Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Kembangkan Model Komputasi dan Simulasi Tangani Bencana pada Sistem Infrastruktur

"Namanya Fredy Tantri, anak kampung Sungai Pakning, Bengkalis, Riau. Lulusan fisika ITB yang saya rekrut ke NTU. Hari ini sukses sidang disertasi berjudul Modeling for Large-scale Disaster Response Simulations: A Sociotechnical Resilience Approach. Sekarang dia bergelar PhD. Di usia 27 tahun!" cuit akun Joel Picard, 27 Agustus 2020 di media sosial twitter.

Laporan: EKA G PUTRA (Pekanbaru)

CUITAN akun tersebut berikut menampilkan foto seorang anak muda berpakaian rapi, juga berkacamata dengan latar belakang sebuah perkampungan di pinggir pantai. Sepertinya bukan di Indonesia. Bisa di negara Asia lain, atau benua lain pula.

Yang membuat Riau Pos tertarik tentu bukan fotonya. Namun bagian dari cuitan di akun twitter yang ternyata adalah seorang profesor di Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Namanya Profesor Sulfikar yang menyebut dengan jelas sebuah kampung di pesisir Riau. Sungai Pakning, Bengkalis.

Diceritakannya pula, budak Sungai Pakning tersebut sempat terisak setelah dinyatakan secara resmi lulus PhD oleh komite yang terdiri dari profesor fisika, ekonomi, dan teknik sipil. Fredy Tantri dalam disertasinya harus merespons komentar komite setelah 40 halaman atau 100 lebih pertanyaan.

Pantauan Riau Pos di akun twitter Prof Sulfikar pula, dia bersama mahasiswanya tersebut melakukan penelitian terkait penanganan bencana corona virus disease 2019 (Covid-19) di Jakarta. Konsepnya pun dikabarkan diadopsi pemerintah daerah DKI Jakarta di beberapa lokasi dalam penerapan mikro lockdown.

Di tahun 2000-an, anak ketiga pasangan Sumantri Tantoso dan Rosmi itu mengenyam pendidikan dasar hingga menengah atas di Sungai Pakning. Ia lahir di Pakning 21 Agustus 1993. Dia memiliki dua abang dan seorang adik perempuan kesayangan. Tak ada yang luar biasa di masa kecilnya.

"Saya lahir hingga SMA di Sungai Pakning," kata tamatan SMAN 1 Bukitbatu tersebut.

Fredy menamatkan di SMA negeri. SD dan SMP-nya di sekolah swasta, tepatnya YKPP Pertamina. Kemudian pada 2011 ia mulai kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Saya ambil jurusan fisika," katanya mengisahkan dengan Riau Pos akhir Agustus lalu.

Menurutnya, kerinduan dengan kampung halaman tentu ada. Sebab sudah sembilan tahun ditinggalkan karena mengenyam pendidikan di Singapura. Riau Pos beruntung dapat berkomunikasi dengan budak Sungai Pakning tersebut saat sedang senggang sembari mencari pekerjaan setelah menyandang gelar Doctor of Philosophy (PhD). Fredy mengisahkan, sebelum mulai kuliah di Singapura. "Sebenarnya nggak terencana sih. Waktu itu kebetulan dosen saya di ITB dihubungi sama dosen wali saya yang sekarang di Singapura, Prof Sulfikar. Dia lagi nyari mahasiswa S3 jurusan sains," ungkapnya.

Baca Juga:  Tidak Akan Intervensi Komnas HAM

Dirinya memang tidak merencanakan langsung kuliah strata tiga (S3) selepas S1.

"Jadi dosen saya di ITB ngumpulin beberapa anak yang sudah mau lulus buat dikasih tes masuk NTU. Waktu itu ada beberapa mahasiswa yang lulus tesnya, termasuk saya. Tapi karena saya wisudanya tepat waktu, jadilah saya yang diambil. Agak kebetulan juga bisa masuk NTU," akunya.

Masuk MIPA ITB pada 2011 dan lulus Oktober 2015, Fredy pun kembali merantau. Dari Sungai Pakning ke Bandung lalu ke Singapura. Januari 2016, ia pun mulai kuliah di Singapura dengan jurusan Interdisciplinary Graduate Programme di Nanyang Technological University untuk strata tiga. Disinggung kondisi terkini Singapura, menurutnya hingga pengujung Agustus lalu masih aman-aman saja.

"Protokol kesehatannya masih diterapkan. Aturannya memang ketat kalau di sini. (Kalau Indonesia, red) memang sedikit rumit menerapkannya. Kalau ini (Singapura, red) kan negara kecil makanya gampang dia bikin aturan," selorohnya.

Pria yang rutin pulang kampung sepekan atau paling lama dua pekan dalam setahun ini ketika disinggung perihal sekolah Strata Dua (S2). Memang dirinya tidak melewati proses pendidikan master dimaksud.

"Nah iya, saya nggak S2 dulu. Soalnya program S3 NTU memang ngebolehin gitu. Tiap universitas punya kebijakan masing-masing. Kalau di Singapura saya lihat rata-rata memang ngebolehin tanpa gelar S2 buat ngambil program S3-nya. Juga beberapa negara lain di Eropa dan Amerika," bebernya.

Fredy dalam perbincangan dengan Riau Pos ternyata bukan semata seorang kutu buku. Sebab ia memiliki beragam hobi, termasuk main game.

"Belakangan lagi senang banget belajar tentang kopi. Sisanya mungkin sering nonton film, main dota, jogging, tenis meja, baca komik, browsing internet," katanya.

Tinggal di negeri orang, Fredy juga mengaku sangat rindu dengan makanan di kampung. Meski pun ia dapat menemukan di Singapura, namun masakan orangtua dan makanan di Sungai Pakning juga sempat terlontar dalam perbincangan elektronik dengan Riau Pos.

Fredy menyebut keinginannya makan nasi goreng, sate, soto, hingga lontong sayur, bahkan pecel lele. "Nasi padang juga. Di sini ada sih semua, tapi rasanya ya ampun, beda jauh," sebutnya disambung tawa.

Disinggung rencananya ke depan, Fredy mengaku belum ada yang mustahak. Namun menurutnya, karena baru lulus, jadi ia ingin mencari kerja di Singapura terlebih dahulu.

"Soalnya istri sekarang lagi S3 juga di sini. Ga bisa LDR kita Bang," sebut suami dari perempuan asal Jakarta tersebut yang kini hidup di negeri orang.

Baca Juga:  Pemko Pariaman Ajak Masyarakat Riau Berwisata

Secara ringkas, Fredy pun menceritakan tentang risetnya meraih gelar doktor luar negeri atau PhD. Secara garis besar, menurutnya, penelitian yang dilakukan adalah tentang pengembangan model komputasi dan simulasi penanganan bencana atau gangguan pada sistem infrastruktur.

"Jadi nanti modelnya bisa membantu pembuat kebijakan untuk menyusun strategi yang paling optimal dalam menangani bencana skala besar," ungkapnya.

Kemudian ditambahkannya, model tersebut diterapkan untuk simulasi bencana skala besar di Jakarta untuk meninjau potensi peningkatan penanganan pasien dan penggunaan sumber daya kesehatan yang efisien melalui berbagai macam strategi. Disinggung apakah dapat diterapkan untuk bencana kebakaran hutan dan lahan di Riau, dijelaskannya belum mungkin. Sebab karakteristik sistemnya beda antara infrastruktur dan hutan Riau.

"Tapi menurut saya modelnya tetap bisa dipakai untuk kasus penanganan hutan Riau. Meskipun begitu, menurut saya akar masalah karhutla lebih ke penegakan aturan yang kurang tegas, bukan ke respons pemadamannya," akunya.

Dalam simulasi mode penelitiannya, dijelaskan Fredy, lebih ke bencana 'akut', seperti gempa bumi yang butuh respons cepat. "Corona menurut saya lebih ke bencana kronis, yang penambahan korbannya tidak mendadak seperti gempa bumi. Dalam penanganannya agar lebih responsif barangkali bisa," sambungnya,

Fredy pula menegaskan, riset yang dilakukannya fokus pemodelan ke sistem infrastruktur kompleks. Ia pun mencontohkan seperti sistem MRT, rumah sakit, sistem listrik, telekomunikasi, water supply, dan lain-lain yang serupa. Hal inilah yang membuatnya mendapatkan gelar PhD dari NTU Singapura. Dimintai pesan buat anak-anak Riau, menurut Fredy, akan lebih baik menekuni hal-hal positif yang disukai.

"Jangan pernah berhenti dan berkecil hati. Hobi, rasa ingin tahu, dan motivasi itu mahal harganya. Harus dirawat dan ditumbuhkan terus. Kata orang kunci kesuksesan itu disiplin dan kerja keras. Tetapi menurut saya, itu tidak bisa dimunculkan dalam diri kalau tidak ada motivasi yang melatarbelakangi disiplin itu adalah kerja keras itu sendiri," tegasnya.

Kemudian Fredy juga menitip pesan buat orangtua di Bumi Lancang Kuning, di mana peran orangtua dan keluarga sangatlah penting dalam menentukan masa depan anak. Sederhananya, sambung Fredy, intinya selalu support anak dalam hal positif apa pun.

"Jangan memaksakan kehendak. Biarkanlah anak menentukan jalan hidupnya masing-masing. Jadi dibimbing, bukan dipaksakan intinya. Dan, jangan lupa untuk memperhatikan gizi anak. Ikan dan telur adalah makanan mukjizat untuk otak. Otak butuh bahan bakar untuk bertumbuh, seperti otot juga, jadi tanpa bahan bakar, stamina mental cepat lelah dan susah mengingat apa yang sudah dipelajari," tuturnya.***

"Namanya Fredy Tantri, anak kampung Sungai Pakning, Bengkalis, Riau. Lulusan fisika ITB yang saya rekrut ke NTU. Hari ini sukses sidang disertasi berjudul Modeling for Large-scale Disaster Response Simulations: A Sociotechnical Resilience Approach. Sekarang dia bergelar PhD. Di usia 27 tahun!" cuit akun Joel Picard, 27 Agustus 2020 di media sosial twitter.

Laporan: EKA G PUTRA (Pekanbaru)

- Advertisement -

CUITAN akun tersebut berikut menampilkan foto seorang anak muda berpakaian rapi, juga berkacamata dengan latar belakang sebuah perkampungan di pinggir pantai. Sepertinya bukan di Indonesia. Bisa di negara Asia lain, atau benua lain pula.

Yang membuat Riau Pos tertarik tentu bukan fotonya. Namun bagian dari cuitan di akun twitter yang ternyata adalah seorang profesor di Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Namanya Profesor Sulfikar yang menyebut dengan jelas sebuah kampung di pesisir Riau. Sungai Pakning, Bengkalis.

- Advertisement -

Diceritakannya pula, budak Sungai Pakning tersebut sempat terisak setelah dinyatakan secara resmi lulus PhD oleh komite yang terdiri dari profesor fisika, ekonomi, dan teknik sipil. Fredy Tantri dalam disertasinya harus merespons komentar komite setelah 40 halaman atau 100 lebih pertanyaan.

Pantauan Riau Pos di akun twitter Prof Sulfikar pula, dia bersama mahasiswanya tersebut melakukan penelitian terkait penanganan bencana corona virus disease 2019 (Covid-19) di Jakarta. Konsepnya pun dikabarkan diadopsi pemerintah daerah DKI Jakarta di beberapa lokasi dalam penerapan mikro lockdown.

Di tahun 2000-an, anak ketiga pasangan Sumantri Tantoso dan Rosmi itu mengenyam pendidikan dasar hingga menengah atas di Sungai Pakning. Ia lahir di Pakning 21 Agustus 1993. Dia memiliki dua abang dan seorang adik perempuan kesayangan. Tak ada yang luar biasa di masa kecilnya.

"Saya lahir hingga SMA di Sungai Pakning," kata tamatan SMAN 1 Bukitbatu tersebut.

Fredy menamatkan di SMA negeri. SD dan SMP-nya di sekolah swasta, tepatnya YKPP Pertamina. Kemudian pada 2011 ia mulai kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Saya ambil jurusan fisika," katanya mengisahkan dengan Riau Pos akhir Agustus lalu.

Menurutnya, kerinduan dengan kampung halaman tentu ada. Sebab sudah sembilan tahun ditinggalkan karena mengenyam pendidikan di Singapura. Riau Pos beruntung dapat berkomunikasi dengan budak Sungai Pakning tersebut saat sedang senggang sembari mencari pekerjaan setelah menyandang gelar Doctor of Philosophy (PhD). Fredy mengisahkan, sebelum mulai kuliah di Singapura. "Sebenarnya nggak terencana sih. Waktu itu kebetulan dosen saya di ITB dihubungi sama dosen wali saya yang sekarang di Singapura, Prof Sulfikar. Dia lagi nyari mahasiswa S3 jurusan sains," ungkapnya.

Baca Juga:  Tim Pakar Dinilai Sudutkan Novel

Dirinya memang tidak merencanakan langsung kuliah strata tiga (S3) selepas S1.

"Jadi dosen saya di ITB ngumpulin beberapa anak yang sudah mau lulus buat dikasih tes masuk NTU. Waktu itu ada beberapa mahasiswa yang lulus tesnya, termasuk saya. Tapi karena saya wisudanya tepat waktu, jadilah saya yang diambil. Agak kebetulan juga bisa masuk NTU," akunya.

Masuk MIPA ITB pada 2011 dan lulus Oktober 2015, Fredy pun kembali merantau. Dari Sungai Pakning ke Bandung lalu ke Singapura. Januari 2016, ia pun mulai kuliah di Singapura dengan jurusan Interdisciplinary Graduate Programme di Nanyang Technological University untuk strata tiga. Disinggung kondisi terkini Singapura, menurutnya hingga pengujung Agustus lalu masih aman-aman saja.

"Protokol kesehatannya masih diterapkan. Aturannya memang ketat kalau di sini. (Kalau Indonesia, red) memang sedikit rumit menerapkannya. Kalau ini (Singapura, red) kan negara kecil makanya gampang dia bikin aturan," selorohnya.

Pria yang rutin pulang kampung sepekan atau paling lama dua pekan dalam setahun ini ketika disinggung perihal sekolah Strata Dua (S2). Memang dirinya tidak melewati proses pendidikan master dimaksud.

"Nah iya, saya nggak S2 dulu. Soalnya program S3 NTU memang ngebolehin gitu. Tiap universitas punya kebijakan masing-masing. Kalau di Singapura saya lihat rata-rata memang ngebolehin tanpa gelar S2 buat ngambil program S3-nya. Juga beberapa negara lain di Eropa dan Amerika," bebernya.

Fredy dalam perbincangan dengan Riau Pos ternyata bukan semata seorang kutu buku. Sebab ia memiliki beragam hobi, termasuk main game.

"Belakangan lagi senang banget belajar tentang kopi. Sisanya mungkin sering nonton film, main dota, jogging, tenis meja, baca komik, browsing internet," katanya.

Tinggal di negeri orang, Fredy juga mengaku sangat rindu dengan makanan di kampung. Meski pun ia dapat menemukan di Singapura, namun masakan orangtua dan makanan di Sungai Pakning juga sempat terlontar dalam perbincangan elektronik dengan Riau Pos.

Fredy menyebut keinginannya makan nasi goreng, sate, soto, hingga lontong sayur, bahkan pecel lele. "Nasi padang juga. Di sini ada sih semua, tapi rasanya ya ampun, beda jauh," sebutnya disambung tawa.

Disinggung rencananya ke depan, Fredy mengaku belum ada yang mustahak. Namun menurutnya, karena baru lulus, jadi ia ingin mencari kerja di Singapura terlebih dahulu.

"Soalnya istri sekarang lagi S3 juga di sini. Ga bisa LDR kita Bang," sebut suami dari perempuan asal Jakarta tersebut yang kini hidup di negeri orang.

Baca Juga:  Waspada Hipertensi setelah Lebaran

Secara ringkas, Fredy pun menceritakan tentang risetnya meraih gelar doktor luar negeri atau PhD. Secara garis besar, menurutnya, penelitian yang dilakukan adalah tentang pengembangan model komputasi dan simulasi penanganan bencana atau gangguan pada sistem infrastruktur.

"Jadi nanti modelnya bisa membantu pembuat kebijakan untuk menyusun strategi yang paling optimal dalam menangani bencana skala besar," ungkapnya.

Kemudian ditambahkannya, model tersebut diterapkan untuk simulasi bencana skala besar di Jakarta untuk meninjau potensi peningkatan penanganan pasien dan penggunaan sumber daya kesehatan yang efisien melalui berbagai macam strategi. Disinggung apakah dapat diterapkan untuk bencana kebakaran hutan dan lahan di Riau, dijelaskannya belum mungkin. Sebab karakteristik sistemnya beda antara infrastruktur dan hutan Riau.

"Tapi menurut saya modelnya tetap bisa dipakai untuk kasus penanganan hutan Riau. Meskipun begitu, menurut saya akar masalah karhutla lebih ke penegakan aturan yang kurang tegas, bukan ke respons pemadamannya," akunya.

Dalam simulasi mode penelitiannya, dijelaskan Fredy, lebih ke bencana 'akut', seperti gempa bumi yang butuh respons cepat. "Corona menurut saya lebih ke bencana kronis, yang penambahan korbannya tidak mendadak seperti gempa bumi. Dalam penanganannya agar lebih responsif barangkali bisa," sambungnya,

Fredy pula menegaskan, riset yang dilakukannya fokus pemodelan ke sistem infrastruktur kompleks. Ia pun mencontohkan seperti sistem MRT, rumah sakit, sistem listrik, telekomunikasi, water supply, dan lain-lain yang serupa. Hal inilah yang membuatnya mendapatkan gelar PhD dari NTU Singapura. Dimintai pesan buat anak-anak Riau, menurut Fredy, akan lebih baik menekuni hal-hal positif yang disukai.

"Jangan pernah berhenti dan berkecil hati. Hobi, rasa ingin tahu, dan motivasi itu mahal harganya. Harus dirawat dan ditumbuhkan terus. Kata orang kunci kesuksesan itu disiplin dan kerja keras. Tetapi menurut saya, itu tidak bisa dimunculkan dalam diri kalau tidak ada motivasi yang melatarbelakangi disiplin itu adalah kerja keras itu sendiri," tegasnya.

Kemudian Fredy juga menitip pesan buat orangtua di Bumi Lancang Kuning, di mana peran orangtua dan keluarga sangatlah penting dalam menentukan masa depan anak. Sederhananya, sambung Fredy, intinya selalu support anak dalam hal positif apa pun.

"Jangan memaksakan kehendak. Biarkanlah anak menentukan jalan hidupnya masing-masing. Jadi dibimbing, bukan dipaksakan intinya. Dan, jangan lupa untuk memperhatikan gizi anak. Ikan dan telur adalah makanan mukjizat untuk otak. Otak butuh bahan bakar untuk bertumbuh, seperti otot juga, jadi tanpa bahan bakar, stamina mental cepat lelah dan susah mengingat apa yang sudah dipelajari," tuturnya.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari