JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menolak tanda jasa Bintang Mahaputera yang akan disematkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/10) kemarin.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opionion (IPO), Dedi Kurnia Syah, mengatakan, perlu ada penjelasan yang tepat bagi mantan Panglima TNI (Purn) Jenderal Gatot Nurmantyo yang menolak hadir dalam pemberian gelar bintang mahaputra oleh Presiden Jokowi di Istana.
Dijelaskannya, jika penolakan itu karena faktor kondisi pandemi corona (Covid-19), maka sikap Gatot dianggap sah-sah saja.
"Hanya saja, jika penolakannya terkait gelar, maka ini preseden buruk karena Gatot tidak menghormati negara, di mana gelar kehormatan tersebut bukan karena faktor personal, tetapi faktor kontribusi dan posisi beliau mengabdi di militer," kata Dedi saat dihubungi, Kamis (12/11/2020).
Namun di sisi lain, jika alasan perbedaan atau pandangan politik yang mengemuka, maka ini jelas bagian dari manuver politik, dan Gatot bisa salah jalan karena dianggap angkuh terhadap negara. Terlebih, publik juga tahu kiprah Gatot setelah tak lagi berada di intitusi pemerintahan.
"Dia seharusnya tidak memandang sisi personal presiden, tetapi memandang negara yang selama ini ia bela hidup mati," tegasnya.
Sebelumnya, Gatot sempat menjadi sorotan setelah menjadi Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Dia kerap mengkritik pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Pria yang lahir di Tegal, Jawa Tengah tanggal 13 Maret 1960 itu memulai karier militernya setelah lulus dari Akademi Militer (Akmil) Magelang lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1982 dan berpengalaman di kecabangan infanteri baret hijau Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Sumber: Antara/JPNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun