Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Ahli Pertanyakan Keterlibatan KSP Dalam Eksekusi Lahan di Desa Gondai

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Ahli Hukum Tata Negara Mexsasai Indra turut merespon keterlibatan kantor staf presidenan (KSP) dalam polemik eksekusi lahan Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan. Kata Mex, kekuasan harusnya tidak mengintervensi putusan pidana Mahkamah Agung (MA) terhadap PT Peputra Supra Jaya (PSJ). 

“Penyelesaian di Gondai, Kabupaten Pelalawan, harus diselesaikan secara hukum, bukan oleh kekuasaan," sebut Mexsasai kepada wartawan, Selasa (13/4/2031).

Lebih jauh dijelaskan dia, Indonesia merupakan negara hukum dan mengenal sistem pembagian kekuasaan dengan tujuan dapat dikontrol dan diawasi. Di mana kekuasan kehakiman sebagai pengawasan yang diperankan oleh badan peradilan. 

Peradilan merupakan sarana terakhir mencari keadilan melalui proses pembuktian di persidangan. Selanjutnya diakhiri dengan putusan yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, termasuk kekuasaan lainnya. 

Baca Juga:  Hubungan Makin Tegang, Amerika Usir 24 Diplomat Rusia

“Sehingga kekuasaan eksekutif dan legislatif yang memiliki tupoksi berbeda tidak dapat mengintervensi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap karena itu merupakan kekuasaan yudikatif yang merdeka dan independent, di dalam UUD 1945 dinyatakan secara tegas," terangnya.

Mex menjelaskan, adanya surat KSP melalui Deputi II terkait persoalan Desa Gondai, apalagi terhadap putusan berkekuatan hukum tetap, maka ada potensi contempt of court atau mal administrasi. 

“Mal administrasi dalam konsep hukum administrasi negara, apalagi berdasarkan pemberitaan yang saya dapatkan surat tersebut hanya ditandatangani oleh Deputi II KSP, namun isi surat tersebut berisikan perintah pada Kapolri dan Panglima TNI," pungkasnya.

Surat KSP itu meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri untuk melindungi petani sawit terkait eksekusi lahan di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan. Dia meminta masyarakat tidak dikriminalisasi. Dalam surat bernomor B-21/KSK/03/2021 tertanggal 12 Maret 2021 itu, KSP menyebut persoalan di Desa Gondai tengah ditangani pihaknya bersama KLHK dan lembaga terkait. 

Baca Juga:  Gunakan Pancasila sebagai Deteksi Dini Terhadap Ideologi Berbahaya

KSP meminta aparat menjaga kondusivitas hingga persoalan ini diselesaikan. Mex mengatakan, perintah dalam konsep hukum administrasi negara adalah hubungan antara atasan dengan bawahan. Maka secara teori, Deputi II tidak bisa memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI terkait 

“Kok bisa Deputi II KSP memerintahkan Kapolri dan Panglima yang merupakan pejabat tertinggi di masing-masing kesatuan, ini sama saja menghilangkan marwah institusi Polri dan TNI," tanyanya heran.

Laporan: Afiat Ananda (Pekanbaru)
Editor:  E Sulaiman

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Ahli Hukum Tata Negara Mexsasai Indra turut merespon keterlibatan kantor staf presidenan (KSP) dalam polemik eksekusi lahan Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan. Kata Mex, kekuasan harusnya tidak mengintervensi putusan pidana Mahkamah Agung (MA) terhadap PT Peputra Supra Jaya (PSJ). 

“Penyelesaian di Gondai, Kabupaten Pelalawan, harus diselesaikan secara hukum, bukan oleh kekuasaan," sebut Mexsasai kepada wartawan, Selasa (13/4/2031).

- Advertisement -

Lebih jauh dijelaskan dia, Indonesia merupakan negara hukum dan mengenal sistem pembagian kekuasaan dengan tujuan dapat dikontrol dan diawasi. Di mana kekuasan kehakiman sebagai pengawasan yang diperankan oleh badan peradilan. 

Peradilan merupakan sarana terakhir mencari keadilan melalui proses pembuktian di persidangan. Selanjutnya diakhiri dengan putusan yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, termasuk kekuasaan lainnya. 

- Advertisement -
Baca Juga:  Hubungan Makin Tegang, Amerika Usir 24 Diplomat Rusia

“Sehingga kekuasaan eksekutif dan legislatif yang memiliki tupoksi berbeda tidak dapat mengintervensi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap karena itu merupakan kekuasaan yudikatif yang merdeka dan independent, di dalam UUD 1945 dinyatakan secara tegas," terangnya.

Mex menjelaskan, adanya surat KSP melalui Deputi II terkait persoalan Desa Gondai, apalagi terhadap putusan berkekuatan hukum tetap, maka ada potensi contempt of court atau mal administrasi. 

“Mal administrasi dalam konsep hukum administrasi negara, apalagi berdasarkan pemberitaan yang saya dapatkan surat tersebut hanya ditandatangani oleh Deputi II KSP, namun isi surat tersebut berisikan perintah pada Kapolri dan Panglima TNI," pungkasnya.

Surat KSP itu meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri untuk melindungi petani sawit terkait eksekusi lahan di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan. Dia meminta masyarakat tidak dikriminalisasi. Dalam surat bernomor B-21/KSK/03/2021 tertanggal 12 Maret 2021 itu, KSP menyebut persoalan di Desa Gondai tengah ditangani pihaknya bersama KLHK dan lembaga terkait. 

Baca Juga:  Mendesak, Pembatasan Jam Kerja Sopir Bus

KSP meminta aparat menjaga kondusivitas hingga persoalan ini diselesaikan. Mex mengatakan, perintah dalam konsep hukum administrasi negara adalah hubungan antara atasan dengan bawahan. Maka secara teori, Deputi II tidak bisa memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI terkait 

“Kok bisa Deputi II KSP memerintahkan Kapolri dan Panglima yang merupakan pejabat tertinggi di masing-masing kesatuan, ini sama saja menghilangkan marwah institusi Polri dan TNI," tanyanya heran.

Laporan: Afiat Ananda (Pekanbaru)
Editor:  E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari