JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Rencana DPR mengalihkan fasilitas rumah jabatan anggota (RJA) jadi tunjangan perumahan terus menuai kritik. Terbaru adalah kritik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).
Peneliti Formappi Lucius Karus menilai, pemberian tunjangan itu tidak efisien dan akan membuat anggaran negara terbebani.
“Tentu saja lebih efisien memakai rumah dinas untuk saat ini,” kata Lucius, Selasa (8/10).
Anggota DPR dinilai masih bisa menempati RJA yang masih ada saat ini. Apalagi DPR direncanakan pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, dalam waktu dekat. Selain itu, banyak anggota DPR memiliki rumah pribadi yang layak huni. Lucius pun berpendapat tunjangan perumahan itu sekan jadi akal-akalan anggota dewan untuk mencari kekayaan pribadi.
“DPR bertahan saja dulu dengan rumah dinas sambil menunggu pindah ke IKN baru mengubah kebijakan terkait tempat tinggal ini,” kata Lucius.
“Kok kesannya kalau soal rumah saja jadi pembicaraan di awal periode begini, anggota DPR seperti begitu bernafsunya mengejar harta,” sambungnya.
Lucius menuturkan anggaran tunjangan perumahan itu belum tentu digunakan anggota dewan untuk menyewa rumah di sekitar Senayan. Ia pun mengatakan anggaran tunjangan perumahan itu dapat digunakan untuk menjalankan program pemerintah lain.
“Ini sih untung banyak anggota DPR, bisa dapat uang banyak karena milih sewa di tempat yang agak murah atau malah enggak dipakai buat rumah karena sudah punya rumah sendiri,” tutur dia.
Anggota DPR periode 2024-2029 tak lagi mendapatkan RJA. Sebagai gantinya, mereka akan mendapatkan tunjangan perumahan. Ketentuan baru ini tertuang lewat Surat Sekretariat Jenderal DPR dengan nomor B/733/RT.01/09/2024 tanggal 25 September 2024. Pemberian tunjangan perumahan diberikan terhitung sejak anggota DPR dilantik.
Besaran tunjangan perumahan untuk anggota DPR belum ditentukan. Namun, menurut Sekjen DPR Indra Iskandar, tunjangan akan disesuaikan dengan harga sewa rumah di sekitar Senayan. Indra mengatakan, salah satu alasan fasilitas rumah jabatan dihapus karena properti yang ada saat ini sudah tidak layak huni. Menurut dia, biaya pemeliharaan RJA sangat tinggi, sehingga lebih fleksibel diberikan dalam bentuk uang. “Rumah yang dalam kondisi baik pun sebenarnya itu pun untuk, saya menyampaikan dalam kerangka yang proporsional dan objektif ya, untuk sebuah hunian pejabat negara itu masih di bawah kelayakan saat ini,” ujar Indra, Senin (7/10).(int/jpg/muh)