JAKARTA(RIAUPOS).CO – Sekretaris Fraksi Partai Nasdem di DPR Syarif Abdullah Alkadrie menyayangkan pernyataan praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono yang menyarankan agar mata pelajaran Pendidikan Agama tidak lagi diajarkan di sekolah.
Menurut Syarif, pernyataan dan analisis bahwa pendidikan agama tidak diperlukan di sekolah, dan hanya akan membuat siswa merasa berbeda, sangatlah dangkal.
Dia menegaskan bahwa hal ini menunjukkan sikap yang tidak memahami arti hidup berkebinekaan. Karena itu, Syarif berpendapat, usul peniadaan Pendidikan Agama di sekolah tidak berdasar. “Ini memperlihatkan tidak paham arti hidup dalam kebinekaan,” kata Syarif, Jumat (5/7).
Menurut Syarif, pernyataan itu juga menunjukkan tidak paham dengan isi sila pertama Pancasila, yang menjunjung tinggi terhadap keyakinan beragama. “Yang artinya, setiap warga negara Indonesia wajib punya agama,” ungkap dia.
Sebelumnya, Darmono mengatakan, pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah. Agama cukup diajarkan orang tua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah.
“Mengapa agama sering menjadi alat politik? Karena agama dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Di sekolah, siswa dibedakan ketika menerima mata pelajaran (mapel) agama. Akhirnya mereka merasa kalau mereka itu berbeda,” kata Darmono usai bedah bukunya yang ke-6 berjudul Bringing Civilizations Together di Jakarta, Kamis (4/7).
Tanpa disadari, lanjutnya, sekolah sudah menciptakan perpecahan di kalangan siswa. Mestinya, siswa-siswa itu tidak perlu dipisah dan itu bisa dilakukan kalau mapel agama ditiadakan. Sebagai gantinya, mapel budi pekerti yang diperkuat. Dengan demikian sikap toleransi siswa lebih menonjol dan rasa kebinekaan makin kuat.
“Siswa harus diajarkan kalau mereka itu hidup di tengah keanekaragaman. Namun, keanekaragaman dan nilai-nilai budaya itu yang menyatukan bangsa ini, bukan agama,” tegasnya.
Dia menyarankan Presiden Jokowi untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah. Pendidikan agama harus jadi tanggung jawab orang tua serta guru agama masing-masing (bukan guru di sekolah). Pendidikannya cukup diberikan di luar sekolah, misalnya masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya. (boy)
Sumber: JPNN.com
Editor: Deslina