JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) angkat suara terkait upaya glorifikasi Saipul Jamil usai keluar dari Lapas Kelas I Cipinang Jakarta Timur, Kamis (2/9). KPI dengan tegas meminta stasiun TV menghentikan glorifikasi Saipul Jamil.
Permintaan tersebut sebagai respons KPI atas sentimen negatif publik terkait keterlibatan yang bersangkutan di beberapa program TV usai bebas dan tuntas menjalani masa hukuman terkait kasus asusila dan suap.
Diketahui, desakan boikot Saipul Jamil sempat menggema di dunia maya khususnya di platform media sosial Twitter sejak beberapa hari belakangan. Bahkan ada petisi online di Change.org meminta lelaki yang akrab disapa Bang Ipul diboikot dari acara TV dan sudah ditantatangani lebih dari 220 ribu.
“Kami berharap seluruh lembaga penyiaran memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus yang telah menimpa yang bersangkutan. Sekaligus tidak membuka kembali trauma yang dialami korban,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dalam keterangannya di laman website KPI Pusat, Senin (6/9).
Lembaga negara yang bertugas melakukan pemantauan terhadap semua program TV dan radio itu meminta semua lembaga penyiaran lebih berhati-hati dalam menayangkan hal-hal yang melawan hukum atau bertentangan dengan norma dan etika. Seperti dengan tidak menayangkan hal-hal yang berkaitan dengan penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba dan tindakan melanggar hukum lainnya dilakukan artis atau publik figur.
“Kami berharap lembaga penyiaran lebih mengedepankan atau mengorientasikan unsur edukasi dari informasi yang disampaikan agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani yang bersangkutan tidak dipersepsikan masyarakat sebagai risiko biasa,” kata Mulyo.
Lebih lanjut dia mengatakan, hak individu memang tidak boleh dibatasi. Akan tetapi hak publik dan kenyaman publik juga harus diperhatikan mengingat frekuensi adalah milik publik yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat luas.
“Mengedepankan hak individu tapi melukai hak masyarakat tentu tidak patut dilakukan,” tegas Mulyo Hadi Purnomo.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) angkat suara terkait upaya glorifikasi Saipul Jamil usai keluar dari Lapas Kelas I Cipinang Jakarta Timur, Kamis (2/9). KPI dengan tegas meminta stasiun TV menghentikan glorifikasi Saipul Jamil.
Permintaan tersebut sebagai respons KPI atas sentimen negatif publik terkait keterlibatan yang bersangkutan di beberapa program TV usai bebas dan tuntas menjalani masa hukuman terkait kasus asusila dan suap.
- Advertisement -
Diketahui, desakan boikot Saipul Jamil sempat menggema di dunia maya khususnya di platform media sosial Twitter sejak beberapa hari belakangan. Bahkan ada petisi online di Change.org meminta lelaki yang akrab disapa Bang Ipul diboikot dari acara TV dan sudah ditantatangani lebih dari 220 ribu.
“Kami berharap seluruh lembaga penyiaran memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus yang telah menimpa yang bersangkutan. Sekaligus tidak membuka kembali trauma yang dialami korban,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dalam keterangannya di laman website KPI Pusat, Senin (6/9).
- Advertisement -
Lembaga negara yang bertugas melakukan pemantauan terhadap semua program TV dan radio itu meminta semua lembaga penyiaran lebih berhati-hati dalam menayangkan hal-hal yang melawan hukum atau bertentangan dengan norma dan etika. Seperti dengan tidak menayangkan hal-hal yang berkaitan dengan penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba dan tindakan melanggar hukum lainnya dilakukan artis atau publik figur.
“Kami berharap lembaga penyiaran lebih mengedepankan atau mengorientasikan unsur edukasi dari informasi yang disampaikan agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani yang bersangkutan tidak dipersepsikan masyarakat sebagai risiko biasa,” kata Mulyo.
Lebih lanjut dia mengatakan, hak individu memang tidak boleh dibatasi. Akan tetapi hak publik dan kenyaman publik juga harus diperhatikan mengingat frekuensi adalah milik publik yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat luas.
“Mengedepankan hak individu tapi melukai hak masyarakat tentu tidak patut dilakukan,” tegas Mulyo Hadi Purnomo.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman