JAKARTA(RIAUPOS.CO)-Fenomena “desa hantu” alias desa fiktif yang dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani terus menuai beragam tanggapan.
Badan Koordinasi Nasional Pembangunan, Pemerintahan, dan Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa/Bakornas P3KD, menganggap pernyataan Menkeu Sri Mulyani mengenai munculnya “desa hantu” sebagai trik untuk menikmati aliran dana desa, hanya bikin gaduh saja.
Karena itulah Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera memanggil Kementerian Keuangan untuk meminta penjelasan terkait penyaluran dana desa ke desa fiktif.
“(Pemanggilan) segera diagendakan,” ujar Anggota Komisi XI Heri Gunawan di Gedung DPR, Kamis (7/11).
Heri mengatakan, terjadinya kasus ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan penyaluran dana desa. Menurutnya tidak ada koordinasi antara kementerian terkait sehingga terjadi kecolongan yang dinilai memalukan.
“Faktanya kementerian-kementerian ternyata jalan sendiri-sendiri. Dana desa dikelola dengan secara asal-asalan dan tidak profesional,” kata Heri.
Menurutnya, perlu dilakukan audit terhadap penyaluran dana desa dari 2015 hingga 2019 yang bernilai Rp257 triliun. Karena masih ada kemungkinan penyalahgunaan dana di desa lain.
“Tidak menutup kemungkinan selain kasus desa siluman di Konawe Sulawesi Tenggara, masih ada dana desa yang disalahgunakan oleh pihak tertentu di tempat lainnya,” tandasnya.
Sumber: rmol.id
Editor: Deslina
JAKARTA(RIAUPOS.CO)-Fenomena “desa hantu” alias desa fiktif yang dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani terus menuai beragam tanggapan.
Badan Koordinasi Nasional Pembangunan, Pemerintahan, dan Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa/Bakornas P3KD, menganggap pernyataan Menkeu Sri Mulyani mengenai munculnya “desa hantu” sebagai trik untuk menikmati aliran dana desa, hanya bikin gaduh saja.
- Advertisement -
Karena itulah Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera memanggil Kementerian Keuangan untuk meminta penjelasan terkait penyaluran dana desa ke desa fiktif.
“(Pemanggilan) segera diagendakan,” ujar Anggota Komisi XI Heri Gunawan di Gedung DPR, Kamis (7/11).
- Advertisement -
Heri mengatakan, terjadinya kasus ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan penyaluran dana desa. Menurutnya tidak ada koordinasi antara kementerian terkait sehingga terjadi kecolongan yang dinilai memalukan.
“Faktanya kementerian-kementerian ternyata jalan sendiri-sendiri. Dana desa dikelola dengan secara asal-asalan dan tidak profesional,” kata Heri.
Menurutnya, perlu dilakukan audit terhadap penyaluran dana desa dari 2015 hingga 2019 yang bernilai Rp257 triliun. Karena masih ada kemungkinan penyalahgunaan dana di desa lain.
“Tidak menutup kemungkinan selain kasus desa siluman di Konawe Sulawesi Tenggara, masih ada dana desa yang disalahgunakan oleh pihak tertentu di tempat lainnya,” tandasnya.
Sumber: rmol.id
Editor: Deslina