JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Desakan untuk tidak menerbitkan surpres terkait revisi UU KPK mendapat tanggapan dari istana. Tenaga ahli utama bidang hukum dan HAM Kantor Staf Kepresidenan Ifdhal Kasim mengatakan, hingga kemarin belum ada proses pembuatan surpres. Untuk menerbitkan surpres, terang dia, presiden harus memberikan persetujuan revisi UU KPK. Padahal, lanjut dia, istana belum mendapat draf revisi UU KPK yang diajukan DPR.
“Belum bisa direspons karena pemerintah belum mendapat bahannya,” ujar mantan ketua Komnas HAM itu di kompleks istana kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Jika sudah menerima draf revisi UU KPK, apakah istana akan menolak? Ifdhal enggan memberikan kepastian. Sebab, daftar inventarisasi masalah (DIM) juga belum dibahas. Yang pasti, sikap presiden saat ini masih menunggu inisiatif dari DPR. Dia juga meminta masyarakat tidak terlalu khawatir. Sebab, pemerintah belum memberikan persetujuan.
“Harusnya kekhawatiran itu tidak diperlukan. Karena pemerintah sendiri belum merespons, belum memberikan pandangan umum,” imbuhnya. Meski ada kesan terburu-buru, Ifdhal memprediksi, proses pembahasannya akan panjang.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo belum mau berkomentar banyak terkait usulan revisi UU KPK. Sebab, dia belum membaca drafnya. “Yang direvisi apa? Materinya apa? Saya harus tahu dulu, baru bisa berbicara,” ujar dia di sela-sela kunjungan kerja di Boyolali kemarin.
Yang pasti, kata Jokowi, kalaupun ada revisi terhadap UU KPK, semangatnya harus memperkuat. “Saya kira kita harapkan DPR mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK,” kata mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan, pihaknya belum mengirimkan draf RUU KPK kepada presiden. “Surat ke presiden sedang kami koreksi,” ucap dia kepada Jawa Pos. Namun, dia menegaskan bahwa surat itu akan dikirim secepatnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal