JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Masuk kamar adik, lihat sekilas kamar super berantakan. Mainan di mana-mana. Selimut kasur tidak beraturan. Mau marah? Kontrol dulu, parents.
Ngomongin soal jangan marah ke anak itu terdengar mudah. Namun, percayalah, praktiknya tidak semudah memecahkan telur ayam di atas teflon. Sebetulnya, apa boleh orang tua marah?
Laurencia Ika Wahyuningrum selaku konselor anak dan remaja mengatakan, orang tua boleh kok marah. Dia menuturkan, rasa marah itu emosi yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. ”Rasa marah itu untuk melindungi manusia dari ancaman bahaya,” ungkapnya kemarin.
Selain itu, emosi amarah juga menegaskan dan memberitahukan batasan-batasan diri. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Berbicara tentang marah, tetap ada rules.
Parents harus memperhatikan cara marah, ya. Ada cara marah yang baik. Pertama, emosi amarahnya jangan sampai menyakiti secara verbal atau fisik. Kedua, tidak boleh merusak barang. Ketiga, tidak boleh menyakiti diri sendiri.
Dia menilai, tak jarang, orang tua lupa tujuan dari marah. Sebab, orang tua telanjur emosi. Akhirnya, sikap marahnya menyudutkan, kemudian mendikte anak.
Menurut Ika, sejak batita sebetulnya anak sudah tahu jika orang tuanya marah. Hal itu bisa dilihat dari ekspresi muka parents. Misalnya, wajahnya lebih tegang. Saat marah, parents juga perlu menggunakan eye statement. ”Eye statement itu cara berkomunikasi yang asertif. Kata-kata yang dipakai juga dipilih. Tidak asal marah,” tuturnya.
Dengan begitu, anak bisa belajar. Oh, marah itu begitu misalnya. Ketika tidak sanggup menahan marah, mama boleh bilang kok, ’’Mama lagi marah dan butuh waktu sendiri”.
Bercerita untuk Redakan Amarah
Begitu dada sesak karena ingin meluapkan amarah, Lilia Widjaja buru-buru tarik napas panjang. Tujuannya, menenangkan diri dulu. Di usia anak yang masuk ke toddler, Lilia mengaku sering bingung meluapkan amarahnya.
Nah, apa yang membuat Lilia marah? Dia mengungkapkan, anak yang tidak menepati janji dan mengulur waktu bisa memicu amarahnya. ”Biasanya karena sudah waktunya tidur, tapi anaknya masih tetap mau main. Atau ketika harus mandi, tapi tetap mau main,” tuturnya kemarin.
Ada beberapa tips marah, tapi tetap mendidik dari Lilia. Pertama, setelah menarik napas panjang, Lilia akan memberi tahu anak konsekuensinya apa kalau hal yang diminta dikerjakan, tapi tidak dikerjakan.
Yang kedua, kalau tingkah anak bikin Lilia lebih emosi, dirinya akan bilang, mommy berubah jadi monster. Lilia langsung menirukan suara monster.
Tips ketiga, dia tidak menanggapi atau tak memberikan respons kepada anak. Jadi, saat diajak ngomong, Lilia akan diam saja. ”Biasanya, anak langsung tahu aku marah dan anak akan tanya kenapa. Dari situ baru aku menjelaskan permasalahannya dan kasih tahu dia yang baiknya bagaimana,” jelasnya.
Tidak jarang, Lilia juga menyampaikan energi amarahnya melalui cerita. Dia becerita sambil menyelipkan moral of the story kepada buah hati. Keempat, diajari lewat cerita.
Terpisah, Anggie Frania memiliki cara lain untuk menunjukkan dirinya marah kepada dua buah hatinya. Dia akan berpura-pura sedih. ”Aku ngomong kayak kenapa sih kakak atau adik kok enggak bisa akur. Nggak tahu lagi gimana bunda ngomong sama kalian,” ujarnya.
Anggie marah ketika kedua malaikat kecilnya bertengkar atau berebut sesuatu. Selisih usia anak Anggie yang pertama dan kedua 3 tahun. Dia jarang mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi. Dia menyadari berbicara menggunakan suara tinggi bukan solusi. ”Justru membuat mereka tahu oh begini menyelesaikan masalah dengan berteriak?” tambah perempuan kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, itu.
TAHAPAN MELEDAKNYA EMOSI
Hi, parents! Ketahui tahapan marah dulu, yuk.
IRITATION: Kita mulai tidak nyaman ketika melihat sesuatu yang tidak kita sukai.
FLASH POINT: Mulai ada sensasi tubuh. Misalnya, deg-degan atau rahang menegang.
ANGER: Mulai merespons keluar dengan verbal maupun nonverbal (berkata kasar dll).
RAGE, MELEDAK: Pada tahap ini, kita tidak bisa mengendalikan diri.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman