Minggu, 13 April 2025

Blunder Pemerintah Picu Kepanikan Publik

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) merilis  penelitian terkait komunikasi politik pemerintah selama menghadapi pandemi virus corona (Covid-19). Hasilnya, pemerintah dinilai banyak melakukan blunder dan menjadi polemik di masyarakat.  

Direktur LP3ES Wijayanto menyampaikan sedikitnya ada 37 pernyataan pemerintah yang memicu kontroversi. Itu terhitung selama kurun waktu 1 Januari hingga 5 April.  "Banyak pernyataan yang memicu kepanikan bahkan ketidakpercayaan publik," kata Wijayanto kepada Jawa Pos (JPG), Selasa (7/4).

LP3ES membagi penelitian menjadi tiga fase. Fase pra krisis, misalnya tercatat ada 13 kekeliruan pemerintah yang disampaikan melalui media. Ada pun fase awal krisis tercatat 4 blunder dan fase krisis sebanyak 20 kekeliruan. Pada fase pra krisis, pemerintahan kabinet Jokowi-Ma’ruf terkesan tidak siap menghadapi wabah virus corona. Bahkan menolak kemungkinan Indonesia terjangkit Covid-19.

"Dari pernyataan para pejabat, jelas sekali pemerintah tidak serius dan meremehkan," ujar Wijayanto.

Baca Juga:  21 Peserta Ultramarathon Meninggal, 27 Pejabat Cina Dihukum 

Itu terekam melalui pernyataan Presiden Jokowi, Wapres KH Ma’ruf Amin dan sejumlah pembantunya. Seperti Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, Menko Polhukam Mahfud MD, Kepala BNPB Doni Monardo hingga Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.

Pada fase prakrisis, misalnya. Saat itu Cina dan sejumlah negara di Eropa mulai memberlakukan lockdown dan social distancing untuk mencegah penyebaran virus. Namun pemerintah Indonesia masih merespons santai. Bahkan pemerintah meminta perusahaan maskapai memberi insentif untuk wisatawan asing. Pemerintah pun sudah diingatkan oleh sejumlah lembaga internasional untuk memberi respons cepat. Termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meragukan klaim pemerintah bahwa kasus Covid-19 masih nihil. Universitas Harvard juga meminta Indonesia waspada karena bisa jadi  penyebaran virus tidak terdeteksi.  "Tapi lagi-lagi sampai akhir Februari pemerintah seperti tidak serius," jelas peraih doktor dari Universitas Leiden, Belanda, itu.

Baca Juga:  46 Petugas Medis RSUP Kariadi Terpapar Covid-19 dari Dokter Spesialis

Akibatnya, masyarakat gagal menyiapkan diri untuk menghadapi wabah virus. Padahal persebaran virus terus terjadi. Pada fase krisis muncul sejumlah pernyataan yang membuat polemik di masyarakat. Salah satunya pernyataan Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto seperti menyudutkan masyarakat miskin sebagai biang menyebarkan virus ke orang kaya.

"Mungkin dia tidak sengaja. Tetapi apa pun itu sangat mengganggu," paparnya.

Wijayanto mengungkapkan blunder yang terus terjadi membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah menjadi turun. Dia menyarankan supaya pemerintah lebih transparan dan konsisten dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. "Pemerintah harus lebih serius. Hanya dengan kepercayaan dan dukungan publik Indonesia bisa lepas dari bencana ini," tegasnya.(mar/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) merilis  penelitian terkait komunikasi politik pemerintah selama menghadapi pandemi virus corona (Covid-19). Hasilnya, pemerintah dinilai banyak melakukan blunder dan menjadi polemik di masyarakat.  

Direktur LP3ES Wijayanto menyampaikan sedikitnya ada 37 pernyataan pemerintah yang memicu kontroversi. Itu terhitung selama kurun waktu 1 Januari hingga 5 April.  "Banyak pernyataan yang memicu kepanikan bahkan ketidakpercayaan publik," kata Wijayanto kepada Jawa Pos (JPG), Selasa (7/4).

LP3ES membagi penelitian menjadi tiga fase. Fase pra krisis, misalnya tercatat ada 13 kekeliruan pemerintah yang disampaikan melalui media. Ada pun fase awal krisis tercatat 4 blunder dan fase krisis sebanyak 20 kekeliruan. Pada fase pra krisis, pemerintahan kabinet Jokowi-Ma’ruf terkesan tidak siap menghadapi wabah virus corona. Bahkan menolak kemungkinan Indonesia terjangkit Covid-19.

"Dari pernyataan para pejabat, jelas sekali pemerintah tidak serius dan meremehkan," ujar Wijayanto.

Baca Juga:  46 Petugas Medis RSUP Kariadi Terpapar Covid-19 dari Dokter Spesialis

Itu terekam melalui pernyataan Presiden Jokowi, Wapres KH Ma’ruf Amin dan sejumlah pembantunya. Seperti Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, Menko Polhukam Mahfud MD, Kepala BNPB Doni Monardo hingga Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.

Pada fase prakrisis, misalnya. Saat itu Cina dan sejumlah negara di Eropa mulai memberlakukan lockdown dan social distancing untuk mencegah penyebaran virus. Namun pemerintah Indonesia masih merespons santai. Bahkan pemerintah meminta perusahaan maskapai memberi insentif untuk wisatawan asing. Pemerintah pun sudah diingatkan oleh sejumlah lembaga internasional untuk memberi respons cepat. Termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meragukan klaim pemerintah bahwa kasus Covid-19 masih nihil. Universitas Harvard juga meminta Indonesia waspada karena bisa jadi  penyebaran virus tidak terdeteksi.  "Tapi lagi-lagi sampai akhir Februari pemerintah seperti tidak serius," jelas peraih doktor dari Universitas Leiden, Belanda, itu.

Baca Juga:  Ari Rayuw Aji

Akibatnya, masyarakat gagal menyiapkan diri untuk menghadapi wabah virus. Padahal persebaran virus terus terjadi. Pada fase krisis muncul sejumlah pernyataan yang membuat polemik di masyarakat. Salah satunya pernyataan Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto seperti menyudutkan masyarakat miskin sebagai biang menyebarkan virus ke orang kaya.

"Mungkin dia tidak sengaja. Tetapi apa pun itu sangat mengganggu," paparnya.

Wijayanto mengungkapkan blunder yang terus terjadi membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah menjadi turun. Dia menyarankan supaya pemerintah lebih transparan dan konsisten dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. "Pemerintah harus lebih serius. Hanya dengan kepercayaan dan dukungan publik Indonesia bisa lepas dari bencana ini," tegasnya.(mar/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Blunder Pemerintah Picu Kepanikan Publik

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) merilis  penelitian terkait komunikasi politik pemerintah selama menghadapi pandemi virus corona (Covid-19). Hasilnya, pemerintah dinilai banyak melakukan blunder dan menjadi polemik di masyarakat.  

Direktur LP3ES Wijayanto menyampaikan sedikitnya ada 37 pernyataan pemerintah yang memicu kontroversi. Itu terhitung selama kurun waktu 1 Januari hingga 5 April.  "Banyak pernyataan yang memicu kepanikan bahkan ketidakpercayaan publik," kata Wijayanto kepada Jawa Pos (JPG), Selasa (7/4).

LP3ES membagi penelitian menjadi tiga fase. Fase pra krisis, misalnya tercatat ada 13 kekeliruan pemerintah yang disampaikan melalui media. Ada pun fase awal krisis tercatat 4 blunder dan fase krisis sebanyak 20 kekeliruan. Pada fase pra krisis, pemerintahan kabinet Jokowi-Ma’ruf terkesan tidak siap menghadapi wabah virus corona. Bahkan menolak kemungkinan Indonesia terjangkit Covid-19.

"Dari pernyataan para pejabat, jelas sekali pemerintah tidak serius dan meremehkan," ujar Wijayanto.

Baca Juga:  AMSI Desak Polri Usut Tuntas Penyebab Kematian Demas Laira

Itu terekam melalui pernyataan Presiden Jokowi, Wapres KH Ma’ruf Amin dan sejumlah pembantunya. Seperti Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, Menko Polhukam Mahfud MD, Kepala BNPB Doni Monardo hingga Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.

Pada fase prakrisis, misalnya. Saat itu Cina dan sejumlah negara di Eropa mulai memberlakukan lockdown dan social distancing untuk mencegah penyebaran virus. Namun pemerintah Indonesia masih merespons santai. Bahkan pemerintah meminta perusahaan maskapai memberi insentif untuk wisatawan asing. Pemerintah pun sudah diingatkan oleh sejumlah lembaga internasional untuk memberi respons cepat. Termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meragukan klaim pemerintah bahwa kasus Covid-19 masih nihil. Universitas Harvard juga meminta Indonesia waspada karena bisa jadi  penyebaran virus tidak terdeteksi.  "Tapi lagi-lagi sampai akhir Februari pemerintah seperti tidak serius," jelas peraih doktor dari Universitas Leiden, Belanda, itu.

Baca Juga:  46 Petugas Medis RSUP Kariadi Terpapar Covid-19 dari Dokter Spesialis

Akibatnya, masyarakat gagal menyiapkan diri untuk menghadapi wabah virus. Padahal persebaran virus terus terjadi. Pada fase krisis muncul sejumlah pernyataan yang membuat polemik di masyarakat. Salah satunya pernyataan Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto seperti menyudutkan masyarakat miskin sebagai biang menyebarkan virus ke orang kaya.

"Mungkin dia tidak sengaja. Tetapi apa pun itu sangat mengganggu," paparnya.

Wijayanto mengungkapkan blunder yang terus terjadi membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah menjadi turun. Dia menyarankan supaya pemerintah lebih transparan dan konsisten dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. "Pemerintah harus lebih serius. Hanya dengan kepercayaan dan dukungan publik Indonesia bisa lepas dari bencana ini," tegasnya.(mar/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) merilis  penelitian terkait komunikasi politik pemerintah selama menghadapi pandemi virus corona (Covid-19). Hasilnya, pemerintah dinilai banyak melakukan blunder dan menjadi polemik di masyarakat.  

Direktur LP3ES Wijayanto menyampaikan sedikitnya ada 37 pernyataan pemerintah yang memicu kontroversi. Itu terhitung selama kurun waktu 1 Januari hingga 5 April.  "Banyak pernyataan yang memicu kepanikan bahkan ketidakpercayaan publik," kata Wijayanto kepada Jawa Pos (JPG), Selasa (7/4).

LP3ES membagi penelitian menjadi tiga fase. Fase pra krisis, misalnya tercatat ada 13 kekeliruan pemerintah yang disampaikan melalui media. Ada pun fase awal krisis tercatat 4 blunder dan fase krisis sebanyak 20 kekeliruan. Pada fase pra krisis, pemerintahan kabinet Jokowi-Ma’ruf terkesan tidak siap menghadapi wabah virus corona. Bahkan menolak kemungkinan Indonesia terjangkit Covid-19.

"Dari pernyataan para pejabat, jelas sekali pemerintah tidak serius dan meremehkan," ujar Wijayanto.

Baca Juga:  Tindak Koruptor Minyak Goreng, Kejaksaan Jangan Tebang Pilih

Itu terekam melalui pernyataan Presiden Jokowi, Wapres KH Ma’ruf Amin dan sejumlah pembantunya. Seperti Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, Menko Polhukam Mahfud MD, Kepala BNPB Doni Monardo hingga Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.

Pada fase prakrisis, misalnya. Saat itu Cina dan sejumlah negara di Eropa mulai memberlakukan lockdown dan social distancing untuk mencegah penyebaran virus. Namun pemerintah Indonesia masih merespons santai. Bahkan pemerintah meminta perusahaan maskapai memberi insentif untuk wisatawan asing. Pemerintah pun sudah diingatkan oleh sejumlah lembaga internasional untuk memberi respons cepat. Termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meragukan klaim pemerintah bahwa kasus Covid-19 masih nihil. Universitas Harvard juga meminta Indonesia waspada karena bisa jadi  penyebaran virus tidak terdeteksi.  "Tapi lagi-lagi sampai akhir Februari pemerintah seperti tidak serius," jelas peraih doktor dari Universitas Leiden, Belanda, itu.

Baca Juga:  46 Petugas Medis RSUP Kariadi Terpapar Covid-19 dari Dokter Spesialis

Akibatnya, masyarakat gagal menyiapkan diri untuk menghadapi wabah virus. Padahal persebaran virus terus terjadi. Pada fase krisis muncul sejumlah pernyataan yang membuat polemik di masyarakat. Salah satunya pernyataan Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto seperti menyudutkan masyarakat miskin sebagai biang menyebarkan virus ke orang kaya.

"Mungkin dia tidak sengaja. Tetapi apa pun itu sangat mengganggu," paparnya.

Wijayanto mengungkapkan blunder yang terus terjadi membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah menjadi turun. Dia menyarankan supaya pemerintah lebih transparan dan konsisten dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. "Pemerintah harus lebih serius. Hanya dengan kepercayaan dan dukungan publik Indonesia bisa lepas dari bencana ini," tegasnya.(mar/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari