untuknya. Mengharapkan kebaikan dan kemuliaan itu senantiasa ada pada orang yang berilmu hingga akhir hayatnya.
Ketujuh, ilmu membuat kita takut pada Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama". (QS Fathir (35): 28). Ilmu menjadikan para ulama takut kepada Allah SWT. Bukan hanya ilmu agama atau syariah, tetapi semua ilmu kebaikan yang berasal dari Allah sehingga mereka yang mendalaminya semestinya bisa merasakan keagungan dan kebesaran Allah SWT, untuk kemudian lebih takut kepada-Nya.
Ilmu akidah membuat orang mengenal Allah SWT dari dalil-dalil naqli dalam Alquran dan hadis, tentang sifat Allah SWT, kebesaran dan kekuasaan-Nya. Ilmu fikih membuat orang terkagum-kagum dan mengakui kebesaran Allah yang telah menciptakan sariat yang begitu sempurna dan komprehensif, tidak ada tandingannya dengan hukum buatan manusia.
Begitu pula mereka yang mempelajari ilmu kedokteran, fisika, biologi bahkan matematika, akan mengagumi kebesaran Allah SWT melalui ayat-ayat kebesaran Allah SWT yang begitu banyak tersebar di alam raya ini meliputi dari fase penciptaan manusia, tentang pengaturan alam semesta, tentang anatomi hewan dan tumbuhan, tentang mineral sumber daya alam dan seterusnya. Semua menceritakan dengan lugas dan jujur tentang kebesaran Allah SWT. Maka layaklah jika para ulama dan ilmuwan saleh menjadi orang yang paling takut kepada Allah SWT.
Ikhtisar
Akhirnya, apa yang disebutkan secara singkat baik yang tersirat maupun tersurat tampil sebagai petunjuk yang diberikan mengenai keutamaan orang yang berilmu tersebut, belum merangkum keseluruhan keutamaan-keutamaan lainnya yang dapat diperoleh dari orang yang berilmu.
Namun yang menjadi poin pentingnya ialah, penekanan bahwa orang yang berilmu dan menuntut ilmu akan selalu mendapat kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat menjadi sesuatu yang dijanjikan Allah SWT kepada hambanya. Yang tentunya baik secara langsung maupun tidak langsung ilmu tersebut akan berkorelasi dengan peningkatan iman dan ketakwaan.
Sehingga, dengan momentum Ramadan yang singkat ini, sudah seharusnya sebagai muslim yang beriman memanfaatkan waktu ini sebaik-baiknya sebagai sarana untuk menambah wawasan dan keilmuan terlebih dengan banyaknya majelis-majelis ilmu di bulan yang suci ini, serta kemudahan dari fasilitas dan sarana digital yang ada saat ini dalam mencari, mengakses, dan mempelajari ilmu tersebut.
Mengutip salah satu adagium dalam bahasa asing "ut sementem feceris ita meted" yang berarti siapa yang menabur dia yang menuai. Siapa yang menabur kesungguhan dalam belajar, maka ia akan menuai ilmu yang bermanfaat. Siapa yang menabur ilmu yang bermanfaat, maka ia akan menuai kemuliaan baik di dunia maupun akhirat. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Aamiin!(ygi/mia/tyo/syn/idr/jpg)