JAKARTA (RIAUPOS.CO) – HARI ini (12/1) merupakan pemberian vaksin Covid-19 ketiga atau booster. Presiden Joko Widodo sudah mengetuk palu jika booster ini diberikan secara gratis.
Vaksinasi booster ini diprioritaskan bagi lansia dan kelompok rentan. "Upaya (vaksinasi booster, red) ini penting dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh masyarakat mengingat virus Covid-19 terus bermutasi," ucap Jokowi kemarin (11/1) di Istana Negara. Karena pertimbangan itu Jokowi memutuskan pemberian vaksin ketiga ini gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Sekali lagi saya tegaskan bahwa keselamatan rakyat adalah yang utama," ujar Mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Jokowi menyampaikan, vaksinasi booster diberikan kepada kelompok masyarakat yang telah memperoleh dosis lengkap minimal selama enam bulan. "Syarat dan ketentuan yang dibutuhkan untuk menerima vaksinasi ketiga ini adalah calon penerima sudah menerima vaksin Covid-19 dosis kedua lebih dari enam bulan sebelumnya," imbuhnya.
Kepala Negara kembali mengingatkan semua pihak untuk tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan meskipun sudah divaksin. "Karena vaksinasi dan disiplin protokol kesehatan merupakan kunci dalam mengatasi pandemi Covid-19," ucapnya.
Pada kesempatan lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan bahwa vaksin booster akan diberikan gratis. Vaksin ini diberikan pada mereka yang berusia di atas 18 tahun, tapi utamanya yang lansia dan termasuk kelompok rentan. "Sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap atau dua kali suntik minimal enam bulan lalu," katanya.
Menurutya, booster ini penting diberikan untuk melindungi masyarakat dari corona dan varian baru. "Pemerintah sudah memiliki vaksin yang cukup dari kontrak tahun lalu yang tiba tahun ini," ujarnya. Selain itu ada tambahan dari Covax dan kerja sama bilateral. Untuk tahun ini, Covax akan menambah donasi vaksinnya hingga mencapai 30 persen populasi di Indonesia.
Selanjutnya, dalam pemberian vaksin booster juga mempertimbangkan riset keamanan penggunaan yang dilakukan oleh BPOM dan ITAGI. Dari rekomendasi tersebut, kombinasi vaksin booster yang diberikan adalah ketika vaksin primer menggunakan Sinovac maka vaksin booster akan diberikan setengah dosis Pfizer atau AstraZeneca dan yang vaksin primernya menggunakan AstraZeneca maka akan berikan booster setengah dosis vaksin Moderna. "Ini kombinasi awal yang akan diberikan berdasarkan riset yang disetujui BPOM yang nanti bisa berkembang," ungkap Budi.
Badan Kesehatan Duni (WHO) juga telah merekomendasikan pemberian vaksin secara homolog dan heterolog. Vaksin homolog adalah ketika vaksinasi primer dan booster menggunakan jenis vaksin yang sama. Sedangkan heterolog menggunakan vaksin berbeda antara booster dengan vaksinasi primer.
Budi yakin bahwa keputusannya ini sudah sesuai dengan kajian ilmiah. Baik vaksin homolog maupun heterolog dapat meningkatkan imunitas. "Penelitian (pemberian) vaksin dosis setengah dosis sama dengan pemberian dosis penuh. Namun, KIPI lebih ringan," ujarnya.
Nantinya, vaksinasi booster ini akan dilaksanakan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Misalnya puskesmas dan rumah sakit umum daerah atau pusat.
Budi juga menyatakan bahwa pemberian vaksin booster ini juga mempertahankan skema gotong royong. Namun, sayangnya dia tidak menjelaskan apakah maksudnya akan dilakukan pembayaran vaksin. Jika mengacu vaksinasi gotong royong sebelumnya, ada sistem pembayaran tapi yang membayar adalah pemberi kerja.
Juru bicara Kementerian Kesehatan terkait vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa mekanisme gotong royong. Namun, skemanya seperti apa belum ditentukan. "Skema berbayar itu ya vaksin gotong royong," tuturnya.
Sementara itu Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mendorong pemerintah segera menghadirkan vaksin Covid-19 yang halal. Menurut dia saat ini sudah ada dua vaksin yang mendapatkan fatwa halal dari MUI. Yaitu vaksin Covid-19 dari Sinovac dan Zifafax. Sedangkan vaksin AstraZeneca dan Pfizer mendapatkan fatwa haram tetapi boleh digunakan.
"Kedua vaksin itu boleh digunakan karena darurat. Apa alasan darurat? Ada tujuh poin," katanya di Jakarta, kemarin (11/1). Di antaranya tujuh poin itu adalah tidak ada vaksin yang halal. Kondisinya saat ini sudah ada vaksin yang halal. Kemudian dari segi jumlah, juga banyak.
Amirsyah mengatakan ketika sudah ada vaksin Covid-19 yang halal, maka aspek kedaruratan dari vaksin AstraZeneca dan Pfizer tersebut sudah gugur. Maka untuk selanjutnya, pemerintah harus mengupayakan ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal untuk masyarakat muslim di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi IX DPR (membidangi kesehatan) Emanuel Melkiades Laka Lena menuturkan dalam perjalanan vaksinasi Covid-19, sebelumnya hanya ada satu vaksin yang memenuhi fatwa halal MUI. Yaitu vaksin Sinovac. "Ternyata ada vaksin lain yang halal, yaitu vaksin Zifafax," tutur politisi Partai Golkar itu.
Ketika sudah tersedia beberapa pilihan vaksin halal, dia mengakui pemerintah harus menyiapkan vaksin Covid-19 yang halal untuk masyarakat muslim di Indonesia. Apalagi dia mengatakan dari berbagai kalangan, saat ini kondisi Covid-19 sudah tidak sedarurat beberapa bulan lalu. Dibuktikan dengan angka kasus Covid-19 jauh menurun.
"Negara harus membuka ruang pemberian vaksin halal bagi umat muslim di Indonesia," katanya. Dia menuturkan dalam penggunaan vaksin untuk Covid-19, tetapi mengutamakan aspek efikasi dan keamanan. Baru kemudian mempertimbangkan aspek kehalalan sesuai fatwa MUI.(lyn/wan/jpg)
Laporan JPG, Jakarta