JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kabar duka menyelimuti bangsa Indonesia. Presiden RI ketiga Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta. Ahli pesawat terbang kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan itu wafat pukul 18.05 WIB setelah sebelumnya mendapatkan perawatan instensif.
“Benar (meninggal dunia) pukul 18.05 WIB kurang lebih,” ujar keponakan Habibie, Adrie Subono.
Kabar ini tentu menyisakan luka mendalam. Bukan hanya untuk keluarga yang ditinggalkan, namun bangsa Indonesia turut berduka. Presjtasi dan jasanya untuk ibu pertiwi sudah tak terhitung lagi.
Dilansir dari wikipedia, sejak duduk dibangku sekolah menengah atas, Habibie sudah sangat gandrung dengan pesawat terbang, hingga memasuki dunia perkuliahan. Jalur itu juga yang mengantarkan dia mendapat gelar doctor ingenieur dengan predikat summa cum laude dari RWTH Aachen, Jerman Barat pada 1965. Gelar itu didapatnya dalam bidang spesialis kontruksi pesawat terbang.
Kemampuannya di bidang teknologi pesawat terbang, mengantarkan Habibie menduduki kursi Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 1976 atau yang sekarang dikenal PT Dirgantara Indonesia (DI). Lewat tangan dinginnya, industri aviasi Indonesia mulai berkembang pesat. Puncaknya pada 1995 IPTN berhasil menerbangkan perdana pesawat N-250, hasil rancangan anak bangsa.
Kemahirannya di bidang teknologi juga membuat dia dilirik Presiden RI kedua, Soeharto untuk mengisi posisi Menteri Riset dan Teknologi periode 1978-1998. Karir politiknya meningkat di 1998. Dia diangkat menggantikan Try Sutrisno sebagai Wakil Presiden. Runtuhnya era orde baru, kemudian mengantarkan sebagai RI 1 pada 21 Mei 1998.
Posisi Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR. Ia hanya menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan sebagai Presiden. Rekam jejak itu menjadikan Habibie sebagai Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
Habibie mewarisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Dia kemudian membentuk kabinet, yang salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kukuh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah.
Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era order baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Setelah ia tidak menjabat lagi sebagai presiden, Habibie sempat menetap di Jerman. Tetapi, ketika era kepresidenan SBY, ia kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk mengawal proses demokrasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya, Habibie Center dan akhirnya menetap di Indonesia.
Kontribusi besar Habibie bagi bangsa ini pun tetap tercurahkan ketika masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Habibie aktif memberikan masukan dan gagasan pembangunan bagi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia. Kesibukan lain dari Habibie adalah mengurusi industri pesawat terbang yang sedang dikembangkannya di Batam.
Habibie menjabat sebagai Komisaris Utama PT Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat terbang R-80 dan kemudian menyerahkan pucuk pimpinan perusahaan tersebut kepada anaknya Ilham Habibie.
Sosoknya tetap menjadi sorotan utama, termasuk soal kehidupan pribadinya bersama Hasri Ainun Besari. Kehidupan keduanya dianggap menjadi inspirasi masyarakat. Kesetiaan Ainun mendampingi karir Habibie terbilang sangat besar jasanya. Sebab, saat menggelar pernikahan pada 12 Mei 1962, Ainun dihadapkan dengan pilihan sulit. Yakni, melanjutkan karirnya sebagai dokter di rumah sakit anak di Hamburg, Jerman, atau mendampingi karir suaminya dan menjadi ibu rumah tangga.
Sebagai bentuk pengabdiannya, dia pun memilih opsi kedua. Sampai dengan wafat pada 20 Mei 2010, Ainun tetap setia mendampingi suaminya. Keharmonisan keluarga Habibie sempat membuat production house terkenal di Indonesia mengangkat cerita tersebut dalam sebuah film layar lebar. Film itu pertama diputar pada 2012 silam dan mendapat respon positif dari masyarakat luas.
Selain karir dan rekam jejaknya, BJ Habibie juga dikenal sebagai kolektor mobil dan motor antik. Koleksinya, disimpan di garasi kediaman pribadinya. Jumlahnya lebih dari 70 unit. Koleksinya termasuk kategori langka.
Kebanyak mobil pabrikan Jerman. Salah satunya adalah Mercedes Benz 300SL Gullwing. Mobil legendaris yang diproduksi antara 1954 hingga 1957. Mobil ini pertama kali diperkenalkan di ajang International Motor Sport Show di New York, Amerika Serikat pada 1954. Untuk urusan motor, Habibie juga termasuk pecinta Harley Davidson. Beberapa jejak foto di internet menunjukan dirinya sedang mengendari Harley sambil membonceng Presiden Soeharto.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal