- Advertisement -
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Arab Saudi belum lama ini meluncurkan layanan haji virtual. Dalam layanan berbasis Metaverse tersebut, mereka ingin menghadirkan pengalaman melihat Kakbah hingga menyentuh Hajar Aswad secara virtual reality (VR) di setiap rumah umat Islam melalui kamera VR.
Adanya layanan haji secara virtual tersebut langsung menuai sejumlah sorotan. Termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan haji virtual dengan memanfaatkan Metaverse tersebut tidak bisa menggantikan haji secara langsung atau fisik.
- Advertisement -
"Haji itu adalah ibadah mahdlah," katanya kemarin (8/2). Selain itu haji adalah ibadah yang bersifat dogmatik. Sehingga tata cara atau pelaksanaannya harus sama seperti yang dilakukan Nabi Muhammad. Dia menegaskan pahala dari haji secara langsung tidak bisa digantikan dengan haji virtual.
Selain itu Asrorun menuturkan ibadah haji terkait dengan tempat dan waktu. Yaitu harus berada di Arafah untuk melakukan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah. Kemudian ibadah tawaf juga harus dilakukan dengan cara mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali putaran. Bagi yang kesulitan berjalan, mengelilingi Kakbah dengan kursi roda. Bahkan saat ini disiapkan motor elektrik di komplek Masjidilharam untuk memudahkan pelaksanaan tawaf.
"Tawaf tidak bisa dilakukan dengan replika Kakbah. Tidak bisa dalam angan-angan. Tidak bisa dengan gambar Kakbah," tuturnya.
- Advertisement -
Asrorun mengatakan haji virtual, atau lebih tepatnya menghadirkan Kakbah secara virtual bisa digunakan sebagai media manasik. Dia menduga kuat, otoritas di Saudi yang menginisiasi program bernama Virtual Black Stone Initiative tidak untuk menggantikan ibadah haji.
Mantan Ketua KPAI itu menuturkan platform kunjungan Kakbah secara virtual bermanfaat untuk edukasi. Termasuk untuk manasik atau latihan ibadah haji. Menurut dia pemanfaatan seperti ini, bisa dilakukan melalui virtual. "Pelaksanaan ibadah haji dengan mengunjungi Kakbah secara virtual tidaklah cukup. Dan tidak memenuhi syarat, karena aktivitas ibadah haji itu hukumnya tauqify," jelasnya. Hukum tauqify menyaratkan tata cara sesuai dengan yang sudah ditentukan.
Sorotan terhadap haji virtual juga disampaikan Direktorat Urusan Agama Turki atau Diyanet. Direktur Departemen Haji dan Umrah Diyanet Turki Remzi Bircan mengatakan haji virtual tidak mungkin ada. Dia mengatakan kunjungan Kakbah atau Hajar Aswad secara virtual berbasis Metaverse bukan untuk menggantikan ibadah haji. "Umat Islam bisa mengunjungi Kakbah secara Metaverse. Tapi tidak bisa dianggap sebagai haji sungguhan," katanya.(wan/jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Arab Saudi belum lama ini meluncurkan layanan haji virtual. Dalam layanan berbasis Metaverse tersebut, mereka ingin menghadirkan pengalaman melihat Kakbah hingga menyentuh Hajar Aswad secara virtual reality (VR) di setiap rumah umat Islam melalui kamera VR.
Adanya layanan haji secara virtual tersebut langsung menuai sejumlah sorotan. Termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan haji virtual dengan memanfaatkan Metaverse tersebut tidak bisa menggantikan haji secara langsung atau fisik.
"Haji itu adalah ibadah mahdlah," katanya kemarin (8/2). Selain itu haji adalah ibadah yang bersifat dogmatik. Sehingga tata cara atau pelaksanaannya harus sama seperti yang dilakukan Nabi Muhammad. Dia menegaskan pahala dari haji secara langsung tidak bisa digantikan dengan haji virtual.
- Advertisement -
Selain itu Asrorun menuturkan ibadah haji terkait dengan tempat dan waktu. Yaitu harus berada di Arafah untuk melakukan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah. Kemudian ibadah tawaf juga harus dilakukan dengan cara mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali putaran. Bagi yang kesulitan berjalan, mengelilingi Kakbah dengan kursi roda. Bahkan saat ini disiapkan motor elektrik di komplek Masjidilharam untuk memudahkan pelaksanaan tawaf.
"Tawaf tidak bisa dilakukan dengan replika Kakbah. Tidak bisa dalam angan-angan. Tidak bisa dengan gambar Kakbah," tuturnya.
Asrorun mengatakan haji virtual, atau lebih tepatnya menghadirkan Kakbah secara virtual bisa digunakan sebagai media manasik. Dia menduga kuat, otoritas di Saudi yang menginisiasi program bernama Virtual Black Stone Initiative tidak untuk menggantikan ibadah haji.
Mantan Ketua KPAI itu menuturkan platform kunjungan Kakbah secara virtual bermanfaat untuk edukasi. Termasuk untuk manasik atau latihan ibadah haji. Menurut dia pemanfaatan seperti ini, bisa dilakukan melalui virtual. "Pelaksanaan ibadah haji dengan mengunjungi Kakbah secara virtual tidaklah cukup. Dan tidak memenuhi syarat, karena aktivitas ibadah haji itu hukumnya tauqify," jelasnya. Hukum tauqify menyaratkan tata cara sesuai dengan yang sudah ditentukan.
Sorotan terhadap haji virtual juga disampaikan Direktorat Urusan Agama Turki atau Diyanet. Direktur Departemen Haji dan Umrah Diyanet Turki Remzi Bircan mengatakan haji virtual tidak mungkin ada. Dia mengatakan kunjungan Kakbah atau Hajar Aswad secara virtual berbasis Metaverse bukan untuk menggantikan ibadah haji. "Umat Islam bisa mengunjungi Kakbah secara Metaverse. Tapi tidak bisa dianggap sebagai haji sungguhan," katanya.(wan/jpg)