JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Fenomena kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng di sejumlah daerah telah diselidiki Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dari temuan ORI, terendus adanya penimbunan stok minyak goreng. Kemudian ditemukan juga pengalihan minyak goreng dari pasar modern ke pasar tradisional. Serta munculnya panic buying.
Anggota ORI Yeka Hendra Fatika menjelaskan harga minyak goreng di sejumlah daerah yang dipantau cenderung di atas harga eceran tetap (HET). Di Aceh, misalnya, harga per liter minyak goreng berada di kisaran Rp18 ribu. Kemudian di Sumatera Utara Rp19 ribu, Sumatera Barat Rp18 ribu, Kalimantan Timur Rp23 ribu dan Jawa Barat Rp22 ribu. Padahal, dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 6/2022 diatur HET minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter. Kemudian kemasan sederhana Rp13.500 per liter. Dan kemasan premium sebesar Rp14 ribu per liter. Kebijakan HET minyak goreng yang mencabut Permendag No. 3/2022 itu berlaku mulai 1 Februari lalu.
Yeka menambahkan, kesulitan masyarakat dalam mendapatkan minyak goreng sesuai HET itu bisa terjadi karena adanya keterlambatan antara penetapan regulasi dengan pelaksanaan regulasi di lapangan. "Masyarakat sulit mendapatkan minyak goreng dengan harga sesuai regulasi memang bisa terjadi karena ada delay (keterlambatan, red) itu," tegas Yeka dalam diskusi daring, kemarin (8/2).
ORI mendorong Kementerian Perdagangan segera memastikan ketersediaan migor sesuai HET. Lembaga negara bidang pengawasan administrasi pemerintahan itu juga meminta pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menangani keluhan masyarakat yang kesulitan mendapatkan migor. ORI juga mengisyaratkan agar BUMN meng-cover 10-15 persen keperluan pasar terhadap minyak goreng.
Selain itu, ORI mendorong pemerintah agar memprioritaskan crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah untuk produksi minyak goreng. Pemerintah juga diminta untuk memastikan pengawasan terhadap produsen dalam mematuhi ketentuan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). "Ombudsman juga mengimbau masyarakat untuk tidak panic buying," ujarnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menyebut belum stabilnya harga minyak goreng di pasaran disebabkan belum lancarnya distribusi dengan harga sesuai regulasi. Dia menyebut saat ini distribusi tengah bergulir. "Saya pastikan minggu ini dari Aceh hingga Papua sudah mendapat pasokan minyak goreng," ujarnya.
Harga Minyak Goreng Masih Tinggi
Kelangkaan minyak goreng masih terjadi di berbagai daerah. Kelangkaan itu mengakibatkan harga minyak goreng melambung tinggi. Hal ini tentu membebani rumah tangga hingga pelaku usaha, terutama di sektor mikro. Terlebih, kenaikan ini tidak sebanding dengan penghasilan yang baru bangkit dari hantaman pandemi Covid-19.
Menanggapi hal itu, Anggota DPR RI, dari daerah pemilihan (dapil) Riau I Achmad mendesak pemerintah untuk serius menangani persoalan tersebut. Jangan hanya mengeluarkan aturan saja tetapi tidak disertai dengan tindakannya. "Masyarakat sudah menjerit di bawah. Karena minyak goreng adalah keperluan pokok rumah tangga dan juga sangat diperlukan bagi mereka yang bergerak di sektor UMKM," kata Achmad kepada wartawan, Selasa (8/2).
Politikus Demokrat asala Riau ini mengaku, saat dirinya turun ke dapilnya, dia acap kali ditanya oleh masyarakat kenapa harga minyak bisa mahal dan langka. Padahal Riau sendiri merupakan salah satu daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia
"Kita penghasil kelapa sawit, namun minyak goreng langka. Mereka membandingkan Riau penghasil migas, tapi BBM mahal dan langka juga, mereka jengah dengan keadaan seperti itu," jelas mantan Bupati Rokan Hulu dua periode itu.
Anggota Komisi VIII itu kembali menegaskan agar pemerintah tidak setengah hati memberikan solusi yang menjadi keperluan masyarakat. Ia juga meminta agar satuan tugas (Satgas) Pangan bergerak ke akar rumput untuk memberantas jika ada oknum-oknum kartel nakal.
"Pemerintah harus serius. Jangan setengah hati gitu. Jangan menunggu masyarakat susah dan menjerit dulu. Pemerintah punya kok seluruh sumber daya buat itu. Kenapa nggak dimaksimalkan," ujar Achmad.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan mengakui saat ini masih ada harga minyak goreng tidak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan Kementerian Perdagangan. Meski pihaknya sudah mengeluarkan aturan. Oke memastikan harga minyak yang dikeluhkan oleh masyarakat saat ini hanya bersifat sementara saja. Dia berdalih, penyebab minyak goreng tinggi itu karena pedagang menghabiskan stok lama.
"Tapi ini kami pastikan hanya sementara, saat ini terjadi kepanikan para pedagang terhadap stok lama yang sudah dibeli tinggi. Jadi harga tetap tinggi karena pedagang mau menghabiskan stok dulu," kata Oke secara virtual, Selasa (8/2).
Oke menuturkan, untuk mengatasi persoalan stok tersebut, pihaknyajuga sudah mengatur skema retur atau pengembalian produk ke suplayer. Namun skema itu diakuinya tidak berjalan lancar.
"Bahasa sederhananya yang besar mengurusi yang kecil. Kalau pedagang mau mengembalikan, suplayer harus menerima, begitu juga ke suplayer lebih tinggi. Tetapi itu tidak berjalan dengan baik. Mereka lebih banyak berdiskusi mengenai pengembalian dibandingkan segera memenuhi stok baru dengan harga baru," pungkasnya.(tyo/jpg/yus)