Rabu, 18 September 2024

Kualitas Working Mom Menyusui Terbukti Lebih Rajin dan Produktif

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi dalam masa tumbuh kembangnya selama 1.000 hari pertama. ASI eksklusif harus diberikan selama 6 bulan dan ditambah dengan Makanan Pendamping (MP) ASI hingga usia 2 tahun. Karena itu, para ibu yang bekerja masih tetap wajib dan bisa memberikan ASI pada buah hatinya.

Working mom atau ibu yang bekerja punya hak untuk mendapatkan fasilitas laktasi di tempat kerja. Perusahaan harus mendukung dan menyediakan ruang laktasi bagi para ibu yang akan memompa ASI-nya.

Berdasarkan penelitian terbaru, penerapan model laktasi yang jelas dan tepat terbukti membuat pekerja perempuan 8 kali lebih produktif untuk mencapai target kerjanya. Peneliti dari Ikatan Alumni Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr. dr Ray Wagiu Basrowi menjelaskan, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 angka pemberian ASI secara eksklusif untuk bayi 0-6 bulan (prevalensi ASI eksklusif) di Indonesia masih berkisar 32 persen, jauh dibandingkan negara-negara lain antara 50 persen-60 persen.

“Artinya 7 dari 10 orang ibu tidak berhasil memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kelahiran bayinya,” kata Ray, Jumat (8/11).

- Advertisement -

Salah satu faktor utama rendahnya angka prevalensi itu adalah besarnya jumlah ibu pekerja yang berhenti memberikan ASI eksklusif. Saat ini 55 juta dari 138 juta pekerja di Indonesia adalah perempuan. Sayangnya, sebagian besar pekerja perempuan terpaksa harus menghentikan pemberian ASI eksklusif di tengah jalan antara lain karena cuti melahirkan yang hanya tiga bulan dan tidak tersedianya ruang laktasi yang memadai di tempat kerja.

Baca Juga:  Bacalon Harus Swab Mandiri Tujuh Hari Pra Pemeriksaan Kesehatan

Hasil penelitian FKUI menunjukkan, hanya 21 dari 100 pekerja perempuan di Indonesia yang memperoleh fasilitas laktasi memadai, hanya 7 dari 100 pekerja menikmati program dan edukasi laktasi di tempat kerja dan 98 persen pabrik tidak memiliki konselor laktasi siaga. Akibatnya, hanya 2 dari 10 pekerja yang mampu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

- Advertisement -

“Yang menyedihkan, 5 dari 10 pekerja perempuan memompa ASI di toilet atau kamar mandi yang tidak higienis karena tidak ada ruang laktasi yang memadai dan privat,” tutur Ray.

Menurut Ray, untuk menyelesaikan persoalan ini, terdapat tujuh dimensi model promosi laktasi di tempat kerja yang dapat diterapkan. Pertama, kebijakan perusahaan memberikan waktu kerja yang fleksibel bagi pekerja perempuan untuk memompa ASI atau menyusui bayinya serta memperpanjang cuti menjadi lebih dari tiga bulan. Kedua, menyiapkan fasilitas ruang laktasi yang privat dan memenuhi standar kesehatan.

Ketiga, menyiapkan materi edukasi tentang laktasi, termasuk manajemen stres. Keempat, menjadikan semua pekerja sebagai target edukasi. Kelima, metode edukasi berupa bimbingan, konseling, maupun grup media sosial. Keenam, pengalokasian waktu konsul konselor minimal satu kali dalam seminggu. Ketujuh, penyiapan dokter perusahaan atau konselor laktasi di tempat kerja.

Baca Juga:  Manfaatkan Rumah Warga untuk Pelayanan

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa fakta menarik saat perusahaan menerapkan promosi laktasi dengan tujuh dimensi tersebut. Di antara fakta itu adalah, pekerja perempuan dengan promosi laktasi di tempat kerja terbukti 8 kali lebih produktif mencapai target kerja, 6 kali lebih besar meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif, 51 persen memiliki kesehatan reproduksi yang lebih baik dan 91 persen pekerja menyusui jarang absen.

 

Manfaat Menyusui Bagi Ibu

 

Menurut Ray, tubuh pekerja perempuan yang berhasil memberikan ASI eksklusif lebih sehat, tidak mudah stres, penundaan haid lebih panjang, dan berat badan tidak naik drastis, sehingga potensi terdampak berbagai penyakit lebih kecil. Selain itu, loyalitas pekerja perempuan pun turut terjaga.

“Dengan status kesehatan lebih baik, produktivitas terjaga, seharusnya dilihat sebagai investasi perusahaan, bukan biaya,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi Ibu dan Anak (APPNIA) Rivanda Idiyanto juga mendukung model promosi laktasi di tempat kerja. Menurut dia, beberapa perusahaan yang menjadi anggota APPNIA telah menerapkan model promosi laktasi. Rivanda mengakui, pekerja perempuan di perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan promosi laktasi terbukti mampu mempertahankan produktivitasnya

“Anggota kami juga menyiapkan ruang laktasi yang memadai dan higienis dan beberapa perusahaan di antaranya memberikan cuti melahirkan yang lebih panjang sampai dengan 6 bulan sebagai bentuk komitmen yang tinggi untuk mendukung keberhasilan ASI Eksklusif,” kata dia.

Sumber: Jawapos.com

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi dalam masa tumbuh kembangnya selama 1.000 hari pertama. ASI eksklusif harus diberikan selama 6 bulan dan ditambah dengan Makanan Pendamping (MP) ASI hingga usia 2 tahun. Karena itu, para ibu yang bekerja masih tetap wajib dan bisa memberikan ASI pada buah hatinya.

Working mom atau ibu yang bekerja punya hak untuk mendapatkan fasilitas laktasi di tempat kerja. Perusahaan harus mendukung dan menyediakan ruang laktasi bagi para ibu yang akan memompa ASI-nya.

Berdasarkan penelitian terbaru, penerapan model laktasi yang jelas dan tepat terbukti membuat pekerja perempuan 8 kali lebih produktif untuk mencapai target kerjanya. Peneliti dari Ikatan Alumni Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr. dr Ray Wagiu Basrowi menjelaskan, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 angka pemberian ASI secara eksklusif untuk bayi 0-6 bulan (prevalensi ASI eksklusif) di Indonesia masih berkisar 32 persen, jauh dibandingkan negara-negara lain antara 50 persen-60 persen.

“Artinya 7 dari 10 orang ibu tidak berhasil memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kelahiran bayinya,” kata Ray, Jumat (8/11).

Salah satu faktor utama rendahnya angka prevalensi itu adalah besarnya jumlah ibu pekerja yang berhenti memberikan ASI eksklusif. Saat ini 55 juta dari 138 juta pekerja di Indonesia adalah perempuan. Sayangnya, sebagian besar pekerja perempuan terpaksa harus menghentikan pemberian ASI eksklusif di tengah jalan antara lain karena cuti melahirkan yang hanya tiga bulan dan tidak tersedianya ruang laktasi yang memadai di tempat kerja.

Baca Juga:  Verifikasi Kemenkes Lamban, Penyaluran Insentif Nakes Daerah Terhambat

Hasil penelitian FKUI menunjukkan, hanya 21 dari 100 pekerja perempuan di Indonesia yang memperoleh fasilitas laktasi memadai, hanya 7 dari 100 pekerja menikmati program dan edukasi laktasi di tempat kerja dan 98 persen pabrik tidak memiliki konselor laktasi siaga. Akibatnya, hanya 2 dari 10 pekerja yang mampu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

“Yang menyedihkan, 5 dari 10 pekerja perempuan memompa ASI di toilet atau kamar mandi yang tidak higienis karena tidak ada ruang laktasi yang memadai dan privat,” tutur Ray.

Menurut Ray, untuk menyelesaikan persoalan ini, terdapat tujuh dimensi model promosi laktasi di tempat kerja yang dapat diterapkan. Pertama, kebijakan perusahaan memberikan waktu kerja yang fleksibel bagi pekerja perempuan untuk memompa ASI atau menyusui bayinya serta memperpanjang cuti menjadi lebih dari tiga bulan. Kedua, menyiapkan fasilitas ruang laktasi yang privat dan memenuhi standar kesehatan.

Ketiga, menyiapkan materi edukasi tentang laktasi, termasuk manajemen stres. Keempat, menjadikan semua pekerja sebagai target edukasi. Kelima, metode edukasi berupa bimbingan, konseling, maupun grup media sosial. Keenam, pengalokasian waktu konsul konselor minimal satu kali dalam seminggu. Ketujuh, penyiapan dokter perusahaan atau konselor laktasi di tempat kerja.

Baca Juga:  Wako Minta IKA USU Riau Dukung Pembangunan Kota Dumai

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa fakta menarik saat perusahaan menerapkan promosi laktasi dengan tujuh dimensi tersebut. Di antara fakta itu adalah, pekerja perempuan dengan promosi laktasi di tempat kerja terbukti 8 kali lebih produktif mencapai target kerja, 6 kali lebih besar meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif, 51 persen memiliki kesehatan reproduksi yang lebih baik dan 91 persen pekerja menyusui jarang absen.

 

Manfaat Menyusui Bagi Ibu

 

Menurut Ray, tubuh pekerja perempuan yang berhasil memberikan ASI eksklusif lebih sehat, tidak mudah stres, penundaan haid lebih panjang, dan berat badan tidak naik drastis, sehingga potensi terdampak berbagai penyakit lebih kecil. Selain itu, loyalitas pekerja perempuan pun turut terjaga.

“Dengan status kesehatan lebih baik, produktivitas terjaga, seharusnya dilihat sebagai investasi perusahaan, bukan biaya,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi Ibu dan Anak (APPNIA) Rivanda Idiyanto juga mendukung model promosi laktasi di tempat kerja. Menurut dia, beberapa perusahaan yang menjadi anggota APPNIA telah menerapkan model promosi laktasi. Rivanda mengakui, pekerja perempuan di perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan promosi laktasi terbukti mampu mempertahankan produktivitasnya

“Anggota kami juga menyiapkan ruang laktasi yang memadai dan higienis dan beberapa perusahaan di antaranya memberikan cuti melahirkan yang lebih panjang sampai dengan 6 bulan sebagai bentuk komitmen yang tinggi untuk mendukung keberhasilan ASI Eksklusif,” kata dia.

Sumber: Jawapos.com

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari