Rabu, 18 September 2024

New Normal Bisa Berbalik Ketat Lagi Bila Ada Peningkatan Kasus

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — PEMBERLAKUAN tahapan menuju tatanan normal baru atau new normal masih sangat dinamis. Pemerintah daerah diminta ekstra hati-hati sebelum memutuskan memulai transisi menuju new normal. Karena bagaimanapun pandemi Covid-19 belum berakhir, dan masih ada peluang kasus naik.

Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat mengunjungi markas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC), di Graha BNPB, kemarin (10/6). Presiden didampingi Menko PMK Muhadjir Effendy disambut Ketua GTPPC Doni Monardo dan dibawa ke ruang kontrol. Di ruang itu sudah tersambung seluruh gubernur dan perangkat gugus tugas daerah lewat videokonferensi.

Pada prinsipnya, tutur Presiden, pembukaan sebuah daerah menuju sebuah tatanan baru harus melalui tahapan-tahapan yang ketat dan hati-hati.

"Jangan sampai ada kesalahan kita memutuskan. Sehingga terjadi kenaikan kasus di sebuah daerah," ujarnya.

- Advertisement -

Untuk menuju new normal, harus diawali prakondisi yang ketat. Sosialisasi kepada masyarakat harus masif. Tentang kewajiban menggunakan masker, jaga jarak, cuci tangan, tingkatkan imunitas, dan tidak masuk ke dalam kerumunan yang terlalu padat. Kondisinya terus disimulasikan berulang-ulang sehingga ketika diputuskan masuk new normal, kedisiplinan sudah menjadi kebiasaan.

Untuk mendukung itu, dia sudah menginstruksikan Panglima TNI dan Kapolri untuk menempatkan personelnya di ruang-ruang publik. Terutama di titik-titik keramaian. Mereka bertugas mengingatkan warga agar disiplin dan mematuhi protokol kesehatan. Berikutnya adalah soal waktu. Kapan waktu yang pas untuk mulai menerapkan tatanan normal baru.

- Advertisement -

"Ini harus tepat kalkulasinya, hitung-hitungannya, berdasarkan data dan fakta lapangan yang ada," lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Karena itu daerah yang hendak memutuskan masuk ke era new normal wajib berbicara lebih dahulu dengan gugus tugas. Saat pembicaraan itu tentu semua data akan dibuka. Mulai pergerakan penularannya hingga fakta di lapangan. Selain melihat perkembangan data epidemologi, harus juga dilihat tingkat kepatuhan masyarakat. Kesiapan daerah juga harus dihitung. Pengujian yang masif, pelacakan agresif, dan kesiapan fasilitas kesehatannya.

Dengan data-data yang sudah semakin baik, maka setiap hari daerah bisa diberi peringatan. Sehingga semua daerah memiliki kewaspadaan yang sama dalam penanganan di lapangan. Indonesia sudah menggunakan indikator lengkap sesuai standar WHO untuk menganalisa data di daerah. Misalnya menetapkan zonasi risiko penularan melalui warna. Mulai zona hijau untuk tanpa kasus, zona kuning risiko kecil, zona oranye risiko sedang, dan zona merah risiko tinggi.

Baca Juga:  Investor Bangun Pabrik Pengolahan Udang Rp45 Miliar

Bila sudah memutuskan new normal tidak semuanya bisa langsung buka. Harus ada skala prioritas, tidak boleh 100 persen. Misalnya cukup 50 persen saja seperti yang diterapkan sejumlah daerah. Sektor dengan  penularan Covid rendah tapi memiliki dampak ekonomi tinggi didahulukan. Khususnya sektor pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, industri manufaktur, konstruksi, logistik, pengiriman barang, pertambangan, dan perminyakan.

Yang tidak kalah penting adalah evaluasi. Bila ada daerah yang kasusnya turun, tetap jangan sampai lengah karena kondisinya masih dinamis. Semua tergantung kedisiplinan dalam penerapan protokol kesehatan.

"Jika dalam perkembangan ditemukan kenaikan kasus baru, maka langsung akan kita lakukan pengetatan atau penutupan kembali," tegas Jokowi.

Adaptasi kebiasaan baru bukan berarti menyerah atau kalah. Melainkan, mengamankan diri dari potensi penularan dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang sesuai protokol kesehatan. Sehingga warga tetap bisa produktif,  tapi aman dari penularan Covid-19. Ketua GTPPC Doni Monardo memastikan tahapan new normal dilakukan secara hati-hati.

"Mulai dari daerah yang tidak ada kasus, kemudian sembilan sektor di bidang ekonomi yang risikonya sangat rendah," terangnya.

Disusul daerah yang risikonya juga rendah atau masuk zona kuning. Pihaknya tidak akan membuka semua sektor secara langsung karena sangat berisiko. Saat ini, dari 514 kabupaten/kota, ada 44 persen atau kurang lebih 227 wilayah dengan risiko penularan rendah. Baik zona hijau maupun kuning. Sementara daerah-daerah dengan risiko sedang dan tinggi akan terus dikawal sampai risikonya rendah.

"Adapun (sektor) pendidikan, karena risikonya tinggi adalah bagian terakhir yang nantinya kita jadikan sebagai program presiden," tambahnya.

Pasien Positif Bertambah 1.241 Orang
Pertumbuhan kasus positif di Indonesia terus memecahkan rekornya sendiri. Pada periode 9 hingga 10 Juni 2020 yang diumumkan oleh Gugus Tugas kemarin, pasien positif bertambah sebanyak 1.241 orang.

Baca Juga:  BC Dumai Musnahkan Barang Sitaan Senilai Rp5,4 M

Dengan angka ini, Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebut angka total kasus di Indonesia mencapai 34.316 orang. Disertai kasus sembuh yang cukup tinggi yakni mencapai 715 orang dengan total 12.129 orang dan 36 kasus kematian baru sehingga menjadi total 1.959 orang. Meski demikian, Yuri meyakini bahwa meningkatnya penambahan kasus positif Covid-19 disebabkan karena tracing yang semakin agresif.

"Bisa kita lihat bahwa sebagian besar penambahan kasus ini adalah spesimen yang dikirim oleh puskesmas atau dinas kesehatan," ujar Yuri kemarin.

Menurut Yuri, hal tersebut menjadi bukti bahwa tracing yang agresif dapat mendapatkan banyak kasus positif, sehingga upaya isolasi mandiri segera dapat dilakukan agar penyebaran virus dapat dikendalikan.

"Ini adalah bukti, bahwa memang tracing yang agresif akan bisa menangkap begitu banyak kasus positif agar bisa langsung diisolasi dengan sebaik-baiknya secara mandiri, agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain," katanya.

Berdasarkan kinerja data yang dilaporkan Gugus Tugas Nasional, diketahui angka penambahan kasus positif masih terjadi dan meningkat. Namun apabila melihat sebaran per provinsi, sebagian besar sudah dalam kondisi stabil.

"Kita bisa melihat, bahwa memang secara keseluruhan kita masih meningkat angkanya, tapi kalau kemudian kita lihat sebaran per provinsi, sebenarnya sebagian besar provinsi sudah dalam kondisi stabil," jelas Yuri.

Gugus Tugas Nasional melalui Gugus Tugas Daerah telah melakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 17.757 spesimen, sehingga akumulasi yang sudah diperiksa adalah 446.918 spesimen. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan kasus positif sebanyak 1.241 orang, sehingga totalnya menjadi 34.316. Berdasarkan rincian lebih lebih lanjut, 5 besar provinsi dengan sumbangan kasus positif terbanyak meliputi Jawa Timur dengan tambahan 273 kasus konfirmasi positif dan 97 sembuh, Sulawesi Selatan 189 dan melaporkan 53 sembuh, DKI Jakarta 157 orang dan melaporkan 146 sembuh.(byu/tau/lum/ted)

Laporan: JPG (Jakarta)

>>> Selengkapnya Baca Koran Riau Pos Edisi Kamis. 11 Juni 2020

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — PEMBERLAKUAN tahapan menuju tatanan normal baru atau new normal masih sangat dinamis. Pemerintah daerah diminta ekstra hati-hati sebelum memutuskan memulai transisi menuju new normal. Karena bagaimanapun pandemi Covid-19 belum berakhir, dan masih ada peluang kasus naik.

Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat mengunjungi markas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC), di Graha BNPB, kemarin (10/6). Presiden didampingi Menko PMK Muhadjir Effendy disambut Ketua GTPPC Doni Monardo dan dibawa ke ruang kontrol. Di ruang itu sudah tersambung seluruh gubernur dan perangkat gugus tugas daerah lewat videokonferensi.

Pada prinsipnya, tutur Presiden, pembukaan sebuah daerah menuju sebuah tatanan baru harus melalui tahapan-tahapan yang ketat dan hati-hati.

"Jangan sampai ada kesalahan kita memutuskan. Sehingga terjadi kenaikan kasus di sebuah daerah," ujarnya.

Untuk menuju new normal, harus diawali prakondisi yang ketat. Sosialisasi kepada masyarakat harus masif. Tentang kewajiban menggunakan masker, jaga jarak, cuci tangan, tingkatkan imunitas, dan tidak masuk ke dalam kerumunan yang terlalu padat. Kondisinya terus disimulasikan berulang-ulang sehingga ketika diputuskan masuk new normal, kedisiplinan sudah menjadi kebiasaan.

Untuk mendukung itu, dia sudah menginstruksikan Panglima TNI dan Kapolri untuk menempatkan personelnya di ruang-ruang publik. Terutama di titik-titik keramaian. Mereka bertugas mengingatkan warga agar disiplin dan mematuhi protokol kesehatan. Berikutnya adalah soal waktu. Kapan waktu yang pas untuk mulai menerapkan tatanan normal baru.

"Ini harus tepat kalkulasinya, hitung-hitungannya, berdasarkan data dan fakta lapangan yang ada," lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Karena itu daerah yang hendak memutuskan masuk ke era new normal wajib berbicara lebih dahulu dengan gugus tugas. Saat pembicaraan itu tentu semua data akan dibuka. Mulai pergerakan penularannya hingga fakta di lapangan. Selain melihat perkembangan data epidemologi, harus juga dilihat tingkat kepatuhan masyarakat. Kesiapan daerah juga harus dihitung. Pengujian yang masif, pelacakan agresif, dan kesiapan fasilitas kesehatannya.

Dengan data-data yang sudah semakin baik, maka setiap hari daerah bisa diberi peringatan. Sehingga semua daerah memiliki kewaspadaan yang sama dalam penanganan di lapangan. Indonesia sudah menggunakan indikator lengkap sesuai standar WHO untuk menganalisa data di daerah. Misalnya menetapkan zonasi risiko penularan melalui warna. Mulai zona hijau untuk tanpa kasus, zona kuning risiko kecil, zona oranye risiko sedang, dan zona merah risiko tinggi.

Baca Juga:  Habib Rizieq Ajak Aksi ke Jalan, Ferdinand Sebut Percuma

Bila sudah memutuskan new normal tidak semuanya bisa langsung buka. Harus ada skala prioritas, tidak boleh 100 persen. Misalnya cukup 50 persen saja seperti yang diterapkan sejumlah daerah. Sektor dengan  penularan Covid rendah tapi memiliki dampak ekonomi tinggi didahulukan. Khususnya sektor pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, industri manufaktur, konstruksi, logistik, pengiriman barang, pertambangan, dan perminyakan.

Yang tidak kalah penting adalah evaluasi. Bila ada daerah yang kasusnya turun, tetap jangan sampai lengah karena kondisinya masih dinamis. Semua tergantung kedisiplinan dalam penerapan protokol kesehatan.

"Jika dalam perkembangan ditemukan kenaikan kasus baru, maka langsung akan kita lakukan pengetatan atau penutupan kembali," tegas Jokowi.

Adaptasi kebiasaan baru bukan berarti menyerah atau kalah. Melainkan, mengamankan diri dari potensi penularan dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang sesuai protokol kesehatan. Sehingga warga tetap bisa produktif,  tapi aman dari penularan Covid-19. Ketua GTPPC Doni Monardo memastikan tahapan new normal dilakukan secara hati-hati.

"Mulai dari daerah yang tidak ada kasus, kemudian sembilan sektor di bidang ekonomi yang risikonya sangat rendah," terangnya.

Disusul daerah yang risikonya juga rendah atau masuk zona kuning. Pihaknya tidak akan membuka semua sektor secara langsung karena sangat berisiko. Saat ini, dari 514 kabupaten/kota, ada 44 persen atau kurang lebih 227 wilayah dengan risiko penularan rendah. Baik zona hijau maupun kuning. Sementara daerah-daerah dengan risiko sedang dan tinggi akan terus dikawal sampai risikonya rendah.

"Adapun (sektor) pendidikan, karena risikonya tinggi adalah bagian terakhir yang nantinya kita jadikan sebagai program presiden," tambahnya.

Pasien Positif Bertambah 1.241 Orang
Pertumbuhan kasus positif di Indonesia terus memecahkan rekornya sendiri. Pada periode 9 hingga 10 Juni 2020 yang diumumkan oleh Gugus Tugas kemarin, pasien positif bertambah sebanyak 1.241 orang.

Baca Juga:  Turunkan Berat Badan 2-3 Kilogram untuk Kurangi Risiko Kena Diabetes

Dengan angka ini, Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebut angka total kasus di Indonesia mencapai 34.316 orang. Disertai kasus sembuh yang cukup tinggi yakni mencapai 715 orang dengan total 12.129 orang dan 36 kasus kematian baru sehingga menjadi total 1.959 orang. Meski demikian, Yuri meyakini bahwa meningkatnya penambahan kasus positif Covid-19 disebabkan karena tracing yang semakin agresif.

"Bisa kita lihat bahwa sebagian besar penambahan kasus ini adalah spesimen yang dikirim oleh puskesmas atau dinas kesehatan," ujar Yuri kemarin.

Menurut Yuri, hal tersebut menjadi bukti bahwa tracing yang agresif dapat mendapatkan banyak kasus positif, sehingga upaya isolasi mandiri segera dapat dilakukan agar penyebaran virus dapat dikendalikan.

"Ini adalah bukti, bahwa memang tracing yang agresif akan bisa menangkap begitu banyak kasus positif agar bisa langsung diisolasi dengan sebaik-baiknya secara mandiri, agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain," katanya.

Berdasarkan kinerja data yang dilaporkan Gugus Tugas Nasional, diketahui angka penambahan kasus positif masih terjadi dan meningkat. Namun apabila melihat sebaran per provinsi, sebagian besar sudah dalam kondisi stabil.

"Kita bisa melihat, bahwa memang secara keseluruhan kita masih meningkat angkanya, tapi kalau kemudian kita lihat sebaran per provinsi, sebenarnya sebagian besar provinsi sudah dalam kondisi stabil," jelas Yuri.

Gugus Tugas Nasional melalui Gugus Tugas Daerah telah melakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 17.757 spesimen, sehingga akumulasi yang sudah diperiksa adalah 446.918 spesimen. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan kasus positif sebanyak 1.241 orang, sehingga totalnya menjadi 34.316. Berdasarkan rincian lebih lebih lanjut, 5 besar provinsi dengan sumbangan kasus positif terbanyak meliputi Jawa Timur dengan tambahan 273 kasus konfirmasi positif dan 97 sembuh, Sulawesi Selatan 189 dan melaporkan 53 sembuh, DKI Jakarta 157 orang dan melaporkan 146 sembuh.(byu/tau/lum/ted)

Laporan: JPG (Jakarta)

>>> Selengkapnya Baca Koran Riau Pos Edisi Kamis. 11 Juni 2020

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari