Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pemda Wajib Pastikan Logistik dan Tenaga Kesehatan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah daerah (pemda) harus memenuhi beberapa syarat jika ingin melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kemudian diajukan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 nasional.

"Beberapa kriteria di antaranya adalah jumlah dan kasus kematian, serta adanya epidemologi di tempat lain yang berkoneksi dengan daerah yang akan mengajukan PSBB," ujar Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Safrizal ZA, Kamis (9/4).

Di samping itu, Safrizal melanjutkan, pemerintah daerah perlu menyiapkan data-data pendukung. Misalnya peningkatan data mengenai peningkatan kasus. Waktu kurva epidemologi ini memerlukan kajian dari pemda, termasuk penyebaran dan peta penyebaran menurut kurva waktu.

"Jadi, bisa dihitung kecepatan penyebarannya. Kejadian transmisi lokal yang disebabkan oleh penyebaran serta hasil tracing atau tracking penyebaran epidemologi yang menyebabkan ada penularan dari generasi kedua dan generasi ketiga," ungkap Safrizal.

Selain itu, pemerintah daerah juga harus menghitung kesiapan-kesiapan melalui beberapa hal. Di antaranya pemda harus menghitung ketersediaan keperluan hidup dasar bagi masyarakat. Sebab, Safrizal mengatakan PSBB dapat menyebabkan masyarakat sulit mencari nafkah karena semuanya akan melaksanakan gerakan besar pembatasan gerakan dengan tetap tinggal di rumah dan keluar hanya jika dalam kondisi mendesak.

"Oleh karenanya, pemda harus menghitung ketersediaan keperluan dan layanan dasar bagi masyarakat agar kehidupan sosial dapat berjalan dengan lancar,” kata Safrizal. Berikutnya, lanjut dia, pemda harus menghitung keperluan sarana dan prasarana kesehatan. Mulai dari ruang isolasi, karantina, ketersediaan tempat tidur, termasuk juga alat-alat kesehatan lainnya, seperti alat pelindung diri, termasuk ketersediaan masker untuk masyarakat. Lebih lanjut, Safrizal mengatakan pemerintah daerah juga harus menghitung biaya untuk tiga kegiatan utama pemda. Pertama, pemenuhan alat kesehatan.  Kedua, menghidupkan industri yang mendukung kegiatan pembatasan atau penanganan COVID-19, serta keperluan layanan dasar melalui bantuan sosial bagi masyarakat.

"Anggaran ini sudah diinstruksikan Menteri Dalam Negeri berdasarkan dengan surat edaran yang sudah dikeluarkan. Anggaran ini harus dinyatakan dalam komitmen anggaran yang sudah diwujudkan dalam perubahan alokasi," ujar Safrizal.

Baca Juga:  KPAI Duga Tak Ada Evaluasi SKB 4 Menteri

Kemudian, pemda juga harus menyiapkan operasionalisasi jaringan pengamanan sosial. Oleh karenanya, sebelum diajukan, pemda dapat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.

"Menkes dalam hal ini yang akan menetapkan proses penetapan PSBB ini nanti akan berkoordinasi dan mendapat pertimbangan dari Ketua Gugus Tugas Pusat, serta mendapat pertimbangan dari tim pertimbangan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 Permenkes nomor 9 tahun 2020," kata Safrizal.

Paling lama dua hari setelah prasyarat diajukan, serta jika kondisi yang diajukan sudah memenuhi syarat, akan dikeluarkan persetujuan oleh Menteri Kesehatan. Namun, jika prasyarat dan kondisi yang disyaratkan masih dianggap kurang, maka Menteri Kesehatan dapat mengembalikan permohonan tersebut untuk kemudian diperbaiki oleh pemda yang bersangkutan. Kemudian, setelah mendapat pertimbangan dari ketua pelaksana gugus tugas, dan pertimbangan dari dewan pertimbangan, maka kepala daerah bersangkutan dapat langsung memberlakukan PSBB.

"Kami juga menyampaikan bahwa pemberlakuan PSBB sangat berkaitan langsung dengan daerah sekitarnya. Oleh karenanya daerah yang akan memberlakukan PSBB ini harus menghitung berbagai hal. Satu hal yang harus dijamin adalah pasokan logistik, pasukan alat-alat, pasokan bahan-bahan dalam rangka penanganan COVID-19 ini. Pemda harus memastikan semuanya tidak terganggu," ujar Safrizal.

Dalam PSBB, semua masyarakat yang tidak memiliki kepentingan yang kuat untuk keluar rumah tetap dianjurkan untuk tinggal di dalam rumah. Kecuali beberapa pihak yang menjalankan tugas yang dengan terpaksa atau karena tugas harus keluar rumah.

"PSBB ini tujuan utamanya adalah penghentian dengan segera penyebaran yang luas bagi penyakit COVID-19 ini, oleh karenanya tetap tinggal di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan jangan lupa cuci tangan dengan sabun dan air mengalir," ujar Safrizal.

Ojek Dilarang Angkut Orang
Pemprov DKI Jakarta akhirnya menerbitkan peraturan gubernur (pergub) tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Banyak pembatasan dan larangan yang dicantumkan dalam pergub itu. Salah satunya adalah larangan pengendara motor berboncengan.

Dengan demikian, driver ojek online (ojol) pun terimbas. Mulai hari ini, ojol dilarang beroperasi di Jakarta. Mereka hanya diizinkan mengangkut barang, bukan orang. Keputusan tersebut disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan malam tadi. Dia menjelaskan, pemprov sebenarnya ingin memfasilitasi agar ojek tetap bisa mengangkut penumpang orang. Namun, berdasar hasil komunikasi dengan Kementerian Perhubungan, keinginan tersebut bertentangan dengan peraturan menteri kesehatan.

Baca Juga:  Jaringan Muslim Madani Geram Lihat Ulah Saefuddin Ibrahim

"Pergub tidak boleh bertentangan dengan permenkes. Karena itu, ojek hanya boleh mengangkut barang, bukan orang," jelasnya.

Selain soal ojek, pergub tersebut berisi pembatasan-pembatasan yang kini sudah diberlakukan di Jakarta. Di antaranya, larangan berkumpul lebih dari lima orang serta pembatasan aktivitas perkantoran dan moda transportasi. Anies juga menegaskan, sejak PSBB diberlakukan hari ini, seluruh warga Jakarta yang keluar rumah diwajibkan mengenakan masker. Dia menambahkan, pergub tersebut juga mengatur sanksi. "Sanksinya bisa pidana ringan. Namun, jika dilakukan berulang, sanksinya bisa lebih berat," ujarnya.

Sementara itu kepolisian bersama TNI telah diminta untuk memastikan penerapan PSBB di Jakarta berjalan dengan baik. Namun, dikhawatirkan bahwa tindakan penegakan hukum yang diambil justru tidak sesuai dengan perspektif HAM dan menimbulkan gejolak. Komnas HAM menilai bahwa perlu ada aturan yang jelas untuk penerapan penegakan hukum yang dimaksud selama PSBB. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai saat ini aturan tersebut belum ada.

"Ada kegamangan soal sanksi, memang sanksinya akan seperti apa," ungkap Choirul dalam diskusi PSBB dan Dampaknya Terhadap HAM dan Keamanan, Kamis (9/4).

Choirul menilai bahwa sanksi pidana yang saat ini diberlakukan tidak sesuai dengan kondisi darurat kesehatan. Jika mengacu pada UU 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan, prosedur penanganannya juga akan panjang. Dia menekankan di tengah situasi saat ini, maka seharusnya sanksi yang diterapkan bukan sanksi umum seperti pidana, melainkan sanksi untuk situasi darurat. Yang dimaksud adalah sanksi seperti kerja sosial atau sistem denda.

"Kami mendorong penerapan seperti denda atau kerja sosial, bukan pidana," jelasnya.(tau/deb/lum/byu/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah daerah (pemda) harus memenuhi beberapa syarat jika ingin melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kemudian diajukan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 nasional.

"Beberapa kriteria di antaranya adalah jumlah dan kasus kematian, serta adanya epidemologi di tempat lain yang berkoneksi dengan daerah yang akan mengajukan PSBB," ujar Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Safrizal ZA, Kamis (9/4).

- Advertisement -

Di samping itu, Safrizal melanjutkan, pemerintah daerah perlu menyiapkan data-data pendukung. Misalnya peningkatan data mengenai peningkatan kasus. Waktu kurva epidemologi ini memerlukan kajian dari pemda, termasuk penyebaran dan peta penyebaran menurut kurva waktu.

"Jadi, bisa dihitung kecepatan penyebarannya. Kejadian transmisi lokal yang disebabkan oleh penyebaran serta hasil tracing atau tracking penyebaran epidemologi yang menyebabkan ada penularan dari generasi kedua dan generasi ketiga," ungkap Safrizal.

- Advertisement -

Selain itu, pemerintah daerah juga harus menghitung kesiapan-kesiapan melalui beberapa hal. Di antaranya pemda harus menghitung ketersediaan keperluan hidup dasar bagi masyarakat. Sebab, Safrizal mengatakan PSBB dapat menyebabkan masyarakat sulit mencari nafkah karena semuanya akan melaksanakan gerakan besar pembatasan gerakan dengan tetap tinggal di rumah dan keluar hanya jika dalam kondisi mendesak.

"Oleh karenanya, pemda harus menghitung ketersediaan keperluan dan layanan dasar bagi masyarakat agar kehidupan sosial dapat berjalan dengan lancar,” kata Safrizal. Berikutnya, lanjut dia, pemda harus menghitung keperluan sarana dan prasarana kesehatan. Mulai dari ruang isolasi, karantina, ketersediaan tempat tidur, termasuk juga alat-alat kesehatan lainnya, seperti alat pelindung diri, termasuk ketersediaan masker untuk masyarakat. Lebih lanjut, Safrizal mengatakan pemerintah daerah juga harus menghitung biaya untuk tiga kegiatan utama pemda. Pertama, pemenuhan alat kesehatan.  Kedua, menghidupkan industri yang mendukung kegiatan pembatasan atau penanganan COVID-19, serta keperluan layanan dasar melalui bantuan sosial bagi masyarakat.

"Anggaran ini sudah diinstruksikan Menteri Dalam Negeri berdasarkan dengan surat edaran yang sudah dikeluarkan. Anggaran ini harus dinyatakan dalam komitmen anggaran yang sudah diwujudkan dalam perubahan alokasi," ujar Safrizal.

Baca Juga:  Kelola Sampah Organik, Kurangi Sampah Rumah Tangga

Kemudian, pemda juga harus menyiapkan operasionalisasi jaringan pengamanan sosial. Oleh karenanya, sebelum diajukan, pemda dapat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.

"Menkes dalam hal ini yang akan menetapkan proses penetapan PSBB ini nanti akan berkoordinasi dan mendapat pertimbangan dari Ketua Gugus Tugas Pusat, serta mendapat pertimbangan dari tim pertimbangan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 Permenkes nomor 9 tahun 2020," kata Safrizal.

Paling lama dua hari setelah prasyarat diajukan, serta jika kondisi yang diajukan sudah memenuhi syarat, akan dikeluarkan persetujuan oleh Menteri Kesehatan. Namun, jika prasyarat dan kondisi yang disyaratkan masih dianggap kurang, maka Menteri Kesehatan dapat mengembalikan permohonan tersebut untuk kemudian diperbaiki oleh pemda yang bersangkutan. Kemudian, setelah mendapat pertimbangan dari ketua pelaksana gugus tugas, dan pertimbangan dari dewan pertimbangan, maka kepala daerah bersangkutan dapat langsung memberlakukan PSBB.

"Kami juga menyampaikan bahwa pemberlakuan PSBB sangat berkaitan langsung dengan daerah sekitarnya. Oleh karenanya daerah yang akan memberlakukan PSBB ini harus menghitung berbagai hal. Satu hal yang harus dijamin adalah pasokan logistik, pasukan alat-alat, pasokan bahan-bahan dalam rangka penanganan COVID-19 ini. Pemda harus memastikan semuanya tidak terganggu," ujar Safrizal.

Dalam PSBB, semua masyarakat yang tidak memiliki kepentingan yang kuat untuk keluar rumah tetap dianjurkan untuk tinggal di dalam rumah. Kecuali beberapa pihak yang menjalankan tugas yang dengan terpaksa atau karena tugas harus keluar rumah.

"PSBB ini tujuan utamanya adalah penghentian dengan segera penyebaran yang luas bagi penyakit COVID-19 ini, oleh karenanya tetap tinggal di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan jangan lupa cuci tangan dengan sabun dan air mengalir," ujar Safrizal.

Ojek Dilarang Angkut Orang
Pemprov DKI Jakarta akhirnya menerbitkan peraturan gubernur (pergub) tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Banyak pembatasan dan larangan yang dicantumkan dalam pergub itu. Salah satunya adalah larangan pengendara motor berboncengan.

Dengan demikian, driver ojek online (ojol) pun terimbas. Mulai hari ini, ojol dilarang beroperasi di Jakarta. Mereka hanya diizinkan mengangkut barang, bukan orang. Keputusan tersebut disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan malam tadi. Dia menjelaskan, pemprov sebenarnya ingin memfasilitasi agar ojek tetap bisa mengangkut penumpang orang. Namun, berdasar hasil komunikasi dengan Kementerian Perhubungan, keinginan tersebut bertentangan dengan peraturan menteri kesehatan.

Baca Juga:  KPAI Duga Tak Ada Evaluasi SKB 4 Menteri

"Pergub tidak boleh bertentangan dengan permenkes. Karena itu, ojek hanya boleh mengangkut barang, bukan orang," jelasnya.

Selain soal ojek, pergub tersebut berisi pembatasan-pembatasan yang kini sudah diberlakukan di Jakarta. Di antaranya, larangan berkumpul lebih dari lima orang serta pembatasan aktivitas perkantoran dan moda transportasi. Anies juga menegaskan, sejak PSBB diberlakukan hari ini, seluruh warga Jakarta yang keluar rumah diwajibkan mengenakan masker. Dia menambahkan, pergub tersebut juga mengatur sanksi. "Sanksinya bisa pidana ringan. Namun, jika dilakukan berulang, sanksinya bisa lebih berat," ujarnya.

Sementara itu kepolisian bersama TNI telah diminta untuk memastikan penerapan PSBB di Jakarta berjalan dengan baik. Namun, dikhawatirkan bahwa tindakan penegakan hukum yang diambil justru tidak sesuai dengan perspektif HAM dan menimbulkan gejolak. Komnas HAM menilai bahwa perlu ada aturan yang jelas untuk penerapan penegakan hukum yang dimaksud selama PSBB. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai saat ini aturan tersebut belum ada.

"Ada kegamangan soal sanksi, memang sanksinya akan seperti apa," ungkap Choirul dalam diskusi PSBB dan Dampaknya Terhadap HAM dan Keamanan, Kamis (9/4).

Choirul menilai bahwa sanksi pidana yang saat ini diberlakukan tidak sesuai dengan kondisi darurat kesehatan. Jika mengacu pada UU 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan, prosedur penanganannya juga akan panjang. Dia menekankan di tengah situasi saat ini, maka seharusnya sanksi yang diterapkan bukan sanksi umum seperti pidana, melainkan sanksi untuk situasi darurat. Yang dimaksud adalah sanksi seperti kerja sosial atau sistem denda.

"Kami mendorong penerapan seperti denda atau kerja sosial, bukan pidana," jelasnya.(tau/deb/lum/byu/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari