Jumat, 20 September 2024

Harapan Besar dari Kado Istimewa

Alih kelola Blok Rokan dari PT CPI (Chevron Pacific Indonesia) ke PT PHR (Pertamina Hulu Rokan) telah berlangsung dini hari tadi. Adanya kekhawatiran peralihan pengelola ini tidak akan berdampak banyak kepada masyarakat Riau, harus dijawab. Jangan sampai, 9 Agustus 2021 saat Riau berhari jadi ke-64, kado istimewa yang diharapkan malah tidak didapatkan rakyat Riau dari alih kelola ke perusahaan nasional itu.

Kekhawatiran itu disampaikan Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Dr drh Chaidir MM.

 Dari beberapa kali diskusi, FKPMR menginginkan Riau diberi peran yang besar untuk mengelola Blok Rokan ini. Selama ini, dengan CPI sebagai pengelolanya, Riau tidak diberikan dana secara tersistem. Hanya bantuan CSR, atau subkontraktor. Secara terstruktur Riau tak dilibatkan dalam PT CPI.

"Nah, kita tidak ingin seperti itu terulang lagi ketika dialihkan ke PHR," ujar Chaidir.

- Advertisement -

Sejak dulu, ujar Chaidir, Blok Rokan merupakan ladang minyak strategis di Indonesia. Dulu, hampir 40 persen minyak Indonesia berasal dari Blok Rokan. Tahun 1980-an, bahkan sampai 1 juta barel per hari.

Ketika Presiden menerima gelar Datuk Sri Amanah Negara dari lembaga adat, dalam pidatonya, daerah harus diberi peran dalam pengelolaan Blok Rokan ini. Lalu sampai kini, apa follow up-nya? Ketua Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau, Datuk Al Azhar menjelaskan, sepertinya apa yang dinyatakan Presiden Jokowi agar daerah diberi peran dalam pengelolaan Blok Rokan ini belum duduk. LAM sendiri dengan BUMA (Badan Usaha Milik Adat), nanti kalau ada keuntungan pengelolaannya akan diberi pada Yayasan Keris. Tujuannya untuk mengembangkan budaya Riau. Cuma masalahnya BUMA ini bukan BUMD. FKPMR dari awal sekitar Desember 2019, telah merespons, melalui pokok-pokok pikiran kepada gubernur, DPRD, Pertamina, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), SKK Migas.

- Advertisement -

Secara undang-undang, itu diatur bahwa 10 persen harus diberikan kepada daerah (BUMD), di mana ladang minyak tersebut dikelola. Daerah tidak harus setor modal 10 persen cash. Uangnya ditalangi dulu oleh Pertamina. Nanti dipotong dari keuntungannya setiap tahun. Selain daerah juga akan mendapatkan laba bersih nantinya dari 10 persen itu. Namun setahu Chaidir, setakat ini belum ditunjuk BUMD oleh gubernur.

Kabarnya baru dipersiapkan. Saran Chaidir jangan telat. Nanti kewajiban Pertamina menunjuk BUMD ini bisa gugur. BUMD ini harus memenuhi syarat, jangan sampai gugur. Pemahaman Chaidir, penunjukan BUMD ini sebelum 9 Agustus 2021, yakni mulai teken kontrak peralihan. Tapi menurut pemahaman Pemprov Riau, baru akan diproses mulai tanggal 9 Agustus, karena tanggal 9 Agustus itu Pertamina menyurati Gubernur agar mengajukan BUMD.

PHR harus menguasai saham 51 persen. Sementara 39 persennya ditawarkan kepada investor untuk share modal. Menurut Pertamina, siapa pun boleh ikut saham. Namun Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) menyarankan agar 39 persen ini diberikan kepada BUMA. Memang rekomendasi FKPMR ini tidak langsung pada BUMA, tetapi Gubernur harus menyiapkan selain BUMD yang direkomendasikan Gubernur untuk 10 persen sebelumnya. Masalahnya siapa pun yang harus ikut saham 39 persen ini, mereka harus setor modal di depan.

Baca Juga:  KKN Keperawatan Unri Berbasis Relawan Covid-19

Masalah lainnya, masyarakat mungkin masih menyamakan ketika CPP Blok untuk dikelola oleh daerah (Bumi Siak Pusako). Itu beda dengan PHR dengan Blok Rokan. CPP Blok skemanya joint operation, antara Pertamina dengan daerah (BSP), maka dibentuklah BOB (Badan Operasi Bersama), antara Pertamina Hulu dengan BSP untuk mengelola CPP Blok. Berbeda dengan PHR sebagai pengelola Blok Rokan, skemanya tidak seperti itu (joint operation), tetapi partnership.

Dalam partnership, orang lain hanya bisa beri saham, tidak ikut mengelola. Pengelolanya tetap PHR. Jangan dikira sama dengan BSP? Masyarakat akan kecewa kalau tahu ini berbeda skemanya. Misalnya Pemda Bojonegoro ikut dalam saham Blok Cepu, BUMD tidak punya modal, mereka gandeng investor, tapi BUMD mereka tidak mendapatkan keuntungan apa-apa.

Dalam alih kelola Blok Rokan ini juga ada masalah tanah yang terkontaminasi minyak. Kabarnya sudah ada dana pemulihannya, yang sudah dititipkan oleh CPI kepada PHR di bawah pengawasan SKK Migas. CPI tidak ada lagi tanggung dalam pemulihan tanah yang terkontaminasi minyak itu.

Banyak Keuntungan bagi Riau
Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan, jika Blok Rokan sudah dikelola Pertamina dan juga Riau mendapatkan PI 10 persen, akan banyak keuntungan yang didapatkan. Seperti pada industri hulu akan mendapatkan bersama-sama BUMD Provinsi Riau untuk mengelola PI 10 persen.

"Untuk industri hilir tentunya akan berlaku mekanisme B to B. Mudah-mudahan ini akan dimanfaatkan oleh pengusaha lokal kita, dan tentunya akses itu akan bersama-sama kita raih. Karena sekarang yang mengelola adalah Pertamina," katanya.

Namun yang paling penting, kata Gubri, yang harus dijaga yakni Blok Rokan adalah aset nasional, aset strategis negara. Karena itu harus bersama-sama dikelola dengan baik, dan bijak menyikapi peralihan ini. Jangan sampai peralihan ini menimbulkan justru kerugian bagi daerah.

"Mari kita sama-sama jaga peralihan ini. Ikuti ketentuan yang ada dan kita persiapkan diri dengan baik. Dengan begitu akses-akses selanjutnya akan kita dapatkan," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Gubri juga menyampaikan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan pihak Pertamina bahwa nantinya dalam pengadaan barang dan jasa terbuka bagi kontraktor lokal.

"Karena itu perlu pengaturan kerja sama operasi dengan anak perusahaan Pertamina, sehingga kawan-kawan pengusaha lokal ini tetap mendapat ladang pekerjaan," sebutnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Riau Indra Agus Lukman mengatakan, untuk PI 10 persen pihaknya sudah menyiapkan beberapa BUMD. Karena selama ini Chevron itu bisnisnya bukan minyak saja, tapi ada pegawai, transportasi dan jasa-jasa dan lainnya.

Dengan banyaknya BUMD yang terlibat tersebut, selain Riau akan mendapatkan PI 10 persen, Riau juga akan mendapatkan tambahan dari pengelolaan bisnis di luar minyak.

Dengan meningkatnya produksi migas dari wilayah kerja Blok Rokan, akan berdampak positif terhadap pembangunan daerah. Karena di tengah produksi yang banyak, tentu pendapatan daerah untuk pembangunan juga akan semakin besar.

Baca Juga:  Salahkan Karyawan, Manajemen Holywings Ngotot Ogah Tanggung Jawab

"Harapan kita dengan sudah dikelola oleh perusahaan nasional, hasilnya akan semakin bagus dibandingkan saat dikelola perusahaan asing," harapnya.

Dengan alih kelolanya Blok Rokan tersebut, juga sudah dilakukan pembicaraan dengan pihak Pertamina terkait tenaga kerja. Pertamina berkomitmen akan tetap menggunakan tenaga kerja saat ini, yang juga merupakan putra daerah.

DPRD Tidak Diberi Laporan
Soal alih kelola Blok Rokan dari PT CPI ke Pertamina, DPRD Riau sendiri khususnya Komisi III yang membidangi aset sama sekali belum mendapat laporan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Hal itu sebagaimana disampaikan Ketua Komisi III DPRD Riau Husaimi Hamidi saat berbincang dengan wartawan akhir pekan ini. Dikatakan dia, saat ini pihaknya baru mendengar kabar kalau pengelola participating interest (PI) sebanyak 10 persen akan diberikan kepada PT Riau Petroleum melalui anak perusahaannya Riau Petroleum Siak.

Husaimi juga mengatakan pihaknya tidak mengetahui pasti perkembangan Riau Petroleum, dan hanya mengetahui kalau BUMD Riau tersebut sudah terpilih direksi dan komisaris.

"Anak perusahaan ini kan susah DPRD mengawasinya. Saham pemda ini kan di induknya. Induknya setahu kami tak punya uang, bentuk lagi anak perusahaan. Kita tidak tahu ini, berapa modal awal di Riau Petroleum Siak itu, uang dari mana. Biasanya kan ke notaris itu ada lembaran saham, berapa modal awalnya," tanya Husaimi.

Menurut dia, pemerintah daerah harus melakukan komunikasi dengan DPRD Riau khususnya komisi III terkait hal ini karena menyangkut dengan pendapatan daerah.

Sementara, Wakil Ketua DPRD Riau Hardianto meminta Pemprov Riau turut melibatkan DPRD dalam proses penunjukan pengelola PI. Sebab, bagaimanapun juga DPRD merupakan representasi masyarakat Riau di pemerintahan. Diakui dia, sampai saat ini, Sabtu (7/8), pihaknya belum mendapatkan informasi resmi dari pemprov tentang perusahaan yang ditunjuk.

Sampai detik ini mereka belum dapat informasi formal maupun tertulis. Informasi yang diterima dari luar memang ada dua perusahaan dan akan dipilih. Yakni BSP Siak dan Riau Petroleum.

Libatkan LAM Riau
Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menilai, dengan beralihnya pengelolaan Blok Rokan, ini merupakan hadiah buat HUT Provinsi Riau, khususnya dan Indonesia yang juga akan merayakan HUT Kemerdekaannya.

‘’Jadi tanggal 9 Agustus itu merupakan hari jadinya Provinsi Riau. Ada terkandung harapan besar masyarakat Riau bahwa dengan kembalinya Blok Rokan ini ke pangkuan Ibu Pertiwi, tentu yang paling menikmati adalah masyarakat Riau,’’ sebut Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Syahril Abubakar, Sabtu (7/8).

Menurut Syahril, dalam Islam itu ada hak subha. Wajarlah orang Riau ditempatkan lebih. ‘’Karena selama 97 tahun lebih ini kita semacam tak dianggap, dalam kata lain sebagai penonton saja. Hari ini orang Melayu, orang Riau tak lagi mau menonton. Orang berpesta-pora di tanah kita, menghisap hasil bumi kita sampai 11 miliar barel lebih minyak yang sudah disedot, tapi masyarakat adat kita yang lokasinya berada di Blok Rokan itu, ya begitu-begitu aja,’’ ujarnya.(jrr/sol/nda/ade)

 

Alih kelola Blok Rokan dari PT CPI (Chevron Pacific Indonesia) ke PT PHR (Pertamina Hulu Rokan) telah berlangsung dini hari tadi. Adanya kekhawatiran peralihan pengelola ini tidak akan berdampak banyak kepada masyarakat Riau, harus dijawab. Jangan sampai, 9 Agustus 2021 saat Riau berhari jadi ke-64, kado istimewa yang diharapkan malah tidak didapatkan rakyat Riau dari alih kelola ke perusahaan nasional itu.

Kekhawatiran itu disampaikan Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Dr drh Chaidir MM.

 Dari beberapa kali diskusi, FKPMR menginginkan Riau diberi peran yang besar untuk mengelola Blok Rokan ini. Selama ini, dengan CPI sebagai pengelolanya, Riau tidak diberikan dana secara tersistem. Hanya bantuan CSR, atau subkontraktor. Secara terstruktur Riau tak dilibatkan dalam PT CPI.

"Nah, kita tidak ingin seperti itu terulang lagi ketika dialihkan ke PHR," ujar Chaidir.

Sejak dulu, ujar Chaidir, Blok Rokan merupakan ladang minyak strategis di Indonesia. Dulu, hampir 40 persen minyak Indonesia berasal dari Blok Rokan. Tahun 1980-an, bahkan sampai 1 juta barel per hari.

Ketika Presiden menerima gelar Datuk Sri Amanah Negara dari lembaga adat, dalam pidatonya, daerah harus diberi peran dalam pengelolaan Blok Rokan ini. Lalu sampai kini, apa follow up-nya? Ketua Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau, Datuk Al Azhar menjelaskan, sepertinya apa yang dinyatakan Presiden Jokowi agar daerah diberi peran dalam pengelolaan Blok Rokan ini belum duduk. LAM sendiri dengan BUMA (Badan Usaha Milik Adat), nanti kalau ada keuntungan pengelolaannya akan diberi pada Yayasan Keris. Tujuannya untuk mengembangkan budaya Riau. Cuma masalahnya BUMA ini bukan BUMD. FKPMR dari awal sekitar Desember 2019, telah merespons, melalui pokok-pokok pikiran kepada gubernur, DPRD, Pertamina, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), SKK Migas.

Secara undang-undang, itu diatur bahwa 10 persen harus diberikan kepada daerah (BUMD), di mana ladang minyak tersebut dikelola. Daerah tidak harus setor modal 10 persen cash. Uangnya ditalangi dulu oleh Pertamina. Nanti dipotong dari keuntungannya setiap tahun. Selain daerah juga akan mendapatkan laba bersih nantinya dari 10 persen itu. Namun setahu Chaidir, setakat ini belum ditunjuk BUMD oleh gubernur.

Kabarnya baru dipersiapkan. Saran Chaidir jangan telat. Nanti kewajiban Pertamina menunjuk BUMD ini bisa gugur. BUMD ini harus memenuhi syarat, jangan sampai gugur. Pemahaman Chaidir, penunjukan BUMD ini sebelum 9 Agustus 2021, yakni mulai teken kontrak peralihan. Tapi menurut pemahaman Pemprov Riau, baru akan diproses mulai tanggal 9 Agustus, karena tanggal 9 Agustus itu Pertamina menyurati Gubernur agar mengajukan BUMD.

PHR harus menguasai saham 51 persen. Sementara 39 persennya ditawarkan kepada investor untuk share modal. Menurut Pertamina, siapa pun boleh ikut saham. Namun Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) menyarankan agar 39 persen ini diberikan kepada BUMA. Memang rekomendasi FKPMR ini tidak langsung pada BUMA, tetapi Gubernur harus menyiapkan selain BUMD yang direkomendasikan Gubernur untuk 10 persen sebelumnya. Masalahnya siapa pun yang harus ikut saham 39 persen ini, mereka harus setor modal di depan.

Baca Juga:  Temuan Fakta Komnas HAM, Penembakan Brigadir Joshua dari Arah Berlainan

Masalah lainnya, masyarakat mungkin masih menyamakan ketika CPP Blok untuk dikelola oleh daerah (Bumi Siak Pusako). Itu beda dengan PHR dengan Blok Rokan. CPP Blok skemanya joint operation, antara Pertamina dengan daerah (BSP), maka dibentuklah BOB (Badan Operasi Bersama), antara Pertamina Hulu dengan BSP untuk mengelola CPP Blok. Berbeda dengan PHR sebagai pengelola Blok Rokan, skemanya tidak seperti itu (joint operation), tetapi partnership.

Dalam partnership, orang lain hanya bisa beri saham, tidak ikut mengelola. Pengelolanya tetap PHR. Jangan dikira sama dengan BSP? Masyarakat akan kecewa kalau tahu ini berbeda skemanya. Misalnya Pemda Bojonegoro ikut dalam saham Blok Cepu, BUMD tidak punya modal, mereka gandeng investor, tapi BUMD mereka tidak mendapatkan keuntungan apa-apa.

Dalam alih kelola Blok Rokan ini juga ada masalah tanah yang terkontaminasi minyak. Kabarnya sudah ada dana pemulihannya, yang sudah dititipkan oleh CPI kepada PHR di bawah pengawasan SKK Migas. CPI tidak ada lagi tanggung dalam pemulihan tanah yang terkontaminasi minyak itu.

Banyak Keuntungan bagi Riau
Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan, jika Blok Rokan sudah dikelola Pertamina dan juga Riau mendapatkan PI 10 persen, akan banyak keuntungan yang didapatkan. Seperti pada industri hulu akan mendapatkan bersama-sama BUMD Provinsi Riau untuk mengelola PI 10 persen.

"Untuk industri hilir tentunya akan berlaku mekanisme B to B. Mudah-mudahan ini akan dimanfaatkan oleh pengusaha lokal kita, dan tentunya akses itu akan bersama-sama kita raih. Karena sekarang yang mengelola adalah Pertamina," katanya.

Namun yang paling penting, kata Gubri, yang harus dijaga yakni Blok Rokan adalah aset nasional, aset strategis negara. Karena itu harus bersama-sama dikelola dengan baik, dan bijak menyikapi peralihan ini. Jangan sampai peralihan ini menimbulkan justru kerugian bagi daerah.

"Mari kita sama-sama jaga peralihan ini. Ikuti ketentuan yang ada dan kita persiapkan diri dengan baik. Dengan begitu akses-akses selanjutnya akan kita dapatkan," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Gubri juga menyampaikan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan pihak Pertamina bahwa nantinya dalam pengadaan barang dan jasa terbuka bagi kontraktor lokal.

"Karena itu perlu pengaturan kerja sama operasi dengan anak perusahaan Pertamina, sehingga kawan-kawan pengusaha lokal ini tetap mendapat ladang pekerjaan," sebutnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Riau Indra Agus Lukman mengatakan, untuk PI 10 persen pihaknya sudah menyiapkan beberapa BUMD. Karena selama ini Chevron itu bisnisnya bukan minyak saja, tapi ada pegawai, transportasi dan jasa-jasa dan lainnya.

Dengan banyaknya BUMD yang terlibat tersebut, selain Riau akan mendapatkan PI 10 persen, Riau juga akan mendapatkan tambahan dari pengelolaan bisnis di luar minyak.

Dengan meningkatnya produksi migas dari wilayah kerja Blok Rokan, akan berdampak positif terhadap pembangunan daerah. Karena di tengah produksi yang banyak, tentu pendapatan daerah untuk pembangunan juga akan semakin besar.

Baca Juga:  Polisi Buru Eksekutor Pembunuh Empat Tokoh dan Satu Pimpinan Lembaga Survei

"Harapan kita dengan sudah dikelola oleh perusahaan nasional, hasilnya akan semakin bagus dibandingkan saat dikelola perusahaan asing," harapnya.

Dengan alih kelolanya Blok Rokan tersebut, juga sudah dilakukan pembicaraan dengan pihak Pertamina terkait tenaga kerja. Pertamina berkomitmen akan tetap menggunakan tenaga kerja saat ini, yang juga merupakan putra daerah.

DPRD Tidak Diberi Laporan
Soal alih kelola Blok Rokan dari PT CPI ke Pertamina, DPRD Riau sendiri khususnya Komisi III yang membidangi aset sama sekali belum mendapat laporan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Hal itu sebagaimana disampaikan Ketua Komisi III DPRD Riau Husaimi Hamidi saat berbincang dengan wartawan akhir pekan ini. Dikatakan dia, saat ini pihaknya baru mendengar kabar kalau pengelola participating interest (PI) sebanyak 10 persen akan diberikan kepada PT Riau Petroleum melalui anak perusahaannya Riau Petroleum Siak.

Husaimi juga mengatakan pihaknya tidak mengetahui pasti perkembangan Riau Petroleum, dan hanya mengetahui kalau BUMD Riau tersebut sudah terpilih direksi dan komisaris.

"Anak perusahaan ini kan susah DPRD mengawasinya. Saham pemda ini kan di induknya. Induknya setahu kami tak punya uang, bentuk lagi anak perusahaan. Kita tidak tahu ini, berapa modal awal di Riau Petroleum Siak itu, uang dari mana. Biasanya kan ke notaris itu ada lembaran saham, berapa modal awalnya," tanya Husaimi.

Menurut dia, pemerintah daerah harus melakukan komunikasi dengan DPRD Riau khususnya komisi III terkait hal ini karena menyangkut dengan pendapatan daerah.

Sementara, Wakil Ketua DPRD Riau Hardianto meminta Pemprov Riau turut melibatkan DPRD dalam proses penunjukan pengelola PI. Sebab, bagaimanapun juga DPRD merupakan representasi masyarakat Riau di pemerintahan. Diakui dia, sampai saat ini, Sabtu (7/8), pihaknya belum mendapatkan informasi resmi dari pemprov tentang perusahaan yang ditunjuk.

Sampai detik ini mereka belum dapat informasi formal maupun tertulis. Informasi yang diterima dari luar memang ada dua perusahaan dan akan dipilih. Yakni BSP Siak dan Riau Petroleum.

Libatkan LAM Riau
Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menilai, dengan beralihnya pengelolaan Blok Rokan, ini merupakan hadiah buat HUT Provinsi Riau, khususnya dan Indonesia yang juga akan merayakan HUT Kemerdekaannya.

‘’Jadi tanggal 9 Agustus itu merupakan hari jadinya Provinsi Riau. Ada terkandung harapan besar masyarakat Riau bahwa dengan kembalinya Blok Rokan ini ke pangkuan Ibu Pertiwi, tentu yang paling menikmati adalah masyarakat Riau,’’ sebut Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Syahril Abubakar, Sabtu (7/8).

Menurut Syahril, dalam Islam itu ada hak subha. Wajarlah orang Riau ditempatkan lebih. ‘’Karena selama 97 tahun lebih ini kita semacam tak dianggap, dalam kata lain sebagai penonton saja. Hari ini orang Melayu, orang Riau tak lagi mau menonton. Orang berpesta-pora di tanah kita, menghisap hasil bumi kita sampai 11 miliar barel lebih minyak yang sudah disedot, tapi masyarakat adat kita yang lokasinya berada di Blok Rokan itu, ya begitu-begitu aja,’’ ujarnya.(jrr/sol/nda/ade)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari