JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pertumbuhan ekonomi nasional perlahan kembali membaik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2022 mencapai 5,01 persen.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu capaian kuartal I 2022 memang melonjak tinggi. Sebab pada kuartal I 2021 ekonomi RI tertekan di level -0,70 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono menuturkan, ada faktor low base effect yang menjadi pemicu realisasi pertumbuhan kali ini.
"Tingginya angka pertumbuhan ini selain karena aktivitas ekonomi, karena low base effect kuartal I yang terkontraksi 0,70 persen," jelas Margo, kemarin (9/5).
Dia melanjutkan, ada beberapa sumber pertumbuhan ekonomi dari kelompok pengeluaran. "Dari pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,01 persen, konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi pada triwulan I 2022 sebesar 2,35 persen," jelasnya.
Dia menjelaskan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu tak lepas dari mobilitas masyarakat yang makin membaik, seiring dengan pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang dilakukan oleh pemerintah.
Bahkan, masyarakat juga disebut sudah melakukan belanja kebutuhan tersier. "Tidak hanya berbelanja untuk kebutuhan pokok, tetapi sudah mulai berbelanja di sektor tersier seperti hotel, angkutan, restoran, dan lain-lain," imbuh Margo.
Menurut lapangan usaha, seluruhnya telah mengalami pertumbuhan, kecuali pada sektor administrasi pemerintah dan jasa pendidikan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada jasa transportasi dan pergudangan, yakni sebesar 15,79 persen. Sementara itu, jasa pendidikan tercatat -1,7 persen.
Jika dilihat berdasarkan kontribusinya, Margo menyebut terdapat 5 sektor yang dominan. BPS mencatat, sebesar 65,74 persen PDB kuartal I 2022 berasal dari industri, perdagangan, pertanian, pertambangan, dan konstruksi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pertumbuhan kuartal I 2022 yang bisa di level 5 persen dipicu adanya boom harga komoditas.
"Ada luck factor karena permintaan batubara dan CPO naik dipasar internasional. Kinerja ekspor dan investasi yang berkaitan dengan sektor pertambangan serta perkebunan mampu mendorong pemulihan ekonomi," jelas dia kepada Jawa Pos (JPG), kemarin.
Bhima mengamini bahwa konsumsi rumah tangga perlahan menunjukkan pemulihan karena ada pelonggaran mobilitas. Itu terlihat dari sektor transportasi dan pergudangan mencatat pertumbuhan yang tinggi.
"Tapi kita jangan mudah terlena. Tantangan ekonomi ke depan jauh lebih kompleks dan berisiko hambat pemulihan ekonomi," jelas Bhima.
Kewaspadaan itu dipicu karena boom harga komoditas memang berikan surplus neraca dagang, namun jika tidak diantisipasi maka harga komoditas yang naik akan berimbas ke inflasi pangan maupun energi. Sebab, kenaikan suku bunga secara global akan mendorong perbankan sesuaikan bunga pinjaman. Cost of fund yang naik akan menekan modal kerja pengusaha maupun pinjaman konsumsi. "Yang lebih penting sebenarnya kualitas pertumbuhan harus dioptimalkan yakni daya ungkit ekonomi terhadap serapan kerja," jelasnya.
Terpisah, pemerintah mengapresiasi capaian pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2022 yang sebesar 5,01 persen tersebut sesuai dengan estimasi pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2022 sebesar 4,5-5,2 persen, dengan titik tengah 5,0 persen.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi RI lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara seperti AS, Cina, maupun Korsel. "Kita hanya di bawah Vietnam yang tumbuhnya 5,03 persen," jelasnya.
Data mencatat, pada kuartal I 2022, Cina tumbuh 4,8 persen, Singapura 3,4 persen, Korsel 3,07 persen, AS 4,29 persen, Jerman 4,0 persen.(dee/jpg)