Jakarta (Riaupos.co) – Komitmen target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 menjadi perhatian utama PT PLN (Persero). Executive Vice President of Engineering and Technology PLN Zainal Arifin menuturkan, pihaknya memproyeksikan pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dengan daya sebesar 10,6 gigawatt (gw).
Penambahan pembangkit EBT juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap PLTU. Zainal memerinci, dari 10,6 gw, 1,4 gw di antaranya merupakan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan 3,1 gw berupa pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Kemudian, porsi pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) 1,1 gw; pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 3,9 gw; pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) 0,5 gw; dan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBio) 0,6 gw.
"PLN telah memetakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung program percepatan Carbon Neutral 2060. Salah satunya adalah peta jalan (roadmap) pengembangan pembangkit EBT sesuai dengan RUPTL 2021–2030," ujar Zainal.
Menurut dia, program transisi energi yang saat ini dijalankan PLN menghadapi tantangan tersendiri, termasuk bidang engineering. Karena itu, pihaknya mendorong anak usaha, PT PLN Enjiniring, untuk menggalakkan inovasi. Hal tersebut mengingat pembangkit EBT di masa mendatang bakal menjadi base load sistem kelistrikan nasional.
"Transisi menciptakan model baru. Mulai sistem yang tersentralisasi ke yang desentralisasi, investment driven menjadi lebih budget friendly, operasional secara terpusat menjadi lebih fleksibel, TI dari sekadar support menjadi artificial intelligence dan machine learning. Serta, yang tidak kalah penting, dari mayoritas menggunakan bahan bakar fosil menjadi sumber terbarukan yang ramah lingkungan," paparnya.
Di samping itu, engineering dituntut untuk mampu mengembangkan grid PLN yang sudah beroperasi agar lebih smart dan fleksibel. "Langkah ini penting agar beragam pembangkit variable renewable energy (VRE) ketika sudah beroperasi nantinya dapat disalurkan kepada pelanggan dengan kualitas yang dapat diandalkan," ucapnya.
VRE adalah sumber energi terbarukan yang tidak dapat terkoneksi dan tersinkronisasi langsung (undispatchable) dengan jaringan listrik. Itu disebabkan sifatnya yang berfluktuasi seperti tenaga angin dan tenaga surya. Berbeda dengan sumber energi terbarukan yang dapat dikontrol dan relatif konstan (dispatchable) seperti tenaga air atau geotermal.
Direktur Utama PLN Enjiniring Didik Sudarmadi pun menangkap optimisme dunia dalam menyongsong transisi energi global yang mengarah pada energi baru terbarukan dan karbon netral. "Hanya saja, situasi pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai, ditambah krisis energi beberapa negara di dunia masih berdampak terhadap program transisi energi," jelasnya.(dee/c13/dio/das)
Laporan JPG, Jakarta