JAKARTA (RIAUPOS.CO) — PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa inovasi untuk mengatasi pandemi Covid-19 akan mendapat dukungan. Asalkan sesuai dengan kaidah keilmuan yang ada. Selain itu, pemerintah juga memantau penggunaan AstraZeneca.
Kemarin (12/3), Jokowi menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia mendukung inovasi-inovasi baik yang tengah dikembangkan oleh inovator dan peneliti. "Dalam situasi pandemi saat ini tentu kita semua mendukung adanya penelitian dan pengembangan, baik itu obat maupun vaksin," ungkapnya.
Jokowi menginginkan agar Indonesia memiliki kemandirian di bidang farmasi. Selain itu juga percepatan akses ketersediaan vaksin di masa pandemi Covid-19 ini. Berbagai negara memang tengah mengembangkan vaksin dan obat untuk Covid-19. Saat ini, peneliti di Indonesia tengah mengembangkan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara.
"Untuk menghasilkan produk obat dan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu, mereka juga harus mengikuti kaidah-kaidah saintifik dan keilmuan," tuturnya di Istana Kepresidenan Bogor.
Uji klinis yang ditempuh juga harus sesuai dengan prosedur yang berlaku. Jokowi mengingatkan bahwa semua dilakukan secara terbuka, bersifat transparan, serta melibatkan banyak ahli. Semua tahapan tersebut sangat penting demi memastikan keamanan dan keefektifan penggunaan vaksin di kalangan masyarakat. Penggunaan vaksin dan obat untuk masyarakat harus mengedepankan unsur kehati-hatian dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
"Jika semua tahapan sudah dilalui, kita percepat produksi untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri akan vaksin," perintah Jokowi.
Vaksin Nusantara menjadi perbincangan setelah Rabu lalu (10/3) DPR mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mempermudah pengujian. Direktur Registrasi Obat BPOM Lucia Rizka Andalusia menyatakan alasan lembaganya menanyakan beberapa hal kepada peneliti Vaksin Nusantara.
"Awalnya peneliti menolak melakukan uji klinik pada hewan karena sering digunakan pada tindakan kanker," ungkapnya.
Namun, BPOM meminta agar uji klinik pada hewan ini harus dilakukan. Sebab sel dendritik ini yang nantinya digunakan untuk vaksin.
"Kami harus pastikan sel denditrik yang akan digunakan bebas dari antigen yang diinkubasi," tutur Rizka.
Kenapa BPOM ngotot? Menurut Rizka, sel antigen ini terbuat dari virus Covid-19. BPOM ingin memastikan keamanannya. Peneliti pun enggan. Lalu BPOM memberikan syarat untuk melakukan uji pada tiga orang pertama. "First in human ini harus dilakukan dengan aman," katanya.
Selain itu BPOM mempertanyakan antigen yang digunakan peneliti yang diimpor dari Amerika itu ada residu dalam sel dendritik. Lalu apakah residu itu masuk dalam tubuh.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta kepada BPOM untuk segera memberikan izin terhadap Vaksin Nusantara. Dengan begitu, pemerintah tidak perlu lagi mengimport vaksin-vaksin dari luar negeri.
Senator muda itu mengatakan, BPOM harus mensegerakan proses uji klinis tahap ke II terhadap Vaksin Nusantara. Sebab, pada proses uji klinis tahap pertama, 30 relawan tidak mengalami efek samping saat diberikan vaksin tersebut. Menurut dia, ada kelambanan dari pihak BPOM, sehingga seakan mempersulit izin Vaksin Nusantara. Seharusnya proses uji klinis tahap ke II sudah harus dimulai.
"Berkaca dari tahap pertama, yang saya rasa berjalan sukses," tegas Sultan.
Mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu mencontohkan, sikap BPOM terhadap Vaksin AstraZeneca yang baru tiba di Tanah Air. Vaksin asal Inggris itu langsung diberikan izin edar. Hal itu berbanding terbalik dengan Vaksin Sinovac yang harus melalui uji klinis terlebih dahulu.
Menurutnya, BPOM memiliki prilaku yang berbeda menanggapi dua vaksin yang dibeli Indonesia. Vaksin AstraZeneca langsung diedarkan, sedangkan proses uji klinisnya dipercayakan negara lain. Vaksin Sinovac harus melalui tahap uji klinis.
"Menurut saya ini saatnya BPOM percaya terhadap vaksin buatan anak negeri," ungkapnya.
Sultan berharap, tanpa melewati atau melanggar kaidah kesehatan yang ditetapkan, pemerintah harus memberikan kesempatan kepada peneliti Vaksin Nusantara, sehingga dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia. Dengan adanya para akademisi bersama lintas stakeholder yang dilibatkan, maka diharapkan vaksin itu akan memiliki keunggulan dibandingkan dengan dua vaksin sebelumnya yang notabenenya dianggap menguras anggaran negara.
Dia mengatakan, semua pihak wajib menghargai dan inisiatif dan inovasi produk obat atau vaksin anak bangsa. Tim Vaksin Nusantara pantas diberikan kesempatan untuk diteliti secara lebih jauh dan presisi.
"Jika mendapat dukungan dari pemerintah, saya yakin vaksin Nusantara dapat diwujudkan sesuai dengan harapan kita semua serta memberikan manfaat yang luar biasa," pungkas Sultan.
Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono ikut angkat bicara mengenai uji klinis vaksin Nusantara. Pandu mengaku, sudah menduga bahwa akan ada manuver yang dilakukan oleh mantan Menkes Terawan Agus Putranto terkait penelitian ini. Mengingat, sejak awal penelitian Vaksin Nusantara tersebut banyak pendapat kritikan.
Tapi, kata dia, yang bikin geleng-geleng kepala ialah sikap Komisi IX. Di mana, dalam rapat kerja bersama antara pemerintah dan lembaga terkait justru melakukan intervensi pada BPOM. Komisi IX secara terbuka dan tertulis memaksa BPOM agar segera memberikan izin untuk melanjutkan uji klinik fase dua vaksin nusantara.
"Itu nggak etis. Arogan sekali. Komisi IX itu sudah melakukan tindakan tidak etis dan tidak terpuji," tegasnya.
Menurut dia, tindakan Komisi IX justru menunjukkan bahwa mereka tidak mengerti tugas dan fungsi pokok mereka duduk di parlemen. Yang harusnya bisa menilai dengan cermat sebuah persoalan. Apalagi, BPOM telah menyampaikan bahwa uji klinik fase dua tidak sesuai dengan standar cara pembuatan obat yang baik. Di mana, standar yang sama pun diterapkan dalam pembuatan obat/vaksin lainnya.
"Tapi orang komisi IX tidak tahu kenapa kok bisa dimanuver, bisa dipengaruhi oleh Terawan. Janji apa yang diberikan pada mereka?" katanya.
Lagi pula, vaksin berbasis Dendritik ini masih taraf riset awal. Menurut dia, baiknya percayakan pada komunitas sains dan BPOM.
Tidak perlu dipolitisasi. Biarkan tim peneliti mempertanggungjawabkan integritas proses riset yg dinilai mengabaikan prinsip dasar riset yang baik dan standar.
Sementara itu, pemerintah Indonesia terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan proses vaksinasi AstraZeneca di seluruh dunia. Meskipun ada laporan beberapa negara yang menghentikan sementara vaksinasi AstraZeneca karena adanya laporan penggumpalan darah, Satgas Penanganan Covid-19 masih optimistis bahwa vaksin tersebut aman.
Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa belum ada bukti bahwa pembekuan darah adalah kejadian ikutan (KIPI) dari Vaksin AstraZeneca. Vaksin yang saat ini beredar di Indonesia pada prinsipnya aman untuk digunakan. "Ini sesuai dengan pernyataan dari european medicine agency (EMA) yang disampaian pada Kamis (11/3). Saat ini tidak ada indikasi bahwa vaksinasi AstraZeneca menyebabkan pembekuan darah," kata Wiku.
Sampai saat ini Wiku melanjutkan, pembekuan darah tidak terdaftar sebagai efek samping dari vaksin tersebut. Faktanya, lebih dari 10 juta vaksin AstraZeneca yang sudah digunakan tidak menunjukkan bukti peningkatan resiko emboli paru, atau trombosis vena dalam satu golongan usia, jenis kelamin, maupun golongan lainnya di negara-negara yang menggunakannya.
"Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kejadian sejenis ini (pembekuan darah, Red), secara signifkan lebih rendah pada penerima suntikan vaksin. Dibandingkan dengan angka kejadian pada masyarakat pada umumnya," kata Wiku.
Wiku menyebut, sampai saat ini vaksin AstraZeneca yang tiba di Indonesia beberapa hari lalu belum disuntikkan pada target vaksinasi nasional manapun. Proses alokasi akan mengikuti Kemenkes dan sertifikat halal oleh MUI.
"Namun adanya monitoring kejadian munculnya kejadian KIPI dari pelaksanakan vaksinasi apapaun produknya akan terus dilakukan oleh faskes pelaksana vaksinasi yang pengawasannya terpusat oleh Badan POM dan dianalisis lebih lanjut oleh komnas KIPI," jelas Wiku.
Pasien Positif di Riau Bertambah 58 Orang
Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Riau Mimi Yuliani Nazir Mimi juga menginformasikan per Jumat (12/3) terdapat penambahan 58 pasien positif. Total penderita Covid-19 di Riau sebanyak 32.486 orang. Sedangkan pasien yang sembuh bertambah 50 pasien sehingga total 30.594 orang yang sudah sembuh.
"Untuk kabar dukanya, juga terdapat empat pasien yang meninggal dunia. Sehingga total pasien yang meninggal akibat Covid-19 di Riau sebanyak 793 orang," katanya.
Dijelaskan Mimi, dari total pasien positif Covid-19 Riau, yang masih menjalani perawatan di rumah sakit sebanyak 360 orang. Sementara yang menjalani isolasi mandiri sebanyak 739 orang.
"Sehingga saat ini jumlah pasien yang masih menjalani perawatan baik di rumah sakit maupun isolasi mandiri tinggal 1.099 orang," ujarnya.
Sementara itu, untuk suspect yang menjalani isolasi mandiri 1.364 orang dan yang isolasi di rumah sakit 90 orang. Total suspek yang selesai menjalani isolasi 75.333, meninggal dunia 228 orang.
"Untuk informasi lainnya, sampai hari ini (kemarin, red) laboratorium biomolekuker RSUD Arifin Achmad sudah memeriksa sebanyak 233.022 sampel swab pasien," ujarnya.
Mimi juga berpesan, dengan terus bertambahnya pasien positif Covid-19 di Riau, pihaknya mengajak masyarakat untuk terus menerapkan protokol kesehatan. Meskipun beberapa orang sudah dilakukan vaksinasi, namun protokol kesehatan harus tetap dijalankan.
"Mari kita sama-sama dapat menjaga diri dan orang sekitar kita dengan terus menerapkan protokol kesehatan. Mencuci tangan, jaga jarak dan menggunakan masker," ajaknya. (lyn/mia/lum/tau/jpg/sol/ted)
Laporan: JPG, Jakarta