JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Polemik setelah pemerintah mengumumkan pembatalan haji 2021 terus bergulir. Ini diduga karena minimnya sosialisasi penyiapan haji yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag). Sehingga di lapangan publik tiba-tiba disuguhi berita pembatalan haji.
Keterangan ini disampaikan oleh pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi. Dia sendiri mengaku kaget ketika mendengar keputusan Kemenag membatalkan penyelenggaraan haji. Dia berharap ke depan pemerintah tetap sosialisasi kenapa haji ini dibatalkan. Sehingga masyarakat tidak bingung atau malah termakan isu hoaks.
"Saya yakin pemerintah atau Kemenag sudah melakukan ikhtiar luar biasa," katanya, kemarin (6/6). Namun Dadi mengatakan ikhtiar Kemenag dalam mempersiapkan haji 2021 dalam nuansa pandemi Covid-19 kurang terdengar. Padahal informasi tersebut sangat penting diketahui masyarakat, khususnya para jamaah calon haji (JCH).
Dadi mengatakan para JCH tersebar di penjuru lokasi. Tidak hanya di perkotaan saja. Tetapi juga sampai di pelosok atau pedesaan. Nah, informasi tentang upaya mempersiapkan haji di tengah pandemi idealnya harus sampai ke masyarakat. Sehingga masyarakat bisa memahami kebijakan Kemenag yang akhirnya memutuskan membatalkan haji.
Sementara itu Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Khoirizi H Dasir menegaskan persiapan penyelenggaraan haji 2021 sudah dilakukan sejak akhir 2020 lalu. Bahkan dengan pengawalan yang baik, persiapan sudah sangat matang. Dia mencontohkan persiapan asrama haji Pondok Gede Jakarta sudah sangat bagus dan matang untuk menerima JCH. "Begitupun juga dengan asrama haji di daerah lainnya," katanya. Bahkan Khoirizi mengatakan asrama yang tidak melakukan persiapan menerima jamaah haji dengan protokol kesehatan bisa dijatuhi sanksi dari Kemenag.
Secara detail persiapan penyelenggaraan haji 2021 sudah dijalankan Kemenag sejak 18 November 2020 lalu. Diawali dengan rapat antara Kemenag bersama Komisi VIII DPR membahas pelaksanaan haji di tengah pandemi Covid-19. Kemudian pada 30 Desember 2020 Kemenag menerbitkan regulasi pembentukan Tim Manajemen Krisis penyelenggaraan haji 2021.
Lalu sepanjang Januari sampai Juni 2021 tim manajemen krisis itu bekerja menyusun sejumlah skenario penyelenggaraan ibadah haji di tengah pandemi. Sedangkan upaya diplomasi haji 2021 dengan pihak Saudi digelar sejak 18 Januari 2021. Saat itu Menag Yaqut Cholil Qoumas melaksanakan rapat virtual bersama Menteri Haji Arab Saudi (saat itu) Saleh Banten.
Sementara itu reaksi atas pembatalan haji 2021 masih terus bermunculnya. Keputusan pemerintah membatalkan haji 2021 ini pun menuai beragam reaksi dari legislatif. Ada yang setuju dengan Kementerian Agama, ada pula yang menyayangkan. Fraksi PKS DPR secara tegas memprotes pembatalan haji 2021 tersebut dan menilai pemerintah terlalu terburu-buru.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi PKS Bukhori Yusuf menyatakan bahwa Kemenag masih memiliki sekitar 45 hari untuk persiapan keberangkatan jamaah haji, yang diperkirakan maksimal pada 13 Juli 2021. Dengan demikian, dia menilai bahwa alasan pemerintah membatalkan karena waktu persiapan terlalu singkat itu kurang tepat.
Selain itu, dia mempertanyakan nasib para jamaah haji yang juga harus menunda keberangkatan lagi setelah keberangkatan haji 2020 lalu ditiadakan. Padahal, pemerintah Arab Saudi sempat menyatakan akan mengalokasikan 45 ribu kuota jamaah haji dari luar negeri. Bukhori memperkirakan jika Indonesia bisa mendapatkan kuota paling tidak lima persen.
"Indonesia belum bisa menetapkan karena Arab Saudi belum menetapkan. Tapi, Arab Saudi sudah menetapkan kuota besarnya (60 ribu)," jelasnya kemarin.
Jika perkiraan lima persen tadi dikonversikan, kurang lebih sama dengan 3 ribu jamaah yang berpeluang untuk berangkat. Dengan jumlah jamaah yang sedikit itu, Bukhori menilai pemerintah punya sangat cukup waktu untuk persiapan. Dibandingkan persiapan biasa, penyelenggaraan haji kali ini kemungkinan bisa dipersiapkan hanya dalam hitungan dua minggu. Alih-alih membatalkan, Bukhori menilai seharusnya pemerintah mengupayakan kuota sambil melakukan persiapan.
Berharap Tahun Depan Bisa Tambahkan Kuota
Pengamat Pariwisata Riau yang juga Wakil Ketua Bidang Kelembagaan dan Pemerintah DPP Association of Indonesia Tour and Travel Agency (Asita) Dede Firmansyah juga menyayangkan keputusan pemerintah yang membatalkan pelaksanaan haji. Padahal Arab Saudi belum memberikan keputusan terkait berapa kuota haji Indonesia tahun ini.
"Ini sangat disayangkan. Padahal bisa negosiasi. Tahun depan pemerintah harus negosiasi tambah kuota, biasanya 10 persen dari penduduk, negosiasi 20 persen. Mudah-mudahan Covid-19 tahun depan mereda," katanya, Ahad (6/6).
Menurut Dede, adalah wajar jika Indonesia meminta tambahan kuota, terlebih Indonesia menyumbangkan devisa yang cukup besar bagi Arab Saudi terkait haji dan umrah. Ia mengatakan pada 2017 Indonesia mengirimkam jamaah umrah 750 ribu, dan 30 ribu di antaranya dari Riau. "Antusias umrah Indonesia sangat tinggi, karena waiting list haji itu belasan hingga puluhan tahun. Kita banyak memberikan devisa ke Arab Saudi, banyak juga orang Indonesia tinggal di sana yang memudahkan Arab Saudi setiap musim haji," ungkapnya.
Dikatakan Dede, pembatalan haji tahun ini sangat berimbas pada antrean haji. Ia menuturkan, waiting list saat ini sudah lebih dari lima juta. Jika tidak bisa diberangkatkan dengan kuota penuh setidaknya tetap ada yang berangkat.(wan/mia/jpg/anf)