KONDISI hutan di Riau sudah sejak lama tergerus oleh pembangunan yang kurang memperhatikan aspek sosial dan ekologi. Hal ini membuat persoalan sosial masyarakat terus muncul bersamaan semakin hancurnya ekosistem karena rusaknya lingkungan.
Penebangan hutan yang terus dilakukan untuk industri, perkebunan dan lainnya dengan mengabaikan masyarakat adat, masyarakat asli yang menghuni hutan sejak turun-temurun, dan dengan dominasi kuasa dan struktural, membuat kelangsungan masyarakat tempatan, salah satunya masyarakat Sakai di Bengkalis, Riau, harus tesingkir dari tanah leluhurnya.
Kondisi masyarakat tersebut menjadi perenungan bagi SPN Iwan Irawan Permadi, koreografer kawakan Riau. Beberapa karyanya sudah banyak lahir dari banyak hal tentang kerusakan ekologi dan sistem sosial masyarakat ini.
Dalam karya terbarunya, Iwan akan menampilkan Pagelaran Karya Tari Inovatif "Nyanyian Hutan", yang akan dipentaskan di Anjung Seni Idrus Tintin (ASIT), 7 November 2020 malam.
"Karya ini lahir dari keresahan saya terhadap kondisi hutan di Riau hingga saat ini. Pembangunan terus terjadi, industri terus berkembang, hutan terus tergerus menjadi kebun dengan sistem kapitalis, namun masyarakat tempatan, salah satunya masyarakat Sakai, terhimpit dan bahkan harus tersingkir dari tanah leluhurnya," jelas Iwan dalam perbincangan dengan Riaupos.co.
Perjuangan Masyarakat Adat Sakai yang tak pernah lelah untuk mempertahankan tanah leluhurnya itu menginsiprasi Iwan dengan gerakan-gerakan tari lewat geliat tubuhnya yang mengisyarakat bagaimana mereka mempertaruhkan kebebasan yang mereka inginkan.
Gerakan-gerakan tubuh tersebut, kata Iwan, merupakan metafora bagaimana mereka melakukan yang semestinya dalam perjuangan itu, meski harus "bertikai" dengan perlawanan mereka sendiri dengan keraguan, mencari aman, atau menyerah dengan gelombang industrialisasi yang menggerus mereka tersebut.
"Makna metafor tentang idealisme mereka lewat gerak tubuh, akan terlihat dalam pagelaran ini," jelas lelaki kelahiran Bandung, 16 Juli 1960 ini.
Mereka (orang Sakai dan masyarakat adat terpencil lainnya), kata Iwan, sudah kehilangan hutan dan pohon-pohonnya, laman bermain, dan banyak yang akhirnya meninggalkan tanah leluhur karena tak mampu melawan lagi.
"Mereka hanya menjadi penonton pembangunan yang dilakukan di tanah mereka sendiri," jelasnya lagi.
Dalam "Nyanyian Hutan" ini, kata Iwan, dia menciptakan gerakan dan musik dari motif gerak tari "Olang-Olang", yakni tari tradisional Sakai dan gerakan silat mereka. Sementara suara dan musik terinspirasi dari nyanyi panjang dan mantra Orang Sakai.
Koreografer Bepengalaman
Dalam dunia seni, terutama koregrafi, nama Iwan sangat diperhitungkan. Tidak hanya di Riau, tetapi juga Indonesia, dan dunia, terutama di kawasan Asia Tenggara. Ratusan karya sudah diciptakannya dalam gerak dan pementasan di bergai daerah dan negara.
Iwan belajar kesenian di Padepokan Seni Bagong Kussiardjo, Yogyakarta. Tahun dia 1983 hijrah ke Pekanbaru dan setahun kemudian mendirikan komunitas tari dan musik, Pusat Latihan Tari Laksemana.
"Saya banyak belajar kesenian Melayu, khususnya tari Melayu dengan H OK Nizami Jamil, belajar pengetahuan tari zapin dari M Yazid, Amrin Sabrin, dan Tom Ibnur, dan belajar kebudayaan dan sastra Melayu dari para budayawan Riau," jelas Iwan menceritakan sedikit perjalanan berkeseniannya.
Sebagai penari dan koreografer, Iwan aktif mengikuti berbagai forum dan festival kesenian baik di dalam maupun di luar negeri. Bersama Yayasan Pelatihan Tari Laksemana, dia membuat beberapa forum silaturahmi budaya seperti Pasar Tari Kontenmporer (Pastakom), Laksemana Award, Riau Dance Forum, Riau Zapin Festival, dll. Dia sudah membuat ratusan karya tari, seperti "Perisai", "Zikir", dll. Dia juga mendapat berbagai penghargaan dan anugerah atas karya dan ketunakannya dari berbagai lembaga, baik Riau maupun nasional.
Untuk pagelaran kali ini, Iwan dan Pusat Latihan Tari Laksemana mengucapkan terima kasih karena didukung penuh oleh program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2020 dan Asosiasi Seniman Riau (Aseri), serta berbagai kalangan lainnya.
"Semoga bantuan pemerintah ini terus ada di masa mendatang untuk menggairahkan dunia kesenian di Indonesia," jelas Iwan lagi sambil menjelaskan bahwa penonton yang datang harus mengikuti protocol corona dengan ketat.
Iwan akan menjadi koreografer dalam pagelaran ini yang didukung oleh komposer Anggra Satria, penata artistik Willy Fwi, dan para penari yakni M Darus, Mrftakhul Hauna, Dayat, Budi, Faisal, Sobri, Dio, Sukri, Izard, dan Davi.
Selain mereka, beberapa seniman yang terlibat adalah Anggita Irwandini (penata rias), Dityarani dan Faisal (penata busana), Amesa (penata cahaya), Megat dan Agus (penata suara), Furqon LW (desain grafis), M Rezza Akmal (fotografi), M Andika dan Fabian (koordinator latihan), Fedli Azis (publikasi), dan Dra Duni Sriwani MSn sebagai pimpinan produksi.
Penulis/Editor: Hary B Koriun